Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Darah Biru yang Terluka (33)

3 Desember 2014   21:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:07 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Anehnya beliau senang saja aku berhubungan dengan kakang Narpati.Kakang Narpati kan juga hanya putra Manggala ?”

“Tetapi kelihatannya ayahandamu bertanggung jawab, terlebih jika Galuga dalam bahaya. Beliau tadi tampak sibuk ngurus macam-macam sampai kelihatan lelah dan lusuh semua gitu.”

“Tetapi Nyai Gandhes tidak pernah bisa berbicara dengan ayahanda. Kalau berbicara pasti lewat yang lain, Nini Sedah , panglima, pangeran Biru atau yang lain. Tampak tidak marah, tapi diam. Nyai Gandhes tidak pernah bisa marah pada siapapun, beliau hanya diam. Berbeda dengan Nini Sedah.”

Aku lihat mata Kuning berkedip-kedip, menarik nafas

“Oh iya, itu tadi nawala dari siapa yang di bawa merpati yang tertangkap Gagak Lodra ?” aku baru ingat
“Waktu kita lepas ternyata dia malah masuk kekota raja, entah kemana. Berarti merpati tadi dari Kemayang kesini.”

“Nadanya seperti ada ancaman ya ?. Kalau tidak mau berbuat ada yang celaka.” Aku memandang Kuning, kulihat dia juga berpikir.

“Kalau betul Nyai Gandhes bisa berbicara dengan binatang, mungkin tadi beliau sudah bertanya pada merpati.Siapa yang menyuruh dan harus di sampaikan pada siapa.” Kupandang Kuning, aku makan beberapa buah-buahan yang disodorkan Kuning.

“Apa mungkin beliau sudah tahu, tapi diam saja ?” Kuning memandangku
“Rasanya merpati tadi masuk dalam kota Raja, keselatan.Aku tadi kurang perhatian, hanya terpaku pada isi suratnya saja.”

“Mudah-mudahan beliau sudah mengerti, hanya ingin bukti kebenarannya saja, baru bertindak.”

“Kita tunggu besok saja, kita juga harus cepat istirahat.” Kuning mengangguk.
Tetapi sampai jauh malam kita baru bisa terlelap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun