Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Derita Rakyat +62, di Tengah Corona yang Dipelihara dan Jelang Pesta Pilkada

29 Juli 2020   08:16 Diperbarui: 29 Juli 2020   08:30 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tribunnews.com

Barangkali inilah nasib NKRI hingga jelang usia ke-75 tahun. Pemimpinnya dan para pejabatnya masih belum amanah. Masih lebih mementingkan diri, keluaraga, partai, dan golongannya. Masih terjerat "utang" dari para "cukong". Kental politik balas budi, politik mengabdi, politik bagi-bagi kursi, faktanya masih lebih utama dibandingkan menjalankan amanah membikin rakyat Indonesia adil makmur sejahtera.

Meski begitu, dalam keadaan terpuruk, terdzolimi, dan sering ditakut-takuti bila sampai protes, demonstrasi, mengucap ujaran kebencian, melanggar UU IT dll. oleh para pemimpin negeri sendiri, rakyat tetap dalam sikap kaya hati, meski miskin harta, dan menerima dengan lapang dada atas perlakuan "mereka". Sampai kapan rakyat terus menderita di tengah corona yang "dipelihara" dan pesta Pilkada yang tetap akan menggelora?

Kendati kasus corona di Indonesia kini sudah tembus diangka 102.051 orang, akibat dari hari Selasa, (28/7/2020) kasus bertambah 1.748, nyatanya masyarakat Indonesia tetap cuek.

Bahkan ada kemungkinan, Indonesia yang akan tumbuh menjadi negara pusat penyebaran corona di dunia, maka negara lain pun akan memberlakukan lockdown bagi warga negara Indonesia yang mau ke negara-negara yang dituju demi berbagai keperluan dan kepentingan.

Pasti akan ada sikap tegas dari negara lain, melarang warga negara Indonesia masuk ke negara mereka. Terlebih, Indonesia kini sudah menjadi negara nomor satu kasus tertinggi corona di Asia meninggalkan China sebagai produsen virus corona.

Terus tak terkendalinya kasus corona di Indonesia bahkan tak henti menjadi perseteruan antara pendukung Presiden Jokowi dan lawan politiknya. Sekuat tenaga dan cara, para pengikut Presiden ini, terus membela dan mengelu-elukan kebijakan Jokowi yang lebih mementingkan ekonomi daripada nyawa.

Sebaliknya, pendukung lawannya juga terus menyalahkan kebijakan Jokowi, hingga rakyat Indonesia tak percaya kepada pemerintah dan abai pada corona.

Namun, sebagai warga negara yang benar, banyak pula rakyat yang lebih percaya kepada para akademisi, pengamat, dan praktisi menyoal hal yang seharusnya dilakukan oleh Jokowi sejak corona belum menjamah Indonesia. Karena berdasarkan pemikiran logis, cerdas intelegensi, dan emosi, bukan nafsu membabi buta.

Dibutakan mata dan hatinya karena sekadar menjadi pemuja dan pengikut setia. Malah terus gemar berseteru dan membahayakan persatuan bangsa.

Kini, nasi sudah menjadi bubur. Laporan data kasus pun sudah tak dipedulikan rakyat. Rakyat terus meningkat rasa skpetisnya, sikap abainya, terlebih para pembantu presiden dan pejabat daerahnya pun gemar mengendapkan anggaran demi meneguk keuntungan dari bunga bank karena tak masuk dalam delik korupsi.

Itonisnya, menyangkut corona, tak pernah mau melockdown, malah sebaliknya, warga negara Indonesia yang akan segera terancam dilockdown oleh negara lain.

Lebih memiriskan, dalam situasi dan kondisi Indonesia yang terus "gawat darurat" dari corona, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun hingga saat ini masih kukuh dengan agenda tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.

Padahal, menyangkut Pilkada ini, juga sudah tercium banyak pihak yang memanfaatkan momentum corona untuk kepentingan "mereka".

Terlebih, Pilkada tahun ini pun akan banyak diwarnai peristiwa "politik dinasti", sebab banyak keluarga dan sanak famili mulai dari anak presiden hingga anak pejabat maju dalam Pilkada kali ini.

Banyak pihak pun sudah menduga, bila Pilkada tetap dilaksanakan meski corona semakin gawat, itu karena sang ketua KPU masih orang yang sama yang dapat diatur dan mengatur.

Maksud orang yang sama ini bahkan sudah dikawatirkan oleh berbagai kalangan. Andai saja ketua KPU bukan orang yang sama, yang menjadi bagian dari pemerintahan saat ini, tentu berbagai pihak sedikit hilang kawatirnya. Namun, apa mau dikata, dengan ketua yang sama, Pilpres maupun Pilkada, masyarakatpun memahami, bahwa semua sudah ada yang mengatur dan diatur menyoal siapa yang dimenangkan dan dikalahkan.

Jadi, sepertinya hanya omong kosong bila Pilkada bicara kalah menang karena dipilih atau tidak dipilih. Bilang persaingan atau pertandingan. Percuma. Semua sudah ada skenarionya. Sudah ada wasit yang "dibayar atau dibeli".

Jadi, meski corona kasusnya tetap tinggi, Komisioner KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi tetap memastikan bahwa tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 akan tetap berjalan, meski jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia terus meningkat.

Namun, KPU akan memberikan atensi yang serius dalam melihat perkembangan-perkembangan situasi di lapangan, termasuk perkembangan Covid-19. Tak hanya itu, KPU juga akan terus memikirkan langkah antisipasi lanjutannya seperti apa. Akan berkoordinasi dengan berbagai pihak dalam pencegahan dan penanganan jika terjadi kasus di lapangan, ungkap I Dewa kepada awak media, Selasa (8/7/2020).

Di luar masalah corona, adanya intrik dan taktik Pilkada yang tentu saja aktor utamanya adalah KPU,  bila Pilkada sampai tertunda, memang akan repot. Bila Pilkada diundur, artinya akan ada masalah pada pemimpin daerah menyoal masa jabatan dll. Padahal, kini setiap daerah sedang dalam posisi penanganan corona.

Namun, bila Pilkada tetap berjalan sesuai tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan, maka juga akan menimbulkan persoalan dan pertanyaan rakyat, sebab masih ada peraturan tentang pencegahan corona. Sementara, sampai sekarang saja rakyat terus cuek dan abai kepada peraturan pencegahan corona.

Barangkali inilah nasib NKRI hingga jelang usia ke-75 tahun. Pemimpinnya dan para pejabatnya masih belum amanah. Masih lebih mementingkan diri, keluaraga, partai, dan golongannya. Masih terjerat "utang" dari para "cukong".

Jadi, politik balas budi, politik mengabdi, politik bagi-bagi kursi, faktanya masih lebih utama dibandingkan menjalankan amanah membikin rakyat Indonesia adil makmur sejahtera.

Meski begitu, dalam keadaan terpuruk, terdzolimi, dan sering ditakut-takuti bila sampai protes, demonstrasi, mengucap ujaran kebencian, melanggar UU IT dll. oleh para pemimpin negeri sendiri, rakyat tetap dalam sikap kaya hati, meski miskin harta, dan menerima dengan lapang dada atas perlakuan "mereka".

Sampai kapan rakyat terus menderita di tengah corona yang "dipelihara" dan pesta Pilkada yang tetap akan menggelora?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun