Aku duduk ditempat tidurku, sambil kuminum sedikit demi sedikit es degannya.
“Dahulu yang ngeroyok kamu itu berapa orang ?” tanya Ria, aku ingat – ingat
“Dimukaku itu lima orang, terus dibelakang satu dan yang keluar dari pavilyun itu satu. Tujuh orang.” Ria memandangku tertegun.
“Dan kamu tetap bisa selamat tanpa luka dan cedera yang berarti – bahkan kulihat engkau tambah cantik saja … ckckck ..” dia geleng-geleng kepala.
“Pasti ada yang terjadi, tapi sengaja kamu lupakan ya ?” dia memandangku.
Aku menggeleng, tetapi sekilas rasanya kehidupan di Galuga seperti tergelar kembali.
Kumakan perlahan macaroni schotel itu , kukecap “ Enak sekali, mirip bikinan ibuku.” Kataku sambil bergumam
Ria memandangku, mengerutkan alisnya, berpikir , menarik nafas “Iya enak sekali “ katanya kemudian sambil tersenyum.
Diluar terdengar pintu pagar dibuka dan mobil masuk langsung ke belakang.
Aku duduk kembali dikursi meja tulis, Ria didepanku, kita seperti sedang asyik makan dan minum.
Terdengar langkah kaki dan ketokan dipintu, tante Kamti
“Ayuk maem yuk, ini tadi sekalian jemput Cantik. Wah, bikin macaroni schotel khas mbak Sri. . Pasti mbak Puteri sedang kangen dengan ibu ya ?”