Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Darah Biru yang Terluka (37)

12 Desember 2014   16:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:27 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan di belakang kami ada puluhan senapati, jawara dan pasukan Galuga yang sudah siap sedia menyerang jika terjadi sesuatu.

Tiba-tiba ada degung yang berbunyi, aku lihat pangeran Tirto Beno ketengah arena.

Memandangku , dan tersenyum, ditangannya ada kalung yang amat cantik, di angkatnya kalung itu., aneka mutiara berwarna-warni yang memukau.

“Aku Pangeran Tirto Beno menyatakan jika pertarungan ini di menangkan oleh Putri Puspita dari Galuga,” dia memandang lagi kearahku, tersenyum penuh arti.

“Sebagai hadiahnya kami berikan mustika mutiara laut ini kepada Putri Puspita.”
“Terima kasih pangeran.” Aku tersenyum dan sedikit membungkuk, aku mengacungkan pedangku

“Dilemparkan saja kearah pedang ini pangeran.” aku memandangnya tetap tersenyum, dia memandang heran, aku mengangguk.
Dan kalung itu dilemparkan amat perlahan dan hati-hati dan kuterima dengan pedang.

Kalung itu aku putar-putar di pedangku, aku lihat Gayatri masih merajuk menangis di bujuk rayu oleh Samudera Laksa dan kedua putrinya.

Dengan pedang aku lemparkan kalung itu dan tepat jatuh di pangkuan Gayatri.
Dia kaget tapi langsung kalung itu di ambilnya dan tangisnya terhenti sambil memandangku.

Kalung itu ditaruh di dadanya, seolah di peluknya “ Untuk saya Puteri ?”

Aku tersenyum dan mengangguk, aku lihat Gayatri berubah sumringah kegirangan. Kalung itu di pandangnya berlama dan di peluk-peluknya.
Dia langsung meninggalkan arena diiringi kedua putrinya tanpa menoleh lagi dikawal oleh Samudera Laksa serta beberapa senapati Kemayang.

Pangeran Tirto Beno memandangku, aku tetap tersenyum ramah dan santun kepadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun