Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mana Lebih Sulit, Bertopeng Menjadi Orang Lain, atau Menjadi Diri Sendiri?

10 Agustus 2020   13:11 Diperbarui: 10 Agustus 2020   13:33 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Supartono JW

Bagaimana dengan kehidupan nyata khususnya di Indonesia dengan manusianya sebagai aktor/aktris asli yang seharusnya memerankah tokoh sebagai dirinya sendiri?

Siapa di negeri ini aktor/aktris asli yang sewajibnya menjadi contoh, panutan, dan teladan bagi rakyat karena benar-benar memerankan karakter dirinya sendiri?

Saya bilang, sekarang sangat sulit, bahkan mustahil dapat kita temukan para elite partai yang duduk di parlemen, pemerintahan, kepala daerah, dan pejabat-pejabat di pemerintahan NKRI yang benar-benar memerankan tokoh sebagai dirinya sesuai fungsi dan tugas jabatannya, yang seharusnya amanah untuk rakyat.

Siapa pun yang sekarang berani masuk dalam lingkaran partai politik di Indonesia, maka setelah mendapat suara dari rakyat karena janji-janjinya, akan langsung berbalik menjadi aktor/aktris partai yang menaungi dan akan memerankan tugas mengabdi kepada cukong/taipan yang mendanai.

Lupa janji, lupa daratan, dan menjadi aktor/aktris palsu yang aktingnya melebihi profesionalitas para aktor/aktris di dunia hiburan.

Menjadi elite partai politik, sama saja wajib mumpuni dalam ilmu KKN dan akting tingkat tinggi. Salain harus akting demi melayani dan memuaskan "junjungannya", mereka juga harus mengumpulkan pundi-pundi demi mengembalikan modal duduk di kursi yang anggarannya tinggi, hingga adegan dan skenario korupsi adalah tradisi. Karena hanya dengan cara itulah, modal dapat segera kembali secara instan.

Sebegitu vitalnya program korupsi itu, maka skenarionya pun di atur dari hulu ke hilir. Muncullah skenario lahirnya Undang-Undang untuk  melindungi program korupsi ini.

Ibarat terjerat hutang rentenair. Para elite partai politik dan partainya juga demikian, kini sedang terjerat "hutang" dari yang "membiayai".

Pertanyaannya, lembaga semacam Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Polri, TNI, dll juga tidak menjadi bagian dari skenario aktor/aktris yang bukan sebenarnya ini? Yang setali tiga uang dengan parlemen dan pemerintah? Rakyat pun sudah dapat membaca kondisi ini.

Karenanya, tidak salah bila kini, rakyat biasa pun banyak yang berupaya dan berlomba-lomba menjadi aktor/aktris palsu, yang memerankan tokoh bukan dirinya.

Ada orang kaya, tapi bijak dan rendah hati, penampilan dan gaya hidupnya malah biasa saja dan sangat berderma dan perhatian pada lingkungan dan masyarakat sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun