Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Misteri Rumah Dinas Angker

19 Maret 2016   18:36 Diperbarui: 19 Maret 2016   18:40 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku mengajak Mi dengan membawa satu dos mie instant, kopi gula dan beras kerumahnya,
Waktu kita datang, ada tamu lain yang membawa satu kresek baju dan mie instan untuk pak Burhan.

Namanya pak Dullah, penjaga rumah sebelah rumah kami, aku segera mengenalkan diri

Ternyata maling itu amat meresahkan, yang paling di satroni adalah penghuni kompleks BRI di belakang hutan. Tidak boleh lena sedikit, apapun di embat, dari makanan, peralatan elektronik, sepeda dan pasti duit, perhiasan serta banyak yang lain

Bahkan terbentik berita juga ada preman baru, mencegat di jalan sepi, antara jalan raya dan jalan masuk ke kompleks BRI, membawa golok.

Korbannya sudah cukup banyak.
Jika di kejar masuk kehutan di belakang rumah yang masih begitu lebat.

” Orangnya apa sama dengan maling itu pak ?” aku tanya.

” Tidak bu, penodong itu rambutnya gimbal, kulit hitam. Saya pernah ngejar dengan orang kompleks, tapi dia masuk hutan. “ keduanya mengiyakan

“Kita tidak berani terus, hutannya masih lebat sekali. Ibu saja yang hati-hati jika siang hari, bapak dan pak Pardi kan di kantor” aku mengangguk, dan berterima kasih.

”Oh iya, pak Burhan dan pak Dullah pernah lihat hantu di rumah saya ya ?” aku tanya, mereka hampir bersamaan mengangguk dan bergidik.

:”Kalau malam Jum’at ada bau kemenyan, itu dipohon besar di belakang rumah ibu. Ada pocong dan kuntilanaknya, kadang dengar tertawa cekikikan. Pernah lihat ada yang bergelantungan di situ, saya lari jungkir-balik pulang kerumah” aku lihat pak Dullah dan pak Burhan bergidik.

” Ini saya mrinding kalau ingat bu, gak berani lewat situ lagi jika malam,  gawat, ngeri” setelah bincang sana-sini, aku dan Mi pamitan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun