Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Darah Biru yang Terluka (52)

27 Januari 2015   22:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:16 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan ada gelegar dahsyat yang muncul dari atas istana, gelegar itu berubah menjadi awan pekat berwarna merah dan bergerak menyongsong bola api dari Kemayang.

Ditengah jalan awan itu menghalangi bola api dan membungkusnya dengan suara mendesis serta dentuman debam dengan lidah apinya yang menjilat sana sini, menyeramkan mengerikan.

Dan suatu ledakan yang mengguntur dengan gemuruh seolah menghentak bumi, membelah persada menghunjam angkasa,
Daya ledaknya menggebrak dan mendobrak, hingga semua yang duduk di beranda keraton terlempar terhempas dengan keras.

Aku menoleh kebelakang, rupanya hanya aku yang tidak terhempas, aku cepat menolong Nyai Gandhes, Nini Sedah, puteri Kuning dan pangeran Biru yang terhempas jauh kebelakang.

Keadaan kacau balau, tetapi Nyai Gandhes juga cepat sigap, dibantu Nini Sedah dan beberapa panglima yang cepat siaga, mereka menolong semuanya.

Ketika semua melihat ke langit, heran, langit sudah kembali seperti semula, tenang dengan awan yang bertiup gemulai, tidak ada bekas tanda pertempuran dahsyat.
Pangeran Biru dan Puteri Kuning langsung memelukku

Banyak bisik-bisik terdengar “Guntur Geni … guntur Geni.” Nyai Gandhes menenangkan suasana.

“Lihat kalian, Kemayang mengirim santet GandaMayit kesini. Tapi sudah kita enyahkan, kita semua selamat. Ayo terus berjaga melindungi istana ini, harus tetap waspada di setiap sudut yang rawan.”

Nyai Gandhes memelukku “Terima kasih Puteri.” Aku tersenyum.dengan sepenuh rasa hormatku pada beliau, beliaulah penggerak segalanya..

Aku menengok kiri kanan, kemana Puteri Kuning, tadi baru ada didekatku, tiba-tiba lenyap.

“Katanya sedang mengambil air minum itu di belakang, sekalian untuk calon kakaknya yang cantik.” Kata pangeran Biru sambil tersenyum padaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun