“Aku tadi sudah memerintahkan untuk memberi pagar gaib pada seluruh istana ini. Kita tetap harus hati-hati, tidah boleh lengah sedikitpun. Mereka selalu mencari celah untuk mencelakai kita. Untungnya Puteri Mutiara sudah memberikan engkau pusaka2 itu.”
“Nyai, saya ingin permata ini saya berikan pada Puteri Kuning , juga Tiara Mawar-nya sesudah semua selesai. Saya sepertinya tidak memerlukan semua permata itu didunia saya.”
Nyai Gandhes memelukku “Iya engkau tidak memerlukan itu didunia-mu . ”
“Ada yang akan mendampingimu disana, orangnya juga amat baik dan mencintai engkau. Dia sampai sekarang tetap mencari engkau.”
“A-c-h-s-a-n ?” aku tanya tersendat, Nyai Gandhes mengangguk.
Tiba-tiba aku ingat Achsan, sahabatku, yang selalu ingin berada disampingku.
“Engkau sudah lama kenal dengan dia ya ?”
“Betul Nyai, sudah sejak sepuluh tahun yang lalu, kami sudah seperti saudara saja.” Kataku.
“Engkau amat mencintainya ?” aku tertunduk
“Selama dia mencintai saya, Nyai – saya juga akan selalu mencintai dia.”
Angin yang semilir, udara cukup sejuk nyaman dan awan merah muda diatas, membuat suasana menjadi rintih, aku menarik nafas.
“Ada lagi yang ingin engkau tanyakan ?” tanya Nyai Gandhes
“Permata ini akan saya berikan sekarang, Nyai. Rasanya saya hanya memerlukan Guntur Geni saja untuk melawan Baginda Kelana.”
“Pakai saja dahulu, jika nanti begitu engkau keluar dari Galuga, permata ini akan mencari aku, akan kuberikan pada Puteri Kuning.”
“Saya mohon pamit Nyai, saya berterima kasih atas segala kebaikan Nyai dan seluruh keluarga istana Galuga selama saya berada disini. Mohon di maafkan jika saya berbuat salah dan mengecewakan hati pada keluarga istana semua.”