Mohon tunggu...
Dwisiwi Hardani Parahita
Dwisiwi Hardani Parahita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Seorang santri di Pondok Pesantren Al-Fattah Krapyak Kartasura dan mahasiswi Prodi Pendidikan Agama Islam di UIN Raden Mas Said Surakarta yang memiliki hobi membaca,traveling,olahraga,dan foto serta menyukai senja dan laut

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nasikh Mansukh dalam Al-Qur'an

3 Desember 2023   13:15 Diperbarui: 7 Desember 2023   14:44 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Hai, perkenalkan nama saya Dwisiwi Hardani Parahita saya adalah seorang santri di salah satu pondok pesantren Al-Fattah Krapyak Kartasura Sukoharjo dan seorang mahasiswi program studi pendidikan agama islam semester 1 di UIN Raden Mas Said Surakarta, ini adalah tugas UAS mata kuliah Al-Qur'an pertama saya untuk membuat artikel dan jika ada salah kata dalam pengetikan saya memohon maaf yang sebesar-besar nya....

Happy reading and happy enjoy

Memahami tentang Nasikh dan Mansukh

Allah SWT menurunkan Al-Qur’an kepada Rasul/Nabi Muhammad SAW sebagai kitab suci umat Islam, Al-Qur’an dijadikan sebagai pedoman hidup umat Islam, digunakan sebagai sumber utama dalam kehidupan dunia dan akhirat karena mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, Ilmu pengetahuan, kisah-kisah, aturan tingkah laku dan tata cara hidup manusia, baik sebagai makhluk individu ataupun sebagai makhluk sosial, sehingga mencapai kehidupan berbahagia di dunia dan di akhirat. Sebagai pedoman hidup bukan hanya tahu dan paham tentang isi dari kandungan namun juga pada pengetahuan dan pemahaman cara mengkaji Al-Qur’an tersebut.

Untuk membantu umat Muslim dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan benar perlu pemahaman terhadap Nasikh dan Mansukh. Sehingga umat Muslim dapat meraih pemahaman yang lebih utuh dan konsisten terhadap ajaran Al-Qur'an.

Artikel ini akan menjelaskan secara singkat apa itu Nasikh dan Mansukh, dengan harapan membantu pembaca memahami konsep Nasikh dan Mansukh dengan lebih baik.  

A. Pengertian Nasikh dan Mansukh

1. Makna Nasikh dan ruang lingkupnya

Allah berfirman yang artinya : “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?” 

(Al-Baqarah [2]: 106).

Pengertian Naskh secara bahasa di antaranya berarti “Izalatu al-syay’I waa’damuhu” (menghilangkan sesuatu dan mentiadakannya), yang berarti “Naqlu al syay’I” (memindahkan dan menyalin sesuatu), berarti “Tabdil” (penggantian), berarti “Tahwil” (pengalihan).

Sedangkan secara istilah Naskh dapat diartikan : mengangkat (mengahapus) hukum syara’ dengan dalil/khithab syara’ yang lain”. Maksud mengangkat hukum syara’ adalah terutusnya kaitab hukum yang Mansukh dengan perbuatan mukallaf.

Kata naskh merupakan maṣdar dari kata nasakha, yang secara harfiyah berarti: menghapus, memindahkan, mengganti, atau mengubah. Dari kata nasakha terbentuk kata nāsikh dan mansūkh. Secara etimologi, nāsikh berarti yang menghapus, yang mengganti atau yang mengubah.Sedangkan mansūkh berarti yang dihapus, yang digantikan atau yang diubah.2

Adapun pengertian mansukh menurut bahasa berarti sesuatu yang dihapus/dihilangkan/dipindah ataupun disalin/dinukil. Menurut istilah para ulama’, mansukh ialah hukum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang pertama, yang belum diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil syara’ baru yang datang kemudian. Jelasnya, dalam mansukh itu adalah berupa ketentuan hukum syara’ pertama yang telah diubah dan diganti dengan yang baru, karena adanya situasi dan kondisi yang menghendaki perubahan dan penggantian hukum.

      

Berdasar dari pengertian tersebut di atas ada beberapa kesimpulan yakni :

  • Dipastikan Naskh apabila ada 2 (dua) hal yaitu Naskh dan Mansukh
  • Naskh harus turun belakangan dari Mansukh
  • Menilai suatu ayat sebagai penaskh dan yang dinaskhkan apabilan ayat-ayat kontradiktif itu tidak dapat dikompromikan dan diamalkan secara bersama sedangkan syarat kontradiksi;adanya persamaan subjek, objek, waktu dan lain-lain.
  • Al-Nasikh pada hakikatnya adalah Allah, kadang-kadang dimaksud juga dengan ayat yang menasikh Mansukh. Sedangkan Mansukh hukum yang diangkat atau dihapus.

           Dari definisi tersebut di atas dijelaskan bahwa komponen Naskh terdiri dari; adanya pernyataan yang menunjukan terjadi pembatalan hukum yang telah ada, harus ada naskh harus ada Mansukh dan harus ada yang dibebani hukum atasnya. Dalam naskh diperlukan syarat yaitu hukum yang Mansukh adalah hukum syara’, dalil pengahpusan hukum tersebut adalah kitab syar’i yang datang kemudian dari kitab yang dimansukh, dan kitab yang dihapus atau diangkat hukumnya tidak terikat atau dibatasi dengan waktu tertentu.

          Berpedoman dari keterangan di atas, tentu syarat-syarat tersebut akan dihubungkan langsung dengan hal-hal mengalami Naskh, sehingga dalam hal ini akan dijelaskan beberapa hal yang mengalami Naskh. Naskh hanya terjadi pada perintah (amr) dan larangan (nahy), baik yang diungkapkan dengan tegas dan jelas maupun yang diungkapkan dengan kalimat berita yang bermaksud perintah atau larangan, selama tidak terhubung dengan akidah zat Allah dan sifat-sifat Allah, kitab-kitab Allah, pada rasul, hari kiamat, dan juga tidak terkait dengan etika atau akhlak atau dengan pokok-pokok ibadah dan muamalat.

          Al-Zarqani berpendapat tentang “Definisi Naskh adalah mengangkat hukum syara’ dengan dalil hukum syara’. Yang memberi kesan bahwa Naskh hanya terjadi pada hukum-hukum yang berhubungan dengan furu’ ibadah dan muamalat menurut orang-orang yang mengakui Naskh. Adapun yang berkaitan dengan akidah, dasar-dasar akhlak dan etika, pokok-pokok ibadah dan muamalat dan berita-berita mahdhah, maka menurut jumhur ulama tidak terjadi naskh padanya”.

2. Syarat Berlakunya Nasikh

Adapun Al-Zarqāni dalam kitab Manahilu al 'Irfan fi Ulumi al Qur'an menjelaskan syarat berlakunya 

nasikh mansukh adalah sebagai berikut:

  • Hukum yang mansūkh (dihapus) adalah hukum syari’at bukan hukum yang berlaku abadi, seperti hukum aqidah;
  • Dalil yang menasakh (menghapus) adalah dalil syar’i bukan dalil aqli (akal);
  • Dalil yang menasakh (menghapus) datang setelah dalil hukum yang dihapus (tidak datang secara bersamaan);
  • Antara dalil yang menasakh ( menghapus ) dan yang mansukh (dihapus) terdapat pertentangan yang tidak dapat dikompromikan.

3. Pembagian dan macam-macam naskh dalam Al-Qur’an

Berdasarkan jenisnya Naskh terbagi ke dalam 3 bagian:

  • Naskh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an.

Para ulama yang mengakui adanya naskh telah sepakat adanya naskh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an dan itupun telah terjadi menurut mereka. Salah satu contohnya ayat ‘iddah satu tahun di-naskhan dengan ‘iddah 4 bulan 10 hari

  • Naskh Al-Qur’an dengan Sunnah.

Naskh yang macam ini terbagi menjadi dua. Pertama naskh Al-Qur’an dengan hadits ahad. Jumhur ulama berpendapat, hadits ahad tidak bisa menaskhan Al-Qur’an karena Al-Qur’an adalah naskh yang mutawatir, menunjukan keyakinan tanpa ada praduga atau dugaan padanya, sedangkan hadist ahad adalah naskh yang bersifat zhanni dan tidak sah pula menghapus suatu yang sudah diketahui dengan suatu yang sifat dugaan/diduga.

  • Naskh sunnah dengan al-Qur’an.

Jumhur ulama membolehkan naskh seperti ini, salahsatu contohnya adalah menghadap ke Baitul maqdis yang ditetapkan oleh sunnah, kemudian ketetapan ini di nashkan oleh Al-Qur’an.

  • Naskh sunnah dengan sunnah

Sunnah macam ini terbagi pada empat macam, yaitu : Naskh sunnah mutawatir dengan sunnah mutawatir, Naskh sunnah ahad dengan sunnah ahad, naskh sunnah ahad dengan sunnah mutawatir, dan Naskh mutawatir dengan sunnah ahad.

4. Cara Mengetahui Nasikh dan Mansukh

Untuk mengetahui nasikh dan mansukh, al-Zarqāni menjelaskan beberapa cara sebagai berikut:

  • Harus ada keterangan di antara dua dalil yang menunjukkan ketentuan dalil yang datang kemudian
  • Harus ada ijma' ulama yang menentukan mana dalil yang datang lebih dahulu dan dalil yang datang kemudian.
  • Harus ada keterangan yang sah yang menjelaskan dalil mana yang datang lebih dahulu
    dan yang datang kemudian. Keterangan ini harus bersumber dari data yang valid, seperti
    riwayat sahabat yang mengatakan “ayat ini diturunkan sebelum ayat ini” atau “ayat ini
    diturunkan setelah ayat itu,” atau dengan redaksi lain yang menjelaskan waktu turun
    ayat.

5. Hikmah Adanya Nāsikh Mansūkh

Beberapa hikmah adanya nāsikh mansūkh adalah sebagai berikut:

  • Meneguhkan keyakinan bahwa Allah Swt. tidak akan terikat dengan ketentuan-ketentuan yang sesuai dengan logika manusia. Allah Swt. telah menunjukkan bahwa kehendak-Nyalah yang akan terjadi, bukan kehendak manusia. Sehingga diharapkan dari keberadaan nāsikh dan mansūkh ini akan mampu meningkatkan keimanan kita kepada Allah Swt, bahwa Dia-lah yang Maha menentukan.
  • Kita semakin yakin bahwa Allah Maha Bijak, Maha Kasih, Maha Sayang, karena memang pada kenyataannya hukum-hukum nāsikh dan mansūkh tersebut semuanya untuk kemaslahatan dan kebaikan manusia.
  • Mengetahui proses tasyri’ (penetapan dan penerapan hukum) Islam dan untuk menelusuri tujuan ajaran, serta ‘illatul ḥukmi (alasan ditetapkannya suatu hukum).
  • Mengetahui perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan kondisi umat Islam.
  • Cobaan dan ujian bagi seorang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak.
  • Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika naskh itu beralih ke hal yang lebih berat maka di dalamnya terdapat tambahan pahala, dan jika beralih ke hal yang lebih ringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.

Pemahaman terhadap Nasikh dan Mansukh penting karena membantu umat muslim dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan benar. Konsep ini memberikan kerangka kerja untuk menyatukan ayat-ayat yang mungkin tampak bertentangan atau kontradiktif. Dengan memahami bahwa beberapa ayat atau hukum bisa digantikan oleh yang lain, umat Muslim dapat meraih pemahaman yang lebih utuh dan konsisten terhadap ajaran Al-Qur'an.

Dalam mengkaji Al-Qur'an, konsep Nasikh dan Mansukh membantu umat Muslim untuk mengatasi potensi pertentangan antar-ayat. Melalui pemahaman yang cermat terhadap konteks sejarah dan sosial, umat Muslim dapat mendekati Al-Qur'an dengan lebih baik, menjaga integritas dan relevansinya dalam setiap zaman. Oleh karena itu, pemahaman yang baik terhadap Nasikh dan Mansukh adalah kunci untuk menggali kekayaan dan kedalaman ajaran Al-Qur'an.

Pentingnya mempelajari nasikh dan mansukh adalah untuk mengetahui proses tasyri’ (penetapan dan penerapan hukum) Islam dan untuk menelusuri tujuan ajaran, serta illat hukum (alasan ditetapkannya suatu hukum).

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Daftar referensi:

Abrogasi dalam Alquran: Studi Nasikh dan Mansukh Abdul Rahman Malik (https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jsq/article/view/3827)

https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39371/1/MOHAMMAD%20ARIF%20APRIAN%20-%20FUF.pdf

Jurnal Studi Al-Qur’an; Vol. 12, No. 1 , Tahun. 2016 Membangun Tradisi Berfikir Qur’ani doi.org/10.21009/JSQ.012.1.05

Pandangan Abdullah Saeed Pada Konsep Nasikh Mansukh, Aavi Lailaa Kholily, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Yusuf, M. Studi Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, 2010

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun