"Kita bertiga ini, bukan penyembah pohon, Kangmas. Kita hanya sedang merayakan, dan mengenang perannya untuk kehidupan anak cucu kita,"
Kataku.Â
Saat kuusap lengan kanan atasnya, kulihat lengan Prabangkara masih terbebat kain katun berisi ramuan akar-akar pohon dan dedauan. Aku mengenali luka itu. Aku yang membebatnya. Satya yang meracik ramuannya. Aku menjagainya saat ia demam tinggi.Â
Sekarang bertiga kami di sini. Prabangkara sudah beranjak membaik kesehatannya.
Terima kasih, Kakangmbok Wit Witan. Begitu gumam lirihku pada Si Pohon Nagasari.
Kramat Pela & Makassar, 2019 & 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H