Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Darah Biru Yang Terluka (73)

12 April 2015   15:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:13 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14288286542053260385

“Aku setuju pernikahan kita lakukan secara sederhana saja, ya Puteri. Aku tadi melihat rakyat kita yang masih kebingungan karena peperangan kita ini. Ada beberapa yang sakit, tadi kakang Narpati sudah memberikan pengarahan perawatannya.” Aku lihat kakang Narpati seperti termenung.

“Rasanya tidak enak jika kita bersenang-senang, sementara rakyat kita menderita.” Pangeran Biru memelukku

“Aku minta bantuanmu Puteri, untuk ikut memberikan kesejahteraan pada rakyat Galuga. Engkau adalah permaisuri Galuga, ibu dari negara kita ini.” aku mengangguk
“Kuharapkan Kuning dan kakang Narpati sementara di sini dahulu untuk membantu kita. Jika sudah beres semua, baru kalian ke Merbung.”

“Saya bersedia pangeran.” Kuning bersembah juga kakang Narpati.

Senapati Mayang datang dan menyembah, mengatakan bahwa kita di panggil oleh Nyai Gandhes.

Kita berempat cepat keluar dari taman mawar, dan didepan istana ada utusan dari Kemayang.
Sebuah nawala dipegang oleh Nyai Gandhes, diberikan pada Kuning dan dibaca.

Kuning seperti terperangah dan memberikan nawala itu pada pangeran Biru.
Pangeran Biru , Puteri Kuning, Nyai Gandhes dan Nini Sedah saling pandang dan geleng kepala.

Nyai Gandhes memeluk aku “Begini Puteri, ini nawala dari Puteri Kencana, puteri dari Baginda Kelana – dia menantangmu untuk bertarung. Jika engkau menang, dia rela menyerahkan istana air Parapat kepadamu. Jika engkau kalah, engkau harus rela berbagi Pangeran Biru dengan dia.”

Kuning langsung memelukku “Jangan Puteri, permintaan gila tidak usah di dengarkan.” Aku memandang pada pangeran Biru, pangeran menggeleng.
“Aku juga tidak mau, aku sudah berjanji hanya mencintai engkau Puteri, – tidak ada yang lain.” Kata pangeran Biru

“Engkau dengar senapati, itu kataku, tidak ada pertarungan. Kita terus bertempur sampai selesai.” Kata pangeran Biru dengan tegas.
Empat senapati Kemayang saling pandang, seorang senapati menyembah

“Maaf kami pangeran, kami juga diutus oleh pangeran Tirto Beno untuk menyampaikan lamaran kepada Puteri Puspita.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun