Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mendidik Fair Play, Dimulai dari Ujung Tombaknya

23 Februari 2023   09:34 Diperbarui: 23 Februari 2023   09:40 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artinya, bila dikaitkan dengan teori dan praktik fair play, kecerdasan intelegensi serta personality, maka pelaku provokasi jelas belum lulus teori dan praktik fair play. Lalu, dasarnya dalam pribadinya juga belum cerdas intelegensi dan personality.

Yang sangat disayangkan dan cukup MENGERIKAN adalah, adanya manusia/orang yang tidak terdidik, tidak cerdas intelegensi dan personality, tidak tahu pedagogi, tetapi berani-beraninya terlibat dan dilibatkan dalam olah raga sepak bola, yang obyeknya adalah manusia/orang usia muda. 

Generasi usia muda U-14, rata-rata di sekolah formal masih menempuh pendidikan di level Sekolah Menengah Pertama (SMP). Lihatlah, para pendidik level SMP yang lulus kualifikasi dan kompetensi (Minimal Sarjana, memiliki SIM Sertifikasi guru) saja masih banyak yang gagal menjadi guru SMP, dengan fakta, hasil pendidikan Indonesia, masih terus tercecer di Asia Tenggara, Asia, dan Dunia.

Bagaimana dengan manusia/orang yang tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi mendidik, tidak punya Sertifikasi mendidik, tetapi menjadi pelatih sepak bola untuk usia 14 tahun? Bekalnya hanya tahu tentang teknik dan fisik yang terbatas, plus lisensi pelatih sepak bola, D/C/B/A, yang paling lama ditempuh hanya dalam waktu satu bulan. Apa isi materinya? Saya sangat paham, dan tidak cukup untuk bekal mendidik anak usia dini dan muda.

Lebih parah, ada yang tidak terdidik/tidak berpendidikan, tidak memiliki lisensi pelatih bola, tapi sok-sok an menjadi pelatih sepak bola. Hasilnya, ada segudang catatan dalam artikel yang sudah saya tulis. Memprihatinkan dan terus menjadi benang kusut bagi sepak bola akar rumput Indonesia yang tidak pernah diurus oleh PSSI.

LFP sarana pendidikan

Atas fakta-fakta yang realis tersebut, sebab LFP IJSL U-14 menjadi satu-satunya ajang di Indonesia untuk belajar tentang fair play, maka khususnya para pribadi yang ada di WAG LFP IJSL 2023, lebih dahulu wajib lulus dari teori dan praktik fair play. Kemudian menjadi ujung tombak bagi pendidikan fair play baik teori dan praktiknya untuk semua anggota timnya, tidak terkecuali.

Berikutnya, kita lihat, bagaimana hasilnya panggung LFP IJSL U-14 di pekan ke-4, Minggu, 25 Februari 2023.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun