1. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?
Dalam proses pengambilan keputusan seorang pemimpin harus menjadi seorang teladan seperti salah satu bunyi pratap triloka KHD yaitu Ing Ngarso Sung Tuladha. Keputusan yang dipimpin oleh seorang pemimpin harus bijaksana dan berpihak pada murid. Pratap triloka kedua yaitu ing madya mangun karso yang memiliki makna bahwa seorang pemimpin harus memberi semangat. Dalam pengambilan keputusan, seorang pemimpin harus tetap mengedepankan semangat atau motivasi untuk menuntun anak. Jadi, dengan seperti itu keputusan yang diambil akan bijaksana. Pratap triloka yang terakhir adalah Tut Wuri Handayani yang memiliki makna bahwa dalam pengambilan keputusan hasil yang diputuskan tepat dan bijaksana, sehingga filosofi KHD yaitu menuntun anak mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang seting-tingginya dapat terwujud.
2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita sangat mempengaruhi prinsip-prinsip yang kita junjung saat mengambil keputusan. Keyakinan, moral, dan standar etika yang kita pegang teguh berfungsi sebagai kompas yang memandu pilihan kita. Saat dihadapkan pada keputusan, nilai-nilai internal ini membentuk prioritas, preferensi, dan kriteria yang kita gunakan untuk mengevaluasi pilihan. Misalnya, jika kejujuran adalah nilai inti, kita cenderung memprioritaskan transparansi dan kebenaran dalam keputusan kita. Demikian pula, jika empati adalah nilai utama, kita mungkin akan memilih pilihan yang mempertimbangkan kesejahteraan dan perasaan orang lain. Intinya, nilai-nilai kita bertindak sebagai filter yang melaluinya kita menilai implikasi etika, sosial, dan pribadi dari keputusan kita. Prinsip-prinsip tersebut berfungsi sebagai landasan di mana kita membangun prinsip-prinsip kita, memastikan bahwa pilihan-pilihan kita sejalan dengan keyakinan inti yang mendefinisikan siapa kita sebagai individu.
3. Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.
Pokok bahasan pengambilan keputusan sangat erat kaitannya dengan pembinaan atau bimbingan yang diberikan oleh mentor atau fasilitator dalam perjalanan pembelajaran kita, khususnya pada saat mengevaluasi keputusan yang telah kita ambil. Proses pembinaan memainkan peran penting dalam membantu kita menilai efektivitas pengambilan keputusan. Pelatih dapat memberikan wawasan berharga, mengajukan pertanyaan menyelidik, dan memberikan umpan balik konstruktif, yang mendorong kita untuk mengevaluasi secara kritis keputusan yang telah kita ambil. Hal ini membantu kita merenungkan apakah keputusan kita selaras dengan tujuan, nilai, dan aspirasi jangka panjang kita. Selain itu, sesi pelatihan berfungsi sebagai platform untuk mengatasi keraguan atau pertanyaan yang mungkin kita miliki mengenai keputusan kita. Dengan terlibat dalam proses reflektif ini, kita dapat menyempurnakan keterampilan pengambilan keputusan dan membuat pilihan yang lebih tepat di masa depan. Oleh karena itu, pembinaan bertindak sebagai alat yang mendukung dan mendidik yang melengkapi perjalanan pengembangan diri kita dan memastikan bahwa keputusan kita dipertimbangkan dengan baik dan selaras dengan pertumbuhan pribadi dan profesional kita.
4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?
Kemampuan seorang guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial-emosionalnya dapat mempengaruhi pengambilan keputusan secara signifikan, terutama ketika menghadapi dilema etika. Pendidik yang memiliki kecerdasan sosial dan emosional yang kuat lebih siap untuk menghadapi permasalahan moral yang kompleks dalam konteks pendidikan. Keterampilan ini memungkinkan mereka untuk berempati dengan sudut pandang dan emosi siswa, sehingga menciptakan lingkungan kelas yang suportif dan inklusif. Ketika dilema etika muncul, guru dengan kesadaran sosial-emosional yang tinggi cenderung mempertimbangkan dampak emosional dari keputusan mereka terhadap siswa, sehingga dapat menghasilkan resolusi yang lebih bijaksana dan penuh kasih sayang. Selain itu, guru seperti ini lebih baik dalam membangun hubungan positif dengan siswanya, yang dapat membuka saluran komunikasi untuk berdiskusi dan mengatasi permasalahan etika yang muncul. Intinya, kompetensi sosial dan emosional seorang guru memainkan peran penting dalam mendorong pengambilan keputusan etis dalam pendidikan, membina lingkungan belajar yang lebih harmonis dan membina bagi semua.
5. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?
Pembahasan studi kasus yang berpusat pada permasalahan moral atau etika dalam pendidikan selalu bermuara kembali pada nilai-nilai inti yang dianut oleh seorang pendidik. Dalam pertimbangan seperti itu, pendidik didorong untuk melakukan introspeksi, merefleksikan nilai-nilai pribadi mereka dan prinsip-prinsip yang memandu tindakan mereka di kelas. Nilai-nilai yang dipegang teguh ini berfungsi sebagai pedoman moral ketika menghadapi situasi yang rumit secara etika. Keputusan etis seorang guru sering kali dibentuk oleh dedikasinya dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman, adil, dan kondusif bagi pertumbuhan. Selain itu, sikap etis pendidik dipengaruhi oleh kode etik masyarakat dan profesional yang lebih luas, yang menggarisbawahi pentingnya keadilan, kejujuran, dan rasa hormat dalam lingkungan pendidikan. Diskusi ini berfungsi untuk meningkatkan kesadaran diri dan memperdalam pemahaman tentang tanggung jawab etis dan kewajiban intrinsik profesi guru. Pada akhirnya, pengujian dilema moral atau etika dalam pendidikan membantu para pendidik menegaskan kembali komitmen mereka terhadap nilai-nilai ini, memastikan bahwa praktik pengajaran mereka tetap selaras dengan prinsip-prinsip yang mereka junjung tinggi.
6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman?
Pengambilan keputusan yang tepat merupakan hal yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Ketika individu, baik dalam peran kepemimpinan atau sebagai bagian dari kelompok, secara konsisten membuat pilihan yang dipertimbangkan dengan baik, efek riaknya adalah suasana yang harmonis dan membina. Keputusan-keputusan tersebut memprioritaskan kesejahteraan dan kebutuhan seluruh pemangku kepentingan, serta memupuk kepercayaan dan kerja sama. Dalam lingkungan pendidikan, misalnya, ketika pendidik, administrator, dan pembuat kebijakan membuat keputusan yang bijaksana, hal ini akan menghasilkan ruang kelas dan sekolah di mana siswa merasa aman, dihormati, dan termotivasi untuk belajar. Dalam konteks yang lebih luas, prinsip ini meluas ke berbagai organisasi dan bahkan komunitas, di mana pengambilan keputusan yang tepat akan mendorong budaya inklusivitas, keadilan, dan pertumbuhan kolektif. Pada dasarnya, kemampuan untuk membuat keputusan yang terinformasi dan etis memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan dan pemeliharaan lingkungan yang tidak hanya positif tetapi juga mendukung dan memperkaya semua orang yang terlibat.
7. Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?
Sebagaimana saya sendiri sadari, bahwa sebelumnya saya tidak mengenal yang namanya dilema etika, bujukan moral, prinsip pengambilan keputusan, paradigma pengambilan keputusan, serta 9 langkah pengambilan keputusan, dan lain sebagainya. Meskipun mungkin secara tidak saya sadari pernah melakukannya. Tantangan-tantangan yang saya alami untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika adalah adanya perbedaan pandangan/paradigma. Perbedaan cara pandang/paradigma inilah yang kerap menjadikan tantangan tersendiri. Hal tersebut berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan yang dianut sehingga sulit untuk mencapai kesepakatan. Karena sulitnya mencapai kesepakatan, mengakibatkan pengambilan keputusan sedikit membutuhkan waktu yang lama.
8. Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?
Keputusan yang kita ambil dalam mengajar mempunyai pengaruh besar dalam memberdayakan siswa kita. Mereka berperan penting dalam membentuk lingkungan belajar yang tidak hanya menyebarkan pengetahuan tetapi juga menumbuhkan kemandirian dan pemberdayaan di kalangan siswa. Untuk menentukan pendekatan yang tepat bagi beragam potensi siswa, penting untuk menerapkan pendekatan yang berpusat pada siswa. Hal ini melibatkan pengakuan dan penghormatan terhadap kekuatan unik, gaya belajar, dan kebutuhan setiap siswa. Dengan menyesuaikan metode pengajaran kami untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan ini, kami dapat memberikan peluang bagi semua siswa untuk berkembang. Pengambilan keputusan yang efektif dalam pengajaran juga melibatkan peningkatan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan di kalangan siswa kami. Kami bertujuan untuk membimbing mereka dalam membuat pilihan yang tepat dan mengambil kepemilikan atas perjalanan belajar mereka sendiri. Pada akhirnya, keputusan yang kita ambil sebagai pendidik harus mendorong otonomi, rasa percaya diri, dan rasa memiliki hak pilihan di kalangan siswa, mempersiapkan mereka tidak hanya untuk mencapai kesuksesan akademis namun juga untuk masa depan di mana mereka dapat membuat keputusan yang tepat dalam berbagai aspek kehidupan mereka.
9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?
Keputusan yang diambil seorang pemimpin (guru) tentu akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan atau masa depan murid-muridnya, terlebih lagi apabila keputusan-keputusan yang diambil itu dibuat berdasarkan atas asas keberpihakan kepada murid, berlandaskan nilai-nilai kebajikan dan dapat dipertanggung jawabkan. Salah satu paradigma dalam pengambilan keputusan adalah apakah keputusan yang diambil memiliki dampak jangka pendek atau jangka panjang. Hal ini pun berkaitan dengan keputusan yang berhubungan dengan para murid. Maka dalam mengambil keputusan khususnya yang berhubungan dengan murid-murid, hendaknya tidak hanya memprioritaskan dampak jangka pendek saja, akan tetapi juga dampak jangka panjang yang berhubungan dengan masa depan para murid juga sangat perlu untuk dipertimbangkan.
10. Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?
Sebagai kesimpulan dari pembelajaran modul ini adalah bahwa dalam pengambilan sebuah keputusan maka harus berlandaskan kepada keberpihakan terhadap murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan, dan dapat dipertanggungjawabkan, dengan meng-include dan dijiwai sistem among, yaitu: Ing ngarsa sung tuladha, yang maknanya adalah, seorang guru menjadi teladan bagi muridnya. Ing madya mangun karsa yang maknanya, seorang guru harus mampu membangun kehendak baik dengan menjalin komunikasi yang baik dengan muridnya. Lalu, Tut wuri handayani, yaitu peran guru sebagai motor penggerak yang memotivasi serta mendorong muridnya berkembang sesuai potensinya.
Pengambilan keputusan yang dilandasi oleh nilai-nilai kebajikan universal akan memantapkan peran dari seorang guru dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai seorang pendidik. Ketika seorang guru mampu mengambil keputusan yang berpihak pada murid, mengandung nilai-nilai kebajikan serta dapat dipertanggungjawabkan, maka visi sebagai seorang guru penggerak untuk mewujudkan peserta didik yang memiliki profil pelajar pancasila dapat terwujud. Dan juga, pengambilan keputusan yang bijaksana, meskipun mungkin tidak akan memuaskan semua pihak, akan tetapi setidaknya akan mampu meminimalisir dampak negatif, sehingga pada akhirnya budaya positif akan terbentuk di lingkungan kita. Dan selanjutnya budaya positif akan menimbulkan harmonisasi hubungan dalam lingkungan sekolah.
Keterampilan mengambil keputusan sangat diperlukan, ketika pembelajaran itu harus berpusat pada murid. Strategi pembelajaran seperti apa yang diterapkan agar dapat mengakomodasi kebutuhan belajar murid tentu memerlukan identifikasi awal yang hasil identifikasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam membuat keputusan yang tepat. Pembelajaran berdiferensiasi dengan penerapan kompetensi sosial emosional sebagai salah satu jawaban yang perlu diterapkan agar dapat mengatasi keragaman potensi, minat dan kemampuan siswa dalam belajar.
Coaching akademik adalah sebuah kegiatan yang dapat menjadi pilihan dilakukan oleh seorang guru untuk menggali permasalahan, mengidentifikasi dan menemukan jalan keluarnya dari permasalahan yang sedang dihadapi. Pengambilan keputusan dapat lebih efektif jika sebelumnya dilakukan coaching, karena melalui serangkaian alur TIRTA pada coaching maka potensi-potensi dapat tergali dengan maksimal.
11. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?
Dalam pengambilan keputusan ada dua istilah yang sering digunakan yaitu dilema etika dan bujukan moral. Dilema etika yaitu pilihan sulit dari dua kasus yang sama sama bernilai benar dan terdapat nilai-nilai kebajikan, akan tetapi ada implikasi yang saling bertentangan, sedangkan bujukan moral yaitu pilihan sulit dari misalnya dua kasus yang satu salah dan satunya benar, akan tetapi ada implikasi yang rumit yang akan menyertainya. Dua jenis situasi inilah yang sering muncul dalam dinamika pengambilan keputusan. Pada kasus Dilema Etika terdapat 4 paradigma yang saling bertentangan dalam pengambilan sebuah keputusan, yakni paradigma Individu lawan masyarakat, paradigma kebenaran lawan kesetian, paradigma keadilan lawan rasa kasihan dan paradigma jangka pendek lawan jangka Panjang. Lalu, ada 3 prinsip mengambil keputusan, yaitu: berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis aturan, dan berpikir berbasis rasa peduli. Sedangkan dalam langkah-langkah pengambilan dan pengujian keputusan terdapat 9 tahapan, yaitu: mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan, menentukan siapa yang terlibat, mengumpulkan fakta-fakta yang relevan, pengujian benar atau salah (uji legal, uji regulias, uji intuisi, uji publikasi, uji panutan/idola), pengujian paradigma benar atau salah, prinsip pengambilan keputusan, investigasi tri lema, buat keputusan, dan meninjau kembali putusan serta refleksikan, apakah sudah betul-betul menghasilkan dampak positif yang diinginkan.
Lalu, hal-hal yang diluar dugaan, bahwa ternyata sebagai pemimpin dalam pembelajaran selama ini, dalam setiap pengambilan keputusan saya secara komprehensif belum sepenuhnya memahami prinsip dan paradigma pengambilan keputusan, serta belum menerapkan 9 langkah pengambilan keputusan. Akan tetapi kedepan saya berprinsip bahwa saya harus menerapkan ini semua.
12. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?
Sebelum belajar tentang modul ini, selama ini saya sudah beberapa kali berhadapan dengan situasi dilema etika, namun saya belum mengetahui mengenai bagaimana keterampilan pengambilan keputusan, harus berpihak kepada siapa, berdasarkan apa keputusan diambil, serta bisa atau tidak dipertanggungjawabkan. Perbedaan yang sangat jelas adalah ketika sebelum belajar modul ini saya belum memahami pengambilan keputusan berdasarkan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan.
13. Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?
Perubahan yang ditimbulkan sebagai implikasi dari saya mempelajari modul ini adalah bahwa saya telah memahami macam-macam hal ihwal mengenai pengambilan keputusan, khususnya terkait dilema etika dan bujukan moral, yang mana kita harus berpegang pada 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan sehingga keputusan yang dibuat benar-benar berpihak kepada murid, berlandaskan nilai-nilai kebajikan dan dapat dipertanggung jawabkan, serta minim resiko.
14. Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?
Materi Modul 3.1 ini sangat penting bagi saya terkait dengan profesi saya sebagai guru, baik sebagai individu maupun sebagai anggota warga sekolah. Karena keterampilan mengambil keputusan ini sangat menentukan kualitas dan efektifitas keputusan yang diambil, dan ini akan mendorong terciptanya harmonisasi dan keselarasan dalam lingkungan tempat saya berada, baik sebagai individu maupun sebagai seorang pemimpin pembelajaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H