Menyedihkan dan memprihatinkan, tidak hanya di Indonesia, di manca negara pun sama, jenazah korban corona, ditolak oleh masyarakat.Â
Ironisnya, dari hari ke hari berita tentang penolakan pemakaman jenazah di suatu tempat ditolak oleh warga, bahkan harus sampai ada yang demo atau bahkan bentrok segala.Â
Seharusnya, meski memang benar, tetap ada bahaya penyebaran virus corona dari jenazah yang telah meninggal, masyarakat tidak langsung menghakimi jenazah untuk ditolak dimakamkan di pemakaman yang ada di lingkungannya, dan sudah mengantungi izin dan prosedur.Â
Coba, bayangkan, andai jenazah itu adalah keluarga kita, bagaimana bila keluarga kita diperlakukan seperti itu oleh masyarakat. Pasti hati kita akan teriris sedih. Sayangnya, hingga detik ini, masih sangat sulit memberikan pengertian dan pemahaman kepada masyarakat menyoal pemakaman jenazah ini.Â
Pun bila tidak salah, hingga detik ini belum ada juga protokol resmi tentang pemakaman jenazah dari World Health Organization (WHO), sehingga menurut saya semua informasi dan protokol pemakaman jenazah corona di Indonesia, terutama menyoal pengaruh jenazah dan virusnya setelah dimakamkan terhadap lingkungan sekitarnya masih belum ada penjelasan yang dapat membuat masyarakat paham dan menerima.Â
Inilah yang menjadikan sebab, masyarakat menolak pemakaman jenazah di makam lingkungan wilayahnya. Padahal terkait pemakaman, beberapa pihak bahkan telah memberikan arahan.Â
Di antaranya, pertama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah meminta masyarakat agar tidak menolak jenazah pasien Covid-19. Imbauan ini menyusul adanya penolakan terhadap jenazah pasien Covid-19 ketika hendak dimakamkan.Â
Menurut Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Pusat Anton Tabah kepada awak media, Selasa (31/3/2020) menegaskan bahwa proses pemakaman pasien Covid-19 sudah memiliki prosedur tertentu yang dilakukan oleh petugas khusus, karenanya masyarakat tidak boleh menolak pemakaman korban wabah corona atau wabah penyakit apapun karena proses pemakaman korban wabah penyakit ditangani oleh petugas medis yang sangat profesional tidak oleh masyarakat umum.Â
Pun setelah dikuburkan masih disemprot cairan disinfektan pembasmi kuman virus coronanya yang langsung hilang dalam hitungan menit.Â
Arahan kedua, menurut Humas Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Dr. Sulanti Saroso Jakarta, Wiwik Hukmit, pihaknya menerapkan standar teknis demi keselamatan petugas medis yang mengurus jenazah terinfeksi coronavirus. "Pemulasaraan jenazah dilakukan sekitar empat jam setelah kematian. Baik jenazah itu negatif atau positif, kita tidak menunggu hasil konfirmasinya," ujar Wiwik saat dihubungi reporter Alinea.id, Selasa (24/3).Â
Selanjutnya, jenazah yang meninggal dengan status suspect maupun positif coronavirus, diterapkan prosedur penanganan jenazah infeksi khusus, dengan pemberian cairan disinfektan pada jenazah.Â
Lalu, dilakukan dekontaminasi. Jenazah yang sudah dilakukan pemulasaraan infeksi, disarankan tidak boleh dibuka lagi dan langsung dibawa ke pemakaman. Sebagai langkah preventif, petugas Instansi Pemulasaraan Jenazah (IPJ), mendapatkan vaksinasi hepatitis B.Â
Selain itu, petugas diwajibkan mengenakan alat perlindungan diri (APD) lengkap.Â
Berikutnya, arahan ketiga, dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19 pun menaruh perhatian. Beberapa waktu lalu, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito bersama Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Budi Sampurno menyumbang pikiran untuk penanganan pasien Covid-19 yang wafat.Â
"Keberlangsungan masa hidup virus corona ditentukan dengan menjadikan tubuh manusia sebagai tempat untuk bertahan hidup. Maka, penjauhan kontak antarorang ini penting sekali," ujarnya ketika dihubungi, Jumat (27/3).Â
Oleh karena itu, pokok-pokok penanganan jenazah terinfeksi coronavirus yang disusun Wiku dan Budi itu kemudian menjadi landasan lahirnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah (Tajhiz Al-Jana'iz) Muslim yang Terinfeksi Covid-19, yang dikeluarkan pada 27 Maret 2020.Â
Dalam fatwa itu disebutkan, saat memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat.Â
Sedangkan mensalatkan dan menguburkan dilakukan seperti biasa, dengan tetap menjaga agar tidak tertular. Fatwa itu juga merinci pedoman memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkan jenazah yang terinfeksi coronavirus.Â
Aturan dalam fatwa itu berlaku utuh untuk dijalankan umat Islam. Ia menilai, ketentuan dalam fatwa ini mencakup upaya efektif demi menekan risiko penularan dari jenazah ke orang lain.Â
Arahan keempat, dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kementerian Agama (Kemenag) juga sudah menerbitkan protokol pengurusan jenazah pasien terinfeksi coronavirus. Protokol ini dibagi tiga, yakni pengurusan, menyalati, dan penguburan jenazah.Â
Aturan protokol ini tak jauh berbeda dengan fatwa MUI. Hanya saja, di dalam protokol Bimas Islam Kemenag tak ada ketentuan terkait memandikan jenazah. Protokol juga menekankan lokasi penguburan yang harus setidaknya 50 meter dari sumber air tanah dan setidaknya 500 meter dari permukiman penduduk. Selain itu, jenazah harus dikuburkan pada kedalaman satu setengah meter, dan ditutup dengan tanah setinggi satu meter. Aturan ini tak disebut dalam fatwa MUI.Â
Arahan kelima, pada 26 Maret 2020, giliran Bimas Katolik Kemenag yang mengeluarkan protokol pengurusan jenazah untuk pasien coronavirus beragama Katolik. Protokol itu menekankan prosedur kesehatan dan pelayanan keagamaan yang sederhana, namun pada intinya, sama dengan protokol yang sudah ada.Â
Selain kelima arahan yang saya sebutkan termasuk di dalamnya ada fatma MUI, masyarakat juga perlu memahami bahwa semua jenazah yang meninggal karena virus corona sudah ditangani secara benar oleh tim medis, jadi dengan penanganan yang sudah benar, lalu juga mengindahkan protokol dan arahan yang sudah ada, sewajibnya, masyarakat dapat memahami dan dapat menerima jenazah di makamkan di makam yang memang sudah ditentukan oleh pihak terkait, terlebih atas dasar perikemanusiaan.Â
Di samping itu, pihak terkait juga sangat diharapakan dapat terus mensosialisasikan mengenai pemakaman jenazah corona, terutama melului juru bicara pemerintah. Dalam setiap kali menginformasikan perkembangan corona di Indonesia juga memberikan pesan dan amanat persuasif kepada masyarakat menyaol jenazah corona yang seharusnya tidak lagi ditolak oleh masyarakat saat akan dikuburkan.
Setali tiga uang, media massa baik cetak maupun televisi serta media sosial juga, tolong hentikan pemberitaan tentang masyarakat yang menolak jenazah corona. Sebab, dengan semakin banyaknya pemberitaan menyoal penolakan masyarakat, maka akan ditiru oleh masyarakat di daerah lain di Indonesia.
Perlu diingat, masyarakat yang terpapar corona, juga tidak pernah menghendaki akan terpapar virus itu, dan mereka adalah keluarga kita, rakyat kita, sesama warga NKRI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H