Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Freelancer - Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Ngobrol Sore dengan Arbain Rambey

17 Oktober 2015   11:04 Diperbarui: 21 Oktober 2015   17:32 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Obrolan pembuka saya dengan Pak Arbain adalah tentang dua kota ini. Ternyata saat saya Senin-Selasa berada di Solo (Surakarta) untuk tugas kantor, Pak Arbain juga sedang berada di kota itu untuk sebuah keperluan. Karena tidak dapat tiket balik ke Jakarta dari Adi Sumarmo, maka Pak Arbain terpaksa harus ke Yogyakarta by taxi demi mendapatkan flight ke Jakarta. Turut dalam kirab 1 Suro dengan Kyai Slamet adalah hal yang dilakukan Pak Arbain selama berada di Surakarta (hasil jepretannya sudah tayang di instagram @arbainrambey).

 

Lumpia dan Tahu Goreng, cemilan kami sambil menunggu rekan-rekan satu tim yang bergabung menyusul belakangan menjadi ice breaking obrolan kami. Termasuk cincin batu akik dengan iketan Bali yang mengantarkan cerita tentang sudah menurunnya trend bebatuan hingga rusaknya ekosistem karena banyaknya orang yang terus dan terus menggali batu untuk ditranformasi menjadi asesoris kebanyakan kaum pria ini.

 

Rahasia Foto Jurnalistik

Karena Pak Arbain ini pakarnya Foto Jurnalistik, dan dalam skala kecil-mungil bidang kerja kami adalah juga menampilkan foto-foto jurnalistik lingkup kantor di berbagai media publikasi internal dan eksternal, maka pertanyaan pertama yang mencuat adalah tentang bagaimana dapat foto bagus dan foto ‘yang berbicara’.

 

Ternyata rahasianya sangat sederhana, yaitu: foto jurnalistik itu harus sudah ‘jadi’ sebelum pemotretan. Hmmmm… Sepertinya sederhana. Tapi, sesederhana itukah? Ternyata konsekuensi kalimat ini cukup panjang. Yaitu, (1) fotografer harus mengetahui dan mengerti foto seperti apa yang dihasilkannya nanti. Pak Arbain menyontohkan bahkan ia meminta fotografer yang dibimbingnya untuk membuat sketsa foto yang akan dihasilkannya; (2) fotografer oleh karenanya, harus mengetahui terlebih dahulu rundown acara, detil lokasi (bila perlu, datang duluan ke venue untuk bisa membayangkan situasi); (3) Fotografer harus tahu siapa saja yang akan ada di acara; (4) Fotografer harus berani ‘mengatur’ objek-objek foto yang biasanya adalah tokoh-tokoh dengan jabatan yang tinggi, termasuk meminta mereka untuk freeze (tidak bergerak mempertahankan posisi yang dikehendaki) selama beberapa saat supaya momentum terbaik terabadikan.

  

Fotografi itu …..

Pak Arbain mengungkapkan bahwa memahami fotografi tingkat terendah adalah memahami teknik. Sedangkan pemahaman tertinggi adalah pemahaman tentang ‘isi’. Di antara dua pemahaman tersebut, ada pemahaman tingkat menengah yaitu memahami soal komposisi, angle pemotretan dan momentum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun