Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

(6) Ramadan Tak Biasa, Meningkatkan Iqra dan Membaca

29 April 2020   00:11 Diperbarui: 29 April 2020   00:12 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: doc.Supartono JW

Menguasai iqra' dan membaca dengan benar, maka menguasai kehidupan abadi dan kehidupan dunia. (Supartono JW.29042020) 

Menjalankan ibadah bulan "Ramadan Tak Biasa", maka akan sangat tepat bila, segenap umat muslim khususnya, dapat membenahi diri dalam hal Iqra' dan membaca. 

Iqra' 

Dalam situasi pandemi corona di bulan penuh berkah ini, bagaimana dengan Iqra=bacalah (bahasa Arab) masyarakat kita? Banyak rujukan dari para ulama yang dapat kita ambil terkait Iqra', salah satunya, menurut Rektor Perguruan Tinggi Ilmu Quran (PTIQ) Lebak Bulus, Nasaruddin Umar, dikutip dari Republika.co.id (16/4/2016). 

Allah SWT telah menurunkan firman-Nya melalui malaikat pembawa wahyu, yaitu Malaikat Jibril. Dalam membawa firman Allah tersebut, Malaikat Jibril lalu menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Ayat pertama yang diturunkan Allah ke bumi adalah "Iqra'" yang berarti, "bacalah". Allah menyebutkan kata Iqra' secara berulang kali dalam Surah Al-Iqra' tersebut. "Satu kata saja dalam Alquran itu pasti mempunyai makna yang sangat besar," ujar Nasaruddin. 

Menurutnya, empat makna makna Iqra' itu adalah: Pertama, dalam Surah tersebut adalah how to read, yaitu bagaimana cara kita membaca Alquran dengan baik dan benar, serta dapat mengkhatamkannya. "Meskipun tidak tahu artinya, tapi dapat pahala, insyaallah." 

Kedua, adalah how to learn, yang berarti tentang bagaimana mendalami Alquran dengan mengetahui artinya, tafsirnya, bahkan takwilnya. 

Ketiga adalah how to understand, yaitu bagaimana kita menghayati kitab Allah tersebut. "Jadi yang ketiga ini adalah secara emosional, spiritual. Mungkin bukan hanya dia yang mampu menafsirkan Alquran, tapi Alquran juga mampu menafsirkan dirinya, " ujarnya. 

Keempat, bagaimana memukasyafahkan atau menyingkap tabir-tabir di dalam Alquran.  "Jadi, Iqra' Alquran itu sudah disempurnakan oleh Iqra' yang keempat tersebut." Konsep menghatamkan Alquran itu, lanjut Nasaruddin bukan hanya mengkhatamkan 30 juz atau bukan hanya menghafalkan 30 jus saja, tapi bagaimana agar seluruh umat Islam bisa menghatamkan Alquran dengan Iqra' pertama sampai ke empat tersebut. 

Atas penjelasan tersebut maka bila disimpulkan, makna iqra' pertama sekadar membaca, iqra' kedua mendalaminya, iqra' ketiga menghayati dan mengamalkan, dan keempat adalah menyingkap tabir. 

Ramadan adalah bulan Al-Qur'an. Kitab suci umat Islam ini diturunkan di bulan Ramadan sebagai sebuah mu'jizat dari Allah SWT untuk Nabi Muhammad SAW. Sebanyak 6236 ayat yang ada di dalamnya merupakan petunjuk bagi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia. 

Karenanya, sebagai seorang muslim, sudah seharusnya mempertebal keimanan dan kecintaan kepada Al-Qur'an dengan iqra' yang benar. Apalagi di bulan suci Ramadan sebagai bulan mulia di mana segala amal ibadah dilipatgandakan pahalanya, umat Islam harus mampu memanfaatkan momen Ramadan untuk menghiasi hari-harinya dengan iqra' Al-Quran. 

Membaca 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan maupun hanya dalam hati), mengeja atau melafalkan, mengucapkan, mengetahui, meramalkan, memperhitungkan, dan memahami. Mengapa perlu membenahi dalam hal membaca? 

Sebab, bila saya analisis secara cermat, kegagalan-kegagalan, kisah kisruh  "berbagai hal" di negeri ini, selain karena keterampilan mendengar, keterampilan membaca dari rakyat biasa hingga elite partai dan pemimpin negeri juga buruk. 

Secara akademis, buruknya keterampilan membaca masyarakat kita, bahkan sudah terjadi sejak masyarakat masih usia dini, termasuk juga buruknya penguasaan matematika dan sains, karena pondasinya juga membaca. 

Bila sejak usia dini, di mana usia tersebut sebagai pondasi dan cikal bakal keberhasilan negeri ini di masa depan tidak tertangani, maka saat usia muda hingga dewasa, masyarakat kita juga akan terus terpuruk dalam keterampilan membaca plus matematika dan sains. 

Tanpa keterampilan dan praktik membaca dengan benar, mustahil masyarakat kita akan mumpuni dalam matematika dan sians yang sangat dibutuhkan untuk bersaing dalam roda kehidupan untuk negeri sendiri, apalagi bersiang dengan negara lain di tengah zaman yang terus berkembang. 

Fakta membaca 

Masalah membaca ini, kini benar-benar menjadi keprihatinan nasional. Berdasarkan pengalaman nyata saya selama ini di dunia pendidikan, para siswa memang sangat kurang sekali motivasinya dalam hal membaca. Ada yang sangat gila membaca, namun hanya membaca hal yang disuka, tidak pada hal yang menunjang pengetahuan  dan agama serta pelajaran utama di sekolah. 

Intinya, literasi menjadi sangat lemah. Literasi adalah kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa. Apa bukti literasi lemah? 

Saya lansir dari Liputan6.com (4/12/2019) adalah penyebabnya, yaitu peringkat Indonesia merosot dalam evaluasi Programme for International Student Asessment (PISA). Sejak empat tahun terakhir, posisi Indonesia menurun di semua bidang yang diujikan: membaca, matematika, dan sains. 

Tes PISA merupakan pengujian anak-anak sekolah berusia 15 tahun di berbagai negara. Saat tahun 2018, ada total 79 negara yang berpartisipasi, bertambah tujuh negara dari tes 2015. Totalnya ada 600 ribu murid sekolah yang berpartisipasi dari seluruh dunia.

Berdasarkan laporan PISA yang baru rilis, Selasa 3 Desember 2019, skor membaca Indonesia ada di peringkat 72 dari 77 negara, lalu skor matematika ada di peringkat 72 dari 78 negara, dan skor sains ada di peringkat 70 dari 78 negara. Malahan tiga skor itu kompak menurun dari tes PISA 2015. Kala itu, skor membaca Indonesia ada di peringkat 65, skor sains peringkat 64, dan skor matematika peringkat 66. Di antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia berada paling bawah bersama Filipina yang mendapat peringkat terakhir dalam membaca dan skor sebelum terakhir di dua bidang lain. 

Selanjutanya fakta dalam kehidupan nyata untuk semua golongan kelompok umur, khususnya yang dapat kita serap dari perilaku masyarakat dalam media sosial, sangat sering berbagi berbagai bentuk informasi, namun hanya sekadar meneruskan dan menyebarkan, tanpa "membaca" dengan cerdas apa yang termaktub dalam informasi. 

Ironisnya, banyak sekali individu yang asal sebar dan berbagi infomasi tanpa membandingan atau mengecek kebenaran informasi tersebut, padahal setelah di cek ulang, informasi terkait tidak benar atau hoaks. Ada juga kisruh dan perseteruan akibat dari gagal paham terhadap suatu informasi atau berita, karena tidak membaca dengan benar, bahkan hingga sampai melahirkan pembunuhan. Miris. 

Bila Iqro' sebagai firman Allah pertama ini di kaitkan dengan keterampilan membaca pada umumnya, maka seharusnya di luar membaca Al-Quran, dalam kehidupan nyata, setiap umat manusia juga wajib menguasai keterampilan membaca dalam empat tahap seperti yang Allah anjurkan dalam membaca Al-Quran, yaitu bagaimana cara membaca yang baik dan benar, bagaimana cara mendalami bacaan, bagaimana menghayati dan menafsirkan bacaan, serta bagaimana menyingkap tabir dari suatu bacaan. 

Bila hingga saat ini, peta kemampuan membaca masyarakat kita seperti yang sudah saya ulas di atas, lalu kira-kira bagaimana peta Iqra' masyarakat muslim Indonesia dalam perintah bacalah/membaca Al-Quran dengan baik dan benar, mendalami, menghayati dan menafsirkan, serta bagaimana menyingkap tabir-Nya? 

Jawabnya, masing-masing dari setiap individu dan para orangtua tentu dapat menjawabnya. Untuk itu, dalam badah Ramadan yang tak biasa ini, saat kita semua dianjurkan belajar, bekerja, dan beribadah di rumah adalah momentum yang tepat, untuk kita memperbaiki keterampilan dan kemampuan membaca yang benar. 

Menjadi manusia yang terampil dalam literasi, sehingga bangsa ini tidak terus terpuruk. Lebih utama lagi, bagi umat muslim, inilah kesempatan untuk semakin dapat belajar dan belajar lagi, mengamalkan serta mempraktikan empat makna Iqra'. 

Saya lansir dari nu.or.id (1/6/2018) Imam Abu Hanifah R.A mampu mengkhatamkan Al-Qur'an sebanyak 6000 kali dalam hidupnya. Imam Syafi'i biasa mengkhatamkan Al-Qur'an di bulan Ramadan sebanyak 60 kali. Dan Imam Qatadah biasanya mengkhatamkan Al-Qur'an dalam tujuh hari. 

Namun jika datang bulan Ramadan ia mengkhatamkannya setiap tiga hari. Ketika datang sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan, ia mengkhatamkan setiap malam. Bagaimana dengan saya? 

Semoga kita semua akan semakin terbuka mata dan hati, bahwa iqra' dan membaca merupakan syarat pertama dan utama bagi keberhasilan manusia. Sebab, Iqra' menjadi tuntunan pertama yang diberikan oleh Allah SWT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun