Sapaan itu menghentikan semua adegan tentang R.M. Sosrokartono dan R.A. Kartini.
Honesty menyerahkan setumpuk pakaian padaku yang masih sedikit terbengong. Warnanya kuning berkombinasi merah. Sehelai kain, sebuah baju, selendang bermotif ragam hias Nias, dan tas kecil warna merah kuning.
"Ga'agu akan dibantu Ina Elsa mengenakan baju adat ini. Pilih mahkotanya yang pas dengan kepala Ga'agu ya. Saya akan menunggu di luar."
Hujan telah reda. Menyisakan pemandangan eksotis rumah-rumah adat dengan nuansa halimun di sisi Timur. Dalam balutan halimun, batu lompat Nias setinggi 2 meter ini masih tampak gagah. Jalan lebar yang memanjang dari Barat ke Timur terlihat kelam. Di kiri kanan jalan selebar 15 m itu berdiri rumah-rumah adat yang jarak antar rumahnya nyaris tidak ada. Batu-batu di jalan lebar itu basah dan terlihat semakin hitam.Â
Sebuah rumah paling besar berada di sisi Selatan, menghadap ke Selatan. Ini adalah rumah Sang Raja. Hanya Raja yang boleh memasang ornamen naga untuk rumahnya. Batu lompat berada di sisi sebelah Barat rumah Raja. Saya memilih posisi di dekat Batu Lompat untuk diabadikan gambar oleh Honesty. Suatu saat nanti, bila sempat ke sini lagi atraksi lompat batu akan menjadi pilihan saya menghabiskan liburan, dan bukan untuk kali ini.
* Bahasa Jawa, artinya: "Ke sini, Ni. Abang punya mainan"
** Bahasa Jawa, artinya: "Wayang kulit ini namanya Dewi Srikandi. Ksatria wanita hebat tiada tandingan"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H