Bila dalam praktiknya PJJ banyak masalah dan kendala, itu yang wajib disisir dan dicarikan solusinya, karena nyawa lebih penting dari pendidikan. Â
Dari apa yang saya rasakan dan pikirkan itu sejak Mas Nadiem mengumumkan terbutnya Kurikulum Darurat pada 4 Agustus 2020, di media massa langsung mengemuka pro dan kontra. Lalu, menyoal tuntutan masyarakat dan beberapa pihak agar sekolah dilakukan dengan tatap muka, juga terus menjadi diskusi di layar televisiÂ
Namun bagi saya sangat jelas. Apa pun yang dibicarakan dan menjadi pro kontra dengan berbagai argumentasinya, dalam kondisi darurat corona, hanya satu pilihan yaitu paket pendidikan menggunakan Kurikulum Darurat dan PJJ. Titik.
Saat saya telusuri ragam pemberitaan baik di media cetak dan online, akhirnya saya temukan juga keresahan menyoal Kurikulum Darurat ini.
Saya kutip dari Detik.com, Selasa (11/8/2020), ternyata Kurikulum Darurat mengundang kebingungan bagi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Komisi X DPR.
Ketua PB PGRI Unifah Rosyidi dan Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda angkat suara. Keduanya berpendapat 3 opsi yang ditawarkan Nadiem membingungkan.
Unifah mengungkapkan bahwa ketiga opsi itu justru akan mempersulit guru karena keinginan guru, sekolah, dan orang tua murid biasanya berbeda-beda.
Menurut dia, guru, sekolah, dan orang tua seharusnya diberi standar minimum kurikulum di era COVID-19.
Terlebih menurut Unifah yang terjadi saat ini adalah orang tua murid diperbolehkan memilih untuk masuk sekolah atau belajar dari rumah. Dengan begitu, gurulah yang akan dipersulit.
"Nah kalau disuruh memilih sama seperti sekarang, guru, anak anak boleh masuk sekolah, boleh nih kecuali ada izin ortu, nah ini sekarang satu sekolah ada yang di rumah ada yang di sekolah, gimana guru nggak ajar 24 jam? Kan menyulitkan, jadi yang namanya policy itu batas minimum yang mungkin semua orang bisa akses kelebihan dan kekurangannya yang menyesuaikan kondisi masing-masing," papar Unifah.
DPR: Tidak Match dengan Tipologi dan Karakter Masyarakat
Kebingungan juga dirasakan oleh pihak Komisi X DPR atas Kurikulum Darurat yang diterbitkan Nadiem.
Sementara menurut Saeful, harus jujur diakui memang ada karakter dan tipologi, namun jangan diberi banyak opsi. Meski kondisi setiap daerah berbeda, kurikulum darurat ini sebaiknya diterapkan secara serentak di seluruh kabupaten dan kota.