Mohon tunggu...
Siti Silvi Wasilah
Siti Silvi Wasilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mengamati suatu peristiwa dan menyebarkannya kembali dalam bentuk tulisan adalah warisan terbaik yang pernah saya lakukan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketimpangan Gender dan Relasi Kuasa pada Kasus Pelecehan Seksual Mahasiswi Universitas Sriwijaya Palembang

17 Desember 2022   14:49 Diperbarui: 17 Desember 2022   15:11 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus pelecehan seksual di lingkungan universitas umumnya terjadi dikarenakan adanya relasi kekuasaan diantara para dosen dan mahasiswa. Hal ini dilakukan dengan berbagai modus seperti mahasiswa diajak untuk melakukan penelitian di luar kota sehingga dapat mempersempit mobilitas atau pergerakan sang korban untuk kabur. Terdapat pula modus bimbingan skripsi yang kebanyakan dosen sering kali menyalahgunakan kekuasaannya pada saat mahasiswa sedang melakukan bimbingan skripsi dan kerap kali dosen melakukan pelecehan seksual baik secara fisik maupun verbal pada mahasiswa bimbingannya, korban tidak bisa berbuat apa-apa karena kebanyakan dari mereka diancam misalnya dengan cara tidak akan diluluskan, akan mendapat nilai jelek dan yang lebih buruknya lagi melakukan kekerasan. 

Sehingga para korban kebanyakan lebih memilih untuk diam dan bungkam atas tindakan pelecehan yang menimpa dirinya. Salah satu bentuk kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan universitas yakni seperti yang terjadi di Universitas Sriwijaya Palembang. Menurut kesaksian saksi yang merupakan seorang tukang ojek langganan korban, saat saksi menjemput korban setelah bimbingan skripsi di kampus korban terlihat cemas, panik, dan menangis serta dengan tampilan baju berantakan.

 Korban merupakan seorang mahasiswi yang sedang melakukan bimbingan yang sebelumnya sudah mencari-cari dosen pembimbingnya untuk mendapatkan tanda tangan sang dosen, namun dosennya selalu mengulur waktu dan akhirnya ia diberitahukan temannya bahwa dosennya tersebut sedang berada di laboratorium kampus, saat sedang menghampiri dosen pembimbingnya di laboratorium yang sepi itulah pelaku melakukan aksi kekerasan seksualnya pada korban. 

Korban sudah sempat melaporkan pelaku ke pihak kampus melalui organisasi yang ada di kampus seperti BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) untuk mendapatkan perlindungan dan sebagai wadah untuk membantu proses peradilan kekerasan seksual yang dialami olehnya, namun setelah dua minggu berlalu mediasi yang dilakukan oleh pihak kampus dan korban tidak menemukan titik terang. 

Dari pihak universitas, korban sulit sekali untuk mendapatkan keadilan atas perlakuan yang dialami olehnya serta ganjaran yang didapatkan oleh pelaku atas perlakuannya yang tidak bermoral itu juga belum sesuai dengan hukum yang berlaku di kampus. Pada akhirnya korban melaporkan pelaku ke pihak berwajib karena hukuman yang diberikan oleh pihak kampus terhadap pelaku belum sesuai. Pada kasus kekerasan seksual yang dialami mahasiswa di lingkungan kampus dapat terjadi karena adanya faktor lingkungan dimana pelaku pelecehan merasa memiliki kesempatan untuk melakukan tindakan pelecehan di lingkungan perguruan tinggi (Quran, R. F. 2022). 

Selain itu, hal ini disebabkan pula karena adanya relasi kekuasaan yang dominan dimiliki oleh dosen dibandingkan mahasiswa dan terjadinya ketimpangan gender antara pelaku dan korban sebagai pihak yang lebih superior dan inferior. Sehingga dengan begitu kekerasan seksual akan terus ada jika kita sendiri sebagai individu yang mempunyai hak untuk hidup dengan aman, nyaman, dan bermartabat harus berani dan dapat melindungi diri kita dari segala bentuk kekerasan dan pelecehan seksual. 

  • KETIMPANGAN GENDER DALAM TINDAK KEKERASAN SEKSUAL  

Manusia atau individu di masyarakat dalam setiap tingkah laku dan perbuatannya pasti didasari oleh berbagai macam kepentingannya masing-masing. Setiap tindakan yang dilakukan oleh individu dijalankan untuk mencapai kepuasan yang terdapat dalam diri individu itu sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan hidup individu terlepas dari kebutuhan primernya yaitu untuk mencukupi hasrat seksualnya. Individu akan bertindak secara rasional dan layaknya binatang sehingga tidak jarang pula tindakan kekerasan seksual terjadi di setiap lingkungan hidup masyarakat tidak luput pula perguruan tinggi. Pada umumnya kekerasan seksual yang terjadi dapat pula disebabkan oleh adanya ketimpangan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan, hal ini dapat disebut sebagai ketimpangan dalam ranah gender. 

Selain perbedaan biologis yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki, di antara keduanya juga terdapat pembeda dalam istilah gender. gender dapat pula dimaknai sebagai sebuah hal untuk memahami perbedaan sifat yang ada pada laki-laki dan perempuan, misalnya seperti sifat maskulin, feminism atau tanpa keduanya dan netral. Hal ini didasari oleh istilah gender yang awalnya dipopulerkan oleh Ann Oakley yakni dianggap sebagai alat untuk menganalisis yang baik untuk memahami persoalan diskriminasi terhadap kaum perempuan secara umum (Mosse,2002:23).5 Dengan hal ini gender diartikan pula sebagai bentuk perilaku yang tumbuh dari diri seseorang berdasarkan lingkungan sosial budaya masyarakatnya. 

Seiring dengan adanya perbedaan pasti akan muncul juga segala bentuk-bentuk ketimpangan dan salah satunya terjadi pada ketimpangan gender. Pada laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan nilai yang dilahirkan oleh masyarakat, misalnya bahwa terdapat anggapan laki-laki sebagai kaum superior yang lebih berkuasa, bebas dalam mengaktualisasikan diri serta lebih mudah untuk dapat memperoleh haknya, sedangkan pada perempuan berlaku sebaliknya. Kurangnya kekuasaan, hak dan kebebasan yang dimiliki oleh perempuan maka akan menghadirkan sebuah ketimpangan pada segi gender. Hal ini sejalan pula dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Ritzer, G & Douglas, J. G. 2003) dalam bukunya, bahwa dengan mengatakan ada ketimpangan gender berarti menyatakan secara situasional wanita kurang berkuasa ketimbang lelaki untuk memenuhi kebutuhan mereka bersama lelaki dalam rangka mengaktualisasikan diri. 

Terbentuknya ketimpangan gender ini juga disebabkan oleh sosialisasi yang diberikan oleh masyarakat secara terus-menerus diperkuat bahkan di konstruksi melalui ajaran di sekolah, institusi agama bahkan negara. Perbedaan yang terbentuk menjadi semakin kuat dan berakhir menjadi kodrat antara laki-laki dan perempuan. Makhluk yang lemah sering dikategorikan sebagai bagian dari kaum perempuan, sedangkan pada laki-laki terdapat dominasi kekuasaan dan kemudahan akses untuk mengaktualisasikan diri mereka, maka sering kali ditemukan penindasan berbasis gender yang dapat disebut pula dengan istilah patriarki. 

Patriarki adalah struktur kekuasaan primer yang dilestarikan dengan maksud yang disengaja (Ritzer, G & Douglas, J. G. 2003). Dalam pemaknaan patriarki terdapat kekuasaan yang dominan dimiliki oleh laki-laki dan tidak sedikit banyak dari lelaki yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk dapat memenuhi kepentingan pribadinya, serta hal ini juga dibarengi oleh adanya anggapan dalam segi gender bahwa perempuan itu lemah, sehingga hal tersebut menjadi faktor yang mendukung bagi kaum yang memiliki kekuasaan untuk dapat menyalahgunakan kekuasaannya misalnya dapat berupa penindasan, kekerasan dan tidak luput pula kekerasan seksual. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun