Inilah peta manusia Indonesia. Adakah keseimbangan pendidikan di sekolah/kampus/tempat ibadah kepada manusia Indonesia hingga menjadi manusia yang cerdas, berkarakter, kaya pikiran, kaya hati, sesuai norma, etika, tata krama, hukum (manusia dan Tuhan)?
Apakah selama ini, ada pendidikan bagaimana cara mendidik untuk para calon guru, dosen, penceramah, pengkhotbah di Indonesia? Sepertinya belum ada, ya? Halo, BRIN?
Berapa persen guru/dosen di Indonesia yang yakin dalam pekerjaannya benar-benar mengajarkan ilmu dan pelajaran dengan pondasi mendidik? Memaknai setiap ilmu yang diajarkan sesuai bidangnya dengan fakta-fakta dalam kehidupan nyata. Menganalogikan dalam kehidupan nyata, hingga peserta didik/mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu di kehidupan nyata sesuai didikan. Sampai profilnya bisa disebut pelajar/mahasiswa/rakyat/elite Pancasila.
Bagaimana mau berharap para pelajar/mahasiswa sampai dititik profil pelajar/mahasiswa Pancasila? Kemudian ketila lulus kemudian menjadi masyarakat yang bekerja di berbagai bidang, di parlemen, di pemerintahan sesuai profil Pancasila, para guru, dosen, orangtua, masyarakat, para pemimpin dll, masih fasih melafalkan kata-kata "bukan bermaksud menggurui", bila bermaksud mengingatkan orang lain yang berbuat salah dan buruk. Masih ada ewuh-pekewuh.
Tidak cukup memiliki kepercayaan diri, untuk mengatakan bahwa yang salah, ya salah. Yang buruk, ya buruk.Â
Akibatnya, Indonesia menjadi polusi permisif berkepanjangan. Banyak persoalan dibiarkan terbuka, melebar. Banyak pihak yang seharusnya tegas dan disiplin taat aturan dan hukum, hanya memberlakukannya untuk pihak lain.Â
Banyak guru/dosen yang  membolehkan dan suka mengizinkan peserta didik/mahasiswa tetap mengikuti kelas pelajaran meskipun melanggar aturan. Dll, polusi permisif lainnya.
Mulai dari diri sendiri
Selama puluhan tahun aktif sebagai praktisi hingga pengamat pendidikan, saya belum pernah mengawali atau mengakhiri dalam menulis atau berbicara tentang sesuatu yang benar dan baik dari berbagai sudut pandang, baik dari segi agama, ilmu pengetahuan, mau pun humaniora, dengan kalimat: "bukan bermaksud menggurui".
Dibanding makhluk lain di bumi, manusia adalah makhluk paling sempurna. Pun tempat salah dan dosa. Untuk itu, demi kemaslahatan umat, jadilah manusia yang berani menggurui agar yang berbuat tidak benar dan buruk, jadi paham dan berbuat benar dan baik untuk dirinya, keluarga dan kerabatnya, masyarakat, hingga untuk bangsa, negara, dan agamanya, dalam berbagai segi kehidupan. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H