“Anehnya beliau senang saja aku berhubungan dengan kakang Narpati.Kakang Narpati kan juga hanya putra Manggala ?”
“Tetapi kelihatannya ayahandamu bertanggung jawab, terlebih jika Galuga dalam bahaya. Beliau tadi tampak sibuk ngurus macam-macam sampai kelihatan lelah dan lusuh semua gitu.”
“Tetapi Nyai Gandhes tidak pernah bisa berbicara dengan ayahanda. Kalau berbicara pasti lewat yang lain, Nini Sedah , panglima, pangeran Biru atau yang lain. Tampak tidak marah, tapi diam. Nyai Gandhes tidak pernah bisa marah pada siapapun, beliau hanya diam. Berbeda dengan Nini Sedah.”
Aku lihat mata Kuning berkedip-kedip, menarik nafas
“Oh iya, itu tadi nawala dari siapa yang di bawa merpati yang tertangkap Gagak Lodra ?” aku baru ingat
“Waktu kita lepas ternyata dia malah masuk kekota raja, entah kemana. Berarti merpati tadi dari Kemayang kesini.”
“Nadanya seperti ada ancaman ya ?. Kalau tidak mau berbuat ada yang celaka.” Aku memandang Kuning, kulihat dia juga berpikir.
“Kalau betul Nyai Gandhes bisa berbicara dengan binatang, mungkin tadi beliau sudah bertanya pada merpati.Siapa yang menyuruh dan harus di sampaikan pada siapa.” Kupandang Kuning, aku makan beberapa buah-buahan yang disodorkan Kuning.
“Apa mungkin beliau sudah tahu, tapi diam saja ?” Kuning memandangku
“Rasanya merpati tadi masuk dalam kota Raja, keselatan.Aku tadi kurang perhatian, hanya terpaku pada isi suratnya saja.”
“Mudah-mudahan beliau sudah mengerti, hanya ingin bukti kebenarannya saja, baru bertindak.”
“Kita tunggu besok saja, kita juga harus cepat istirahat.” Kuning mengangguk.
Tetapi sampai jauh malam kita baru bisa terlelap.