Nawala cepat di baca, di selipkan lagi di kaki merpati dan merpati di lepaskan untuk terbang, ternyata terbang kearah kota raja bukan ke Kemayang.
Jadi itu berita dari Kemayang untuk di sampaikan ke Galuga, kemana tadi merpatinya ? Nini Sedah datang di sertai dua orang senapati, langsung beliau berbicara pada Nini Sedah.
Nini Sedah melihat ke angkasa, tetapi merpati itu sudah tidak tampak.
“Jangan membicarakan hal ini pada siapapun” pesan Nyai Gandhrs pada aku dan Kuning..
Nyai Gandhes dan Nini Sedah berjalan cepat masuk, aku mengelus kepala Gagak Lodra dan aku berikan makanan yang sudah tersedia. Ternyata burung perkasa ini perangainya lembut juga.
Kita mau jalan kekamar dan aku lihat Nyai Gandhes dan Nini Sedah sedang berbincang dengan paman Rahasta dan panglima Andaga.
“Puteri…” pangeran Biru mendekati kami, “Aku ingin makan di kamar kalian, boleh ya ?”, matanya menatapku, aku mengangguk.
“Pangeran,…” ternyata ayahanda baginda menyusul tergesa-gesa.
“Sebaiknya ananda bisa beristirahat dengan cepat. Besok pagi kita berangkat ke perbatasan, nanti ananda kecapekan.” Beliau memandangku dan Kuning.
“Ayahanda kelihatan lelah sekali dan banyak pikiran. Sebaiknya beberapa catur Manggala bisa mewakili ayahanda.” Kata Kuning sambil memeluk baginda.
“Tidak Kuning, ini ayahanda akan melihat perbekalan senjata kita.Jangan sampai terlambat.” Beliau cepat berlalu diiringi beberapa pengawal dan tiga senapati.
Paman Rahasta mendatangi kami dan mengatakan kalau pangeran Biru diminta hadir dalam perundingan dengan para panglima, senapati juga dengan Nyai Gandhes dan Nini Sedah.
“Kalau pertemuan nanti sampai malam, aku pamit ya Puteri. Kami rencananya akan berangkat besok agak pagi buta.”
“Hati-hati pangeran.” Kulihat dia mengangguk dan tersenyum.