Aku dan Kuning makan berdua dikamar, terasa sunyi sepi, kami hanyut dengan pemikiran masing-masing meskipun sedang makan.
“Kasihan ya ayahanda, tadi beliau kelihatan lelah dan lusuh semua.”
“Tanggung jawabnya besar, meskipun semua pasukan mempunyai tugas masing-masing, tetapi beliau yang memimpinnya..”
“Untung ada pangeran Biru dan para ponggawa, juga tetua dari Merbung yang hadir amat membantu”
“Nyai Gandhes sepertinya ahli ya dalam mengatur pertempuran. Apakah waktu masih muda beliau seorang panglima ?” aku tanya
“Bukan, beliau sebetulnya pewaris kerajaan Merbung, kerajaan Galuga tua. Tetapi tidak berminat, tahta diserahkan pada adiknya, ayah dari ibundaku”
“Waktu masih muda beliau bernama Puteri Saraswati, hanya tertarik di bidang pengobatan dan banyak membuat aneka jamu dan obat. Beliau juga penyayang binatang. Tempat tinggal beliau berada di lereng gunung Sangga Bumi yang amat permai dan hawa yang sejuk segar.”
“Beliau tidak pernah menikah ?’ Kuning menggeleng
Dahulu Puteri Saraswati sudah akan menikah dengan pangeran Girindra. Tetapi pengeran Girindra meninggal karena sakit yang tidak bisa diobati.
Puteri Saraswati bersedih dan mengasingkan diri di lereng gunung Sangga Bumi, dan tahta di berikan pada adiknya, pangeran Setyawan, ayah Setyawati.
“Beliau amat sayang pada puteri Setyawati, ibundaku. Tetapi beliau kurang suka dengan ayahanda baginda.”
“Karena ayahandamu kemudian menikahi Gayatri ?”
“Tidak, sebelum itu beliau memang kurang suka saja dengan ayahanda.”
“Kenapa ?” Puteri Kuning mengangkat bahunya.
“Karena ayahandamu cuma putera seorang Manggala saja ?”
“Beliau malah tidak pernah datang ke Galuga sejak ayahanda menikahi Gayatri. Kalau ke Galuga beliau ketempat Nini Sedah diluar kota raja saja. Waktu Gayatri melahirkan beliau juga tidak datang, yang menolong Nini Sedah.”
Kuning kemudian terdiam”Aku tidak pernah berani bertanya pada Nyai Gandhes. Apa sebab beliau seperti itu pada ayahanda, dan beliau juga tidak pernah bercerita.” Kulihat dia berfikir dan memandang aku