Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menggurui, Mendidik, Jangan Permisif!

12 Februari 2023   01:02 Diperbarui: 12 Februari 2023   01:40 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Imbasnya, tingkat kreativitas dan inovasi pun terus menjadi barang mahal atau barang langka di negeri ini.

Lihatlah, dalam beberapa hari ini, ada pihak yang mempersoalkan dan mempertanyakan keberadaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Saya juga, mempertanyakan apa manfaatnya BRIN bagi rakyat Indonesia, terutama yang ada signifikasinya dengan hajat hidup rakyat khususnya menyangkut kesejahteraan dan keadilan. Sebab, rakyat masih banyak yang miskin hati, pikiran, dan harta. 

Sesuai singkatannya, mana hasil riset dan inovasinya agar rakyat Indonesia terhindar dari pendidikan yang terus tercecer, bangkit dari penderitaan, dan merasakan keadilan karena hukum hanya tajam ke bawah. Membenarkan yang salah, menyalahkan yang benar.

Mengapa, yang hiruk-pikuk, hilir-mudik, berseliweran didominasi pertunjukkan politik (kotor, licik), oligargki, dinasti, hedonisme, dan sejenisnya. Takut kehilangan yang bukan milik, takut kehilangan kekuasaan, jabatan, harta, dan lainnya, seperti hidup di dunia akan kekal!

Paradigma guru

Apa yang terus terjadi di Indonesia sejak Merdeka, lepas dari penjajahan kolonialisme, hingga kini, Indonesia justru terus dicengkeram oleh penjajah dari anak negeri sendiri dengan berbagai dalih

Anak dari negeri sendiri ini, kini terus estafet menjajah Indonesia dengan berbagai dalih dan skenario. Sepertinya, mereka, saat sekolah dan kuliah gagal dididik oleh para guru, dosen. Pun oleh para orangtua, masyarakat, dan pengalaman hidupnya. Hingga terbentuk pribadi-pribadi yang berkarakter buruk. Memaksakan diri meraih impian di jalan yang salah dan membenarkan diri.

Lebih dari itu, selama puluhan tahun, dunia pendidikan Indonesia juga salah paradigma. Guru/dosen bukan mendidik, tetapi hanya sebatas mengajar menyampaikan ilmu, pelajaran.

Apakah Kurikulum Merdeka, juga membuat peserta didik dan guru jadi merdeka belajar? Faktanya, peserta didik, kini waktunya justru banyak terbelenggu di sekolah, tidak merdeka belajar. Apakah gurunya juga merdeka? Merdeka mengajar/mendidik? Para guru/dosen di seluruh Indonesia, tentu dapat memberikan jawaban yang obyektif, menyangkut Kurikulum Merdeka, ini.

Selama ini, berapa persen jumlah guru/dosen di seluruh Indonesia yang dalam bekerjanya, masih dalam taraf mengajar, belum sampai taraf mendidik? Apakah Menteri Pendidikan tahu?

Lihatlah, setiap saat kita dapat menyaksikan tawuran pelajar. Ada geng motor, ada pencurian, perampokan, ada pembegalan, pembunuhan, dll, yang dilakukan oleh rakyat jelata sampai elite. Sementara khusus di level elite, selalu ada korupsi, oligarki, dinasti, dengan praktik-praktik politik (kotor, licik).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun