Lebih memiriskan, dalam situasi dan kondisi Indonesia yang terus "gawat darurat" dari corona, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun hingga saat ini masih kukuh dengan agenda tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
Padahal, menyangkut Pilkada ini, juga sudah tercium banyak pihak yang memanfaatkan momentum corona untuk kepentingan "mereka".
Terlebih, Pilkada tahun ini pun akan banyak diwarnai peristiwa "politik dinasti", sebab banyak keluarga dan sanak famili mulai dari anak presiden hingga anak pejabat maju dalam Pilkada kali ini.
Banyak pihak pun sudah menduga, bila Pilkada tetap dilaksanakan meski corona semakin gawat, itu karena sang ketua KPU masih orang yang sama yang dapat diatur dan mengatur.
Maksud orang yang sama ini bahkan sudah dikawatirkan oleh berbagai kalangan. Andai saja ketua KPU bukan orang yang sama, yang menjadi bagian dari pemerintahan saat ini, tentu berbagai pihak sedikit hilang kawatirnya. Namun, apa mau dikata, dengan ketua yang sama, Pilpres maupun Pilkada, masyarakatpun memahami, bahwa semua sudah ada yang mengatur dan diatur menyoal siapa yang dimenangkan dan dikalahkan.
Jadi, sepertinya hanya omong kosong bila Pilkada bicara kalah menang karena dipilih atau tidak dipilih. Bilang persaingan atau pertandingan. Percuma. Semua sudah ada skenarionya. Sudah ada wasit yang "dibayar atau dibeli".
Jadi, meski corona kasusnya tetap tinggi, Komisioner KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi tetap memastikan bahwa tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 akan tetap berjalan, meski jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia terus meningkat.
Namun, KPU akan memberikan atensi yang serius dalam melihat perkembangan-perkembangan situasi di lapangan, termasuk perkembangan Covid-19. Tak hanya itu, KPU juga akan terus memikirkan langkah antisipasi lanjutannya seperti apa. Akan berkoordinasi dengan berbagai pihak dalam pencegahan dan penanganan jika terjadi kasus di lapangan, ungkap I Dewa kepada awak media, Selasa (8/7/2020).
Di luar masalah corona, adanya intrik dan taktik Pilkada yang tentu saja aktor utamanya adalah KPU, Â bila Pilkada sampai tertunda, memang akan repot. Bila Pilkada diundur, artinya akan ada masalah pada pemimpin daerah menyoal masa jabatan dll. Padahal, kini setiap daerah sedang dalam posisi penanganan corona.
Namun, bila Pilkada tetap berjalan sesuai tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan, maka juga akan menimbulkan persoalan dan pertanyaan rakyat, sebab masih ada peraturan tentang pencegahan corona. Sementara, sampai sekarang saja rakyat terus cuek dan abai kepada peraturan pencegahan corona.
Barangkali inilah nasib NKRI hingga jelang usia ke-75 tahun. Pemimpinnya dan para pejabatnya masih belum amanah. Masih lebih mementingkan diri, keluaraga, partai, dan golongannya. Masih terjerat "utang" dari para "cukong".