Leon Festinger
Leon Festinger merupakan tokoh psikologi sosial diabad ke 20. Teorinya memberikan kontribusi terhadap psikologi sosial. Teori terkenalnya adalah disonansi kognitif. Dengan teori tersebut, Leon Festinger mejadi tokoh psikologi kelima yang banyak dikutip abad ke 20.
Pada 1945, Festinger bergabung dengan Kurt Lewin Group Dynamics Research Center di Massachusetts Institute of Technology (MIT) sebagai asisten professor. Disinilah Festinger mulai meneliti tentang komunikasi sosial. Pada tahun 1955 pindah bekerja ke Universitas Stanford. Pada masa ini, Festinger menulis karyanya yaitu disonansi kognitif dan perbandingan sosial. Kedua teorinya memberikan kontribusi yang besar untuk psikologi sosial pada masa itu.
Karena teori tersebut membawa dirinya ke puncak karir, dirinya dianugerahi Penghargaan kontribusi ilmiah terhormat dari American Psychological Association.
Karya seorang Festinger yang terkenal salah satunya adalah buku berjudul “A Theory of Cognitive Dissonance” yang terbit pada tahun 1962 merupakan karya buku dengan teori yang terkenal, buku ini berisi Teori disonansi kognitif Leon Festinger telah dikenal luas karena konsep-konsepnya yang penting dan berpengaruh dalam bidang motivasi dan psikologi sosial. Teori disonansi di sini diterapkan pada masalah mengapa imbalan parsial, keterlambatan imbalan, dan pengeluaran upaya selama pelatihan mengakibatkan peningkatan resistensi terhadap kepunahan.
Apa itu teori disonansi kognitif?
Teori disonansi kognitif merupakan sebuah teori dalam psikologi sosial yang membahas mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang akibat sikap, pemikiran, dan perilaku yang saling bertentangan dan memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut.
Asumsi teori disonansi kognitif
Terdapat 4 asumsi yang mendasari teori ini, yaitu:
- Manusia ingin selalu konsisten dalam sikap, perilaku, dan keyakinan
Asumsi yang pertama adalah bahwa tiap individu selalu ingin memiliki sikap, perilaku, dan keyakinan yang sejalan. Sebab, dari keselarasan antara ketiga hal tersebutlah rasa nyaman dan nikmat akan timbul.
Sebaliknya, adanya inkonsistensi dalam sikap, perilaku, atau keyakinan seseorang akan menimbulkan ketidaknyamanan, dan ia akan selalu berusaha menghindarinya.
- Disonansi diciptakan karena inkonsistensi psikologis
- Dibanding keadaan logis, disonansi lebih merujuk pada keadaan psikologis yang dirasakan manusia karena adanya inkonsistensi.
- Disonansi adalah konflik yang mendorong individu untuk bertindak dengan dampak yang terukur
Asumsi yang ketiga menjelaskan bahwa ketika individu mengalami konflik karena adanya pertentangan antara sikap, perilaku, dan keyakinan, ia akan merasa tertekan.
Alhasil, hal tersebut mendorongnya untuk mengambil tindakan yang dapat diukur atau dinilai secara objektif oleh orang lain.
Misalnya begini, Ali meyakini bahwa merokok itu berbahaya. Sementara itu, ia sendiri merupakan perokok. Alhasil, timbul konflik pada dirinya yang membuatnya tidak nyaman.
Akhirnya, Ali melakukan tindakan untuk mengurangi disonansi kognitif tersebut, yaitu dengan berhenti merokok. Nah, berhenti merokok adalah suatu tindakan yang dapat diukur, dinilai, dan dilihat oleh orang lain.
- Disonansi membuat seseorang mencapai konsistensi
Asumsi terakhir adalah bahwa perasaan tidak nyaman yang diciptakan karena adanya disonansi membuat seseorang mengambil tindakan tertentu untuk mencapai konsistensi.
Misal dalam kasus sebelumnya, adanya perasaan tidak nyaman yang dialami Ali membuatnya mengambil tindakan, yaitu berhenti merokok.
Nah, tindakan berhenti merokok tersebut akhirnya bisa menyelaraskan antara keyakianan dan perilaku Ali yang sebelumnya tidak konsisten.
Contoh Disonansi Kognitif
Berikut beberapa contoh disonansi kognitif dalam kehidupan sehari-hari:
- Ingin hidup sehat tetapi jarang berolahraga atau mengonsumsi makanan sehat, hingga akhirnya merasa bersalah di kemudian hari
- Ingin menabung tetapi malah membelanjakan uang berlebihan, hingga menyesali keputusan tersebut saat memerlukan uang tambahan
- Punya banyak tugas namun malah menghabiskan waktu untuk menonton acara favorit.
Cara mengatasi dan mencegah Disonansi Kognitif
Daripada merasa bersalah dan menyesal di kemudian hari, berikut beberapa cara agar terhindar dari cognitive dissonance:
1. Mengubah Tindakan
Ubah tindakanmu agar sejalan dengan prinsip (yang bersifat positif). Bila tidak memungkinkan untuk sepenuhnya mengubah tindakan, paling tidak coba kompromi untuk hal-hal tertentu.
2. Pikir Ulang Prinsip
Kalau sering melakukan hal yang sebenarnya tak sejalan dengan keyakinan pribadi, coba pertimbangkan lagi seberapa penting prinsip tersebut. Mungkin nantinya akan muncul prinsip baru yang menciptakan tindakan yang lebih selaras dengan pemikiran kita.
3. Ubah Perspektif
Jika kamu tidak bisa atau tidak ingin mengubah perilaku atau keyakinan yang menyebabkan disonansi kognitif, maka coba lihat kondisi ini dari cara pandang yang menurutnya benar.
Misalnya, kamu tidak bisa beli barang branded yang diinginkan. Daripada menyalahkan diri sendiri, lebih baik maafkan diri dan tanamkan di pikiran kalau kamu sudah berusaha.
4. Konsultasi Psikolog
Kalau kamu merasa cognitive dissonance sangat mengganggu kehidupan sehari-hari hingga menyebabkan stres, jangan ragu untuk bertemu psikolog.
Refrensi
https://explorable.com/cognitive-dissonance-experiment
https://stories.briefer.id/2023/11/01/teori-disonasi-kognitif/
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Teori_disonansi_kognitif
https://www.logosconsulting.co.id/media/biografi-singkat-leon-festinger/
https://www.klikdokter.com/psikologi/kesehatan-mental/apa-itu-disonansi-kognitif
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H