"Nasib menggeluti sepak bola di Indonesia, tak ubahnya seperti mengonsumsi gula. Manis rasanya, namun masih berat menanggung risikonya."
(Supartono JW.20012020)
Indonesia memiliki jutaan pesepak bola muda di sekolah sepak bola (SSB), akademi sepak bola (ASB), diklat sepak bola (DSB), hingga pusat pelatihan pelajar yang tersebar di seantero negeri. Pun banyak pemain berdarah Indonesia di luar negeri yang belakangan sering disebut dalam pantauan PSSI.
Dalam seleksi timnas U-19 yang berlangsung sejak Senin (13/01), ada 53 pemain yang dipanggil untuk unjuk gigi di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang. Namun, hanya 28 pemain yang dipilih sesuai kriteria pelatih tim nasional Indonesia yang baru, Shin Tae-yong.
Di luar itu sebenarnya masih ada beberapa pemain yang belum berkesempatan ikut seleksi karena sedang bergabung dengan tim Garuda Select sehingga komposisi pemain bisa berubah. Termasuk karena adanya "usulan" penambahan pemain dari "pihak tertentu".Â
Proses seleksi melalui TC pun masih akan berlanjut ke Thailand, dan pada akhirnya, saat timnas U-19 harus terbentuk hanya akan tersisa kira-kira 23 pemain yang terpilih masuk tim untuk berlaga di Piala Asia U-19 dan Piala Dunia U-20.Â
Artinya, dari jutaan pesepak bola muda Indonesia khususnya U-19 dan U-20, Â yang akan terpilih dalam tim utama timnas Indonesia hanya berjumlah puluhan. Begitupun untuk timnas kelompok umur U-16, U-23, dan timnas senior, akan terjadi persoalan yang sama.
Padahal sesuai jumlah rakyat Indonesia yang tersebar di berbagai pulau, berbagai provinsi/kabupaten/kota/kecamatan/kelurahan/desa, yang memilih dan menggantungkan sepak bola untuk "hidup", bisa dibentuk ratusan timnas sepak bola Indonesia.Â
Namun, karena timnas hanya ada satu, maka pemain yang sama-sama layak masuk timnas pun tetap saja tak dapat menembus gerbong timnas yang kuotanya terbatas sesuai regulasi induk organisasi, baik FIFA, AFC, atau AFF.Â