Kembali ke kelakar sahabat saya. Seandainya. Ini seandainya, ya? Seandainya,, saya diajak Mas Erick masuk ke dalam gerbong PSSI, meski saya yakin mampu duduk di bagian kepengurusan PSSI sesuai kapasitas dan kompetensi saya. Saya pastikan akan menolak.
Alasannya tegas. Saya tidak mau membantu dan bekerja di dalam lingkungan yang tidak pernah fair play.
Sebelum kelakar sahabat saya, dan jauh sebelum KLB di gelar. Komisi Pemilihan bahkan membuka kesempatan untuk pendaftaran bakal calon pengurus PSSI, yaitu untuk kursi Ketua, dua wakil, dan 12 exco.
Saya pun sama sekali tidak tertarik dan tidak mau ikut-ikutan mendaftar menjadi bakal calon pengurus yang skenario dan penyutradaraannya sudah terbaca.
Terlebih, saya punya pengalaman melamar menjadi Sekjen PSSI, tetapi saya mengundurkan diri dengan cara tidak hadir dalam proses ujian.
Kisahnya, saat PSSI membuka lowongan untuk kursi Sekjen yang kosong. Saat itu, dengan ikhlas dan serius, saya ikut melamar. Lamaran saya diterima PSSI nomor urut 7.
Namun, sebelum pelamar diuji, saya mendengar bahwa dibukanya lowongan untuk publik hanya sekadar formalitas.Dan, nyatanya tebakan publik terbukti, saat itu, Ratu Tisha yang benar terpilih menjadi Sekjen. Sebab, sebelum proses ujian, sudah terdengar selentingan, tentang drama settingan ini.
Erick buat dagelan?
Kini, setelah Erick terpilih, justru Erick yang membuat dagelan. Pasalnya setelah mencuit dengan melampirkan foto kegiatannya, ternyata publik melihat di dalam foto cuitan Erick ada sosok yang selama ini dikaitkan dengan hal negatif sepak bola Indonesia.
Lucunya, setelah media massa dan publik membahas, Erick langsung menghapus cuitan dan lampiran fotonya. Peristiwa ada sosok yang tidak disadari oleh Erick sontak menghebohkan jagad sepak bola nasional, menimbulkan beragam prasangka. Apalagi, Erick sendiri justru menghapus cuitan dan lampiran fotonya.
Pertanyaannya, apakah dagelan-dagelan PSSI pasca terpilihnya Erick Thohir masih ada episode lanjutan? Katanya mau bersih-bersih PSSI?