Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Darah Biru yang Terluka (52)

27 Januari 2015   22:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:16 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Mungkin suatu waktu kakang Narpati akan hadir lagi dikehidupanmu.” Kataku yang begitu saja keluar dari mulut. Rasanya aku tidak tega dan tidak pernah bisa berdusta pada Puteri cantik yang baik hati ini.

Dia memandangku “Engkau merasakan begitu Puteri ?” aku mengangguk.

“Pangeran Biru amat mencintai engkau Puteri.” Katanya lembut
“Iya aku tahu.” Nafas kutarik perlahan, kulirik puteri Kuning, dia mulai menutup matanya sambil memeluk guling, nafasnya tampak teratur.

Malam bertambah larut dan makin sepi, sepertinya terlalu hening, dan anehnya mataku bukan malah ngantuk pengin tidur, mata ini makin terasa segar.
Aku menoleh, Kuning sudah tertidur, aku bangkit dan menuju ke meja untuk mengambil minum.

Aku minum dan mataku menangkap ada sinar yang keluar dari kotak Guntur Geni dua-duanya, segera aku buka dan senjata itu bersinar dengan binar yang amat temaram.

Kuambil keduanya, aku sisipkan dipinggangku, kuambil cemetiku, kubelitkan dipinggangku, sebuah pedang panjang kuambil.

Aku melihat keluar lewat jendela, dan ada pemandangan yang mentakjubkan.
Diudara ada sinar yang lalu lalang tanpa suara, bahkan keadaannya amat hening dan tenang. Keheningan dan ketenangan yang mencekam, mengerikan.

Aku keperaduan dan membangunkan Kuning, dia cepat bangun, aku menutup mulutku dengan telunjuk, …ssstttt, aku menunjuk ke jendela, dia langsung terbelalak.

Meloncat dan mengambil dua pedang pendeknya dan juga mengambil satu senjata Yogi Puteri yang disisipkan di pinggangnya.
Perlahan pintu aku buka, sepi sekali, kemana ponggawa dan para senapati penjaga keputren ?

Ditempat penjaga, para ponggawa tertidur semua, aku bangunkan mereka.
Senapati Mayang langsung sigap dan membangunkan semua ponggawa.

Aku dan Kuning menuju ketempat kamar Nyai Gandhes, Nini Sedah, dan pangeran Biru, rupanya beliau sudah siap dan kita bersama menuju keruang depan istana. Kita semua bergerak dalam diam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun