3. Pembagian dan macam-macam naskh dalam Al-Qur’an
Berdasarkan jenisnya Naskh terbagi ke dalam 3 bagian:
- Naskh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an.
Para ulama yang mengakui adanya naskh telah sepakat adanya naskh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an dan itupun telah terjadi menurut mereka. Salah satu contohnya ayat ‘iddah satu tahun di-naskhan dengan ‘iddah 4 bulan 10 hari
- Naskh Al-Qur’an dengan Sunnah.
Naskh yang macam ini terbagi menjadi dua. Pertama naskh Al-Qur’an dengan hadits ahad. Jumhur ulama berpendapat, hadits ahad tidak bisa menaskhan Al-Qur’an karena Al-Qur’an adalah naskh yang mutawatir, menunjukan keyakinan tanpa ada praduga atau dugaan padanya, sedangkan hadist ahad adalah naskh yang bersifat zhanni dan tidak sah pula menghapus suatu yang sudah diketahui dengan suatu yang sifat dugaan/diduga.
- Naskh sunnah dengan al-Qur’an.
Jumhur ulama membolehkan naskh seperti ini, salahsatu contohnya adalah menghadap ke Baitul maqdis yang ditetapkan oleh sunnah, kemudian ketetapan ini di nashkan oleh Al-Qur’an.
- Naskh sunnah dengan sunnah
Sunnah macam ini terbagi pada empat macam, yaitu : Naskh sunnah mutawatir dengan sunnah mutawatir, Naskh sunnah ahad dengan sunnah ahad, naskh sunnah ahad dengan sunnah mutawatir, dan Naskh mutawatir dengan sunnah ahad.
4. Cara Mengetahui Nasikh dan Mansukh
Untuk mengetahui nasikh dan mansukh, al-Zarqāni menjelaskan beberapa cara sebagai berikut:
- Harus ada keterangan di antara dua dalil yang menunjukkan ketentuan dalil yang datang kemudian
- Harus ada ijma' ulama yang menentukan mana dalil yang datang lebih dahulu dan dalil yang datang kemudian.
- Harus ada keterangan yang sah yang menjelaskan dalil mana yang datang lebih dahulu
dan yang datang kemudian. Keterangan ini harus bersumber dari data yang valid, seperti
riwayat sahabat yang mengatakan “ayat ini diturunkan sebelum ayat ini” atau “ayat ini
diturunkan setelah ayat itu,” atau dengan redaksi lain yang menjelaskan waktu turun
ayat.
5. Hikmah Adanya Nāsikh Mansūkh
Beberapa hikmah adanya nāsikh mansūkh adalah sebagai berikut:
- Meneguhkan keyakinan bahwa Allah Swt. tidak akan terikat dengan ketentuan-ketentuan yang sesuai dengan logika manusia. Allah Swt. telah menunjukkan bahwa kehendak-Nyalah yang akan terjadi, bukan kehendak manusia. Sehingga diharapkan dari keberadaan nāsikh dan mansūkh ini akan mampu meningkatkan keimanan kita kepada Allah Swt, bahwa Dia-lah yang Maha menentukan.
- Kita semakin yakin bahwa Allah Maha Bijak, Maha Kasih, Maha Sayang, karena memang pada kenyataannya hukum-hukum nāsikh dan mansūkh tersebut semuanya untuk kemaslahatan dan kebaikan manusia.
- Mengetahui proses tasyri’ (penetapan dan penerapan hukum) Islam dan untuk menelusuri tujuan ajaran, serta ‘illatul ḥukmi (alasan ditetapkannya suatu hukum).
- Mengetahui perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan kondisi umat Islam.
- Cobaan dan ujian bagi seorang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak.
- Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika naskh itu beralih ke hal yang lebih berat maka di dalamnya terdapat tambahan pahala, dan jika beralih ke hal yang lebih ringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.
Pemahaman terhadap Nasikh dan Mansukh penting karena membantu umat muslim dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan benar. Konsep ini memberikan kerangka kerja untuk menyatukan ayat-ayat yang mungkin tampak bertentangan atau kontradiktif. Dengan memahami bahwa beberapa ayat atau hukum bisa digantikan oleh yang lain, umat Muslim dapat meraih pemahaman yang lebih utuh dan konsisten terhadap ajaran Al-Qur'an.