Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Darah Biru Yang Terluka (73)

12 April 2015   15:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:13 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14288286542053260385

[caption id="attachment_378078" align="aligncenter" width="546" caption="Sumber Gambar: hargabatuterbaru.blogspot.com"][/caption]

Bagian ke Tujuh Puluh Tiga :   LANGKAH   MEREBUT  CINTA

“Puteri, ..tunggu Nyai di taman istana ya. Yang lain disini saja semua.” Kuning memandangku, aku mengusap-usap jariku, dia mengangguk, mengerti.

Secepatnya aku ke taman istana, Gagak Lodra menyambutku terbang berputar, kemudian hinggap bertengger di pinggiran kursi panjang depan kolam.

Kubelai kepalanya dan dia menundukkan kepalanya sambil berceloceh pelan.
Sriti ada disarangnya, kemudian keluar dan hinggap juga di pinggiran yang lain, aku beri keduanya makanan yang sudah tersedia.

Kulihat Nyai Gandhes memasuki taman, kedua burung itupun menyongsong dan berputar-putar, kemudian hinggap dengan manis lagi.
Nyai Gandhes menyapa dan membelai kepala mereka, dan mereka seolah bercanda dengan manisnya.

Nyai Gandhes duduk di sebelahku sambil memberi makan ikan-ikan dikolam., yang berebut dan mengerumuni tangan Nyai.

“Engkau mau mengutarakan sesuatu Puteri ?” katanya, aku menyembah

Kuceriterakan bahwa tadi waktu aku menunjukkan Kumala-Biru pada Kuning, ternyata permata itu bersinar dengan pendar yang mentakjubkan.

Nyai Gandhes ingin melihat permata itu dan kutunjukkan pada beliau
Diperhatikan permata itu yang masih tetap berpendar, dipegangnya dengan kedua tangannya

“ Ada yang menyebar ilmu hitam di sekeliling istana , permata ini memberi kita tanda. Ini pusaka dari laut dalam, dia bisa menolak dan melindungi pemiliknya. ” Nyai Gandhes memandangku lagi.

“Aku tadi sudah memerintahkan untuk memberi pagar gaib pada seluruh istana ini. Kita tetap harus hati-hati, tidah boleh lengah sedikitpun. Mereka selalu mencari celah untuk mencelakai kita. Untungnya Puteri Mutiara sudah memberikan engkau pusaka2 itu.”

“Nyai, saya ingin permata ini saya berikan pada Puteri Kuning , juga Tiara Mawar-nya sesudah semua selesai. Saya sepertinya tidak memerlukan semua permata itu didunia saya.”

Nyai Gandhes memelukku “Iya engkau tidak memerlukan itu didunia-mu . ”

“Ada yang akan mendampingimu disana, orangnya juga amat baik dan mencintai engkau. Dia sampai sekarang tetap mencari engkau.”

“A-c-h-s-a-n ?” aku tanya tersendat, Nyai Gandhes mengangguk.
Tiba-tiba aku ingat Achsan, sahabatku, yang selalu ingin berada disampingku.
“Engkau sudah lama kenal dengan dia ya ?”

“Betul Nyai, sudah sejak sepuluh tahun yang lalu, kami sudah seperti saudara saja.” Kataku.
“Engkau amat mencintainya ?” aku tertunduk
“Selama dia mencintai saya, Nyai – saya juga akan selalu mencintai dia.”

Angin yang semilir, udara cukup sejuk nyaman dan awan merah muda diatas, membuat suasana menjadi rintih, aku menarik nafas.

“Ada lagi yang ingin engkau tanyakan ?” tanya Nyai Gandhes

“Permata ini akan saya berikan sekarang, Nyai. Rasanya saya hanya memerlukan Guntur Geni saja untuk melawan Baginda Kelana.”

“Pakai saja dahulu, jika nanti begitu engkau keluar dari Galuga, permata ini akan mencari aku, akan kuberikan pada Puteri Kuning.”

“Saya mohon pamit Nyai, saya berterima kasih atas segala kebaikan Nyai dan seluruh keluarga istana Galuga selama saya berada disini. Mohon di maafkan jika saya berbuat salah dan mengecewakan hati pada keluarga istana semua.”

“Terutama kepada pangeran Biru dan Puteri Kuning,…” tercekat rasanya hati ini mengucapkan kalimat itu.

“Perjalanan hidup setiap orang berbeda Puteri. Kebetulan engkau melintas disini, kita bersilang jalan, ada pertemuan, yang teramat indah. Tetapi disitu ada juga saling silang,  kesusahan, kesedihan, juga tangis dan canda gembira.”

“Kemudian pasti ada cinta yang teramat lembut dan manis tetapi kemudian ada juga perpisahan yang menyedihkan –tetapi itulah hidup, kita tetap harus menjalaninya dengan tabah, tegar dan bersemangat.” Kulihat mata Nyai Gandhes agak berkaca-kaca.

“Puteri, disana nanti engkau juga masih punya banyak masalah yang harus kauhadapi dengan tabah dan tegar.. Masalah yang kautinggalkan dahulu, akan terus berbuntut panjang. Engkau harus hati-hati, aku memang melihat banyak yang akan mendampingi engkau disana nantinya. Tetapi kulihat banyak juga yang kurang suka bahkan benci padamu, berhati-hati saja.”

“Terima kasih Nyai atas semuanya.” Kataku lirih.

Aku juga mengucapkan perpisahan pada Gagak Lodra dan Sriti, kuperhatikan sekali lagi kebun istana yang indah ini.

Kita segera kembali ke ruang depan istana, puteri Kuning segera menyambutku.
“Ada sesuatu yang bakal terjadi ?” tanya Kuning
“Ada yang menyebar ilmu hitam di sekeliling istana ini, kita harus hati-hati .”

Kuning menunjuk pada beberapa jawara sepuh yang sedang duduk bersila didepan serambi istana itu. Paman Dargo ada diantara merka juga paman Maruta. Mereka melakukan ritual dengan tenang dan hening.

“Kemana pangeran Biru ?” tanyaku
“Kebelakang istana melihat keadaan disana dengan kakang Narpati, dan beberapa panglima.”

Tampak dibawah, aku lihat mereka sudah kembali dan pangeran Biru langsung melaporkan semua kepada Nyai Gandhes.

Kemudian Pangeran Biru mengajakku ke taman bunga mawar, Puteri Kuning dan kakang Narpati mengikuti kita.

“Aku setuju pernikahan kita lakukan secara sederhana saja, ya Puteri. Aku tadi melihat rakyat kita yang masih kebingungan karena peperangan kita ini. Ada beberapa yang sakit, tadi kakang Narpati sudah memberikan pengarahan perawatannya.” Aku lihat kakang Narpati seperti termenung.

“Rasanya tidak enak jika kita bersenang-senang, sementara rakyat kita menderita.” Pangeran Biru memelukku

“Aku minta bantuanmu Puteri, untuk ikut memberikan kesejahteraan pada rakyat Galuga. Engkau adalah permaisuri Galuga, ibu dari negara kita ini.” aku mengangguk
“Kuharapkan Kuning dan kakang Narpati sementara di sini dahulu untuk membantu kita. Jika sudah beres semua, baru kalian ke Merbung.”

“Saya bersedia pangeran.” Kuning bersembah juga kakang Narpati.

Senapati Mayang datang dan menyembah, mengatakan bahwa kita di panggil oleh Nyai Gandhes.

Kita berempat cepat keluar dari taman mawar, dan didepan istana ada utusan dari Kemayang.
Sebuah nawala dipegang oleh Nyai Gandhes, diberikan pada Kuning dan dibaca.

Kuning seperti terperangah dan memberikan nawala itu pada pangeran Biru.
Pangeran Biru , Puteri Kuning, Nyai Gandhes dan Nini Sedah saling pandang dan geleng kepala.

Nyai Gandhes memeluk aku “Begini Puteri, ini nawala dari Puteri Kencana, puteri dari Baginda Kelana – dia menantangmu untuk bertarung. Jika engkau menang, dia rela menyerahkan istana air Parapat kepadamu. Jika engkau kalah, engkau harus rela berbagi Pangeran Biru dengan dia.”

Kuning langsung memelukku “Jangan Puteri, permintaan gila tidak usah di dengarkan.” Aku memandang pada pangeran Biru, pangeran menggeleng.
“Aku juga tidak mau, aku sudah berjanji hanya mencintai engkau Puteri, – tidak ada yang lain.” Kata pangeran Biru

“Engkau dengar senapati, itu kataku, tidak ada pertarungan. Kita terus bertempur sampai selesai.” Kata pangeran Biru dengan tegas.
Empat senapati Kemayang saling pandang, seorang senapati menyembah

“Maaf kami pangeran, kami juga diutus oleh pangeran Tirto Beno untuk menyampaikan lamaran kepada Puteri Puspita.”

Pangeran Biru cepat mencabut pedangnya, para panglima juga bersiap mengurung keempat utusan dari Kemayang itu.

Panglima Maruta dan panglima Dargo maju bersamaan, “Cabut pedangmu senapati, kita selesaikan di sini semuanya.”

Senapati Warsih cepat maju “ Maaf panglima , biar saya yang menyelesaikan semua. Puteri Puspita itu junjungan kami, kami yang harus menyelesaikan semua.” Senapati Warsih memberi tanda dengan tangannya dan ada tiga senapati yang maju dengan pedang terhunus.

“Berhenti kalian semua.” Nyai Gandhes berkata
“Mundur kalian semua.” Nyai Gandhes turun kebawah dan langsung keempat senapati Kemayang itu menyembah.

“Kalian pulang, beritahukan pada Baginda Kelana, Puteri Kencana dan pangeran Tirto Beno, kita teruskan pertempuran ini sampai selesai. Tidak ada utusan lagi yang kesini, mengerti kalian ?”

“Kami nanti akan mendapat hukuman Nyai. Puteri Kencana dan pangeran Tirto Beno sudah ada dikapal menunggu, untuk kesini.”

Banyak penunggang kuda datang, prajurit Galuga serentak mengurung mereka.

Senjata disegala penjuru disiapkan, aku lihat panglima Maruta dan panglima Dargo maju menghadang.

“T-u-r-u-n s-e-m-u-a “ Ada Nini Rumping, beberapa panglima Kemayang dan di tengah ada puteri Kencana dan pangeran Tirito Beno.

Nyai Gandhes menggeleng-gelengkan kepalanya, puteri Kencana dan pangeran Tirto Beno maju menghadap Nyai Gandhes, bersembah.

“Kami ingin menantang pangeran Biru dan Puteri Puspita untuk bertanding Nyai.Kalau kami kalah, kami akan menyerah menjadi tawanan Galuga. Istana air Parapat kami serahkan. Kalau kami menang, Puteri Puspita menjadi milik saya dan pangeran Biru akan mendapatkan Puteri Kencana.”

Dipandangnya semua penunggang kuda dari Kemayang dengan waspada

“Sebetulnya aku bisa mengalahkan kalian semua saat ini juga. Tetapi aku seorang ratu, aku harus adil dan bersikap bijak. Tunggu disini.” Kata Nyai.

“Apa Baginda Kelana mengetahui semua permainan kalian ?” tiba-tiba Nyai Gandhes menoleh dan memandang tamu-tamu dari Kemayang itu.

Puteri Kencana dan Pangeran Tirto Beno  saling berpandangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun