Tapi sebaliknya, banyak rakyat biasa dikalangan menengah, yang gaya hidupnya malah dipaksakan agar dipandang. Kelompok inilah yang kebanyakan menjadi bermental Orang Kaya Baru (OKB) di negeri ini. Begitupun rakyat miskin, sebab selama hidupnya penuh derita, ada yang langsung tak dapat mengontrol emosi dengan ikutan memaksakan diri seperti golongan masyarakat menengah. Intinya, mereka jadi tidak memerankan sebagai dirinya sendiri.
Apakah pendidikan dan kecerdasan berpengaruh dalam masalah semua lapisan masyarakat dari elite partai.sampai rakyat biasa? Jelas sangat signifikan pengaruhnya.
Deskripsi simpelnya dapat saya sebut, ada kelompok masyarakat yang sekarang bertanya,
1. Hari ini masih bisa makan atau tidak?
2. Hari ini mau makan di mana?
3. Hari ini makan apa dan siapa?
Kelompok 1, adalah masyarakat yang masih banyak belum mengenyam pendidikan, miskin, menderita. Kelompok 2, adalah masyarakat yang sudah mengenyam pendidikan, mapan, sudah mulai banyak yang miskin hati. Dan, kelompok 3, masyarakat yang berpendidikan dan memanfaatkannya untuk kepentingan diri dan kelompoknya, miskin hati dan pikiranngya malah lebih banyak untuk "akting" dan "makan orang lain".
Kesimpulannya, semisal para pemimpin daerah, elite partai di parlemen dan pemerintahan, tidak akan memiliki beban dan tanggungjawab kepada partai yang mengusungnya, yakin, pasti mereka akan menjalankan fungsi dan tugasnya dengan menjadi diri sendiri dan amanah untuk rakyat tanpa beban dan tuntutan di belakang layar yang rakyat tidak ketahui.
Bagi masyarakat umum, mengapa banyak yang berupaya untuk menjadi orang lain? Bukan menjadi diri sendiri? Demi dipandang, demi pengakuan, gengsi, meski harus memaksakan dan menyiksa diri. Inilah potret negara berkembang bernama Indonesia, yang tingkat pendidikannya juga masih terus tertinggal, tapi rakyat dan pemimpinnya ada yang terpaksa bertopeng atau berebut memakai topeng. Bukan menjadi dirinya sendiri.