“Masak apaan kamu, masak air ?” tanyaku, dia tertawa
Kemudian aku ditariknya kemeja tulis dan
“Sim-salabim- adakadabra …. cling, …taraaaa...” dia menunjukkan sebuah macaroni schotel yang menantang dimeja tulis, aku terbelalak, tapi kemudian tertawa.
“Kata mbak Murni resepnya dari ibumu, aku tadi dah nyomot dikit , uenak banget. Gatot juga sudah kusuruh beli degan, itu ada di kulkas, pasti udah dingin,…” dia mengeluarkan schal besar yang berisi serbat degan..
“Silahkan tuan Puteri mencicipinya.” Dan diapun cepat mengambil gelas dan mengisinya dengan es degan itu, dan diminumnya sendiri dengan segera.
“Ngambil sendiri puteri cantik, jangan jadi kolokan.”
“Terima kasih sahabatku yang centil, tapi sapa suruh kamu ribet kayak gini.”
Aku ngakak dan segera meniru aksinya, mengambil es degan sambil mengiris macaroni schotel yang masih anget itu.
Kusruput es degan itu, bukan main, manisnya pas, degannya juga sedang, mantap.
Dia menunjukkan dua jempolnya, aku tertawa dan mengangguk.