“Terutama kepada pangeran Biru dan Puteri Kuning,…” tercekat rasanya hati ini mengucapkan kalimat itu.
“Perjalanan hidup setiap orang berbeda Puteri. Kebetulan engkau melintas disini, kita bersilang jalan, ada pertemuan, yang teramat indah. Tetapi disitu ada juga saling silang, kesusahan, kesedihan, juga tangis dan canda gembira.”
“Kemudian pasti ada cinta yang teramat lembut dan manis tetapi kemudian ada juga perpisahan yang menyedihkan –tetapi itulah hidup, kita tetap harus menjalaninya dengan tabah, tegar dan bersemangat.” Kulihat mata Nyai Gandhes agak berkaca-kaca.
“Puteri, disana nanti engkau juga masih punya banyak masalah yang harus kauhadapi dengan tabah dan tegar.. Masalah yang kautinggalkan dahulu, akan terus berbuntut panjang. Engkau harus hati-hati, aku memang melihat banyak yang akan mendampingi engkau disana nantinya. Tetapi kulihat banyak juga yang kurang suka bahkan benci padamu, berhati-hati saja.”
“Terima kasih Nyai atas semuanya.” Kataku lirih.
Aku juga mengucapkan perpisahan pada Gagak Lodra dan Sriti, kuperhatikan sekali lagi kebun istana yang indah ini.
Kita segera kembali ke ruang depan istana, puteri Kuning segera menyambutku.
“Ada sesuatu yang bakal terjadi ?” tanya Kuning
“Ada yang menyebar ilmu hitam di sekeliling istana ini, kita harus hati-hati .”
Kuning menunjuk pada beberapa jawara sepuh yang sedang duduk bersila didepan serambi istana itu. Paman Dargo ada diantara merka juga paman Maruta. Mereka melakukan ritual dengan tenang dan hening.
“Kemana pangeran Biru ?” tanyaku
“Kebelakang istana melihat keadaan disana dengan kakang Narpati, dan beberapa panglima.”
Tampak dibawah, aku lihat mereka sudah kembali dan pangeran Biru langsung melaporkan semua kepada Nyai Gandhes.
Kemudian Pangeran Biru mengajakku ke taman bunga mawar, Puteri Kuning dan kakang Narpati mengikuti kita.