Adapun bantuan keuangan partai politik yang bersumber dari APBN berdasarkan Pasal 9 Peraturan Pemerintah tentang Banparpol, diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota partai politik (paling sedikit 60%) dan operasional sekretariat partai politik.
Problematika dalam usulan kenaikan dana bantuan Partai Politik
Pengusulan kenaikan dana bantuan partai politik yang diajukan oleh Kemendagri ini ternyata memiliki beberapa alasan yang mengundang kekhawatiran masyarakat sehingga menjadi problematika pemerintah dalam upaya penaikan dana bantuan partai politik. Yang pertama, seperti yang kita tahu, Selama 20 tahun orde reformasi, partai politik (parpol) menjelma menjadi tempat bersemainya bibit-bibit korupsi. Cukup banyak kader parpol, baik yang duduk di lembaga legislatif maupun menjadi pejabat publik di pusat dan daerah, yang terjerumus pada tindakan koruptif. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, dari 891 koruptor yang dijerat lembaga tersebut, sebanyak 545 atau 61,17 persen adalah aktor politik. Mereka terdiri 69 anggota DPR, 169 anggota DPRD, 104 kepala daerah, dan 223 pihak terkait aktor politik. Meskipun kenaikan pendanaan ini ditujukan untuk mengatasi permasalahan korupsi dan praktek oligarki yang terjadi didalam lingkup partai politik yang mana sumber pendanaan dari APBN ini menjadi sumber utama keuangan partai dan tentunya akan menutup kemungkinan adanya sumbangan yang illegal, pandangan negatif masyarakat terhadap keberadaan partai politik tetap tidak dapat dipungkiri. Selain itu akuntabilitas dalam penyusuna LPJ bagi partai politik dinilai tidak transparan dan memiliki banyak temuan.
Diberitakan oleh Kompas.com pada 18/09/19 bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru saja memuat laporan-laporan pemeriksaannya dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) 1 tahun 2019. Salah satunya yakni hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban (LPJ) bantuan keuangan untuk partai politik (banparpol) yang berasal dari uang rakyat yakni dari APBN dan APBD.
Dana banparpol untuk DPP parpol dikucurkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebesar Rp 121,92 miliar. Dana tersebut berasal dari APBN 2018. Dari hasil pemeriksaan, BPK menyatakan bahwa pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran banparpol oleh 10 DPP (100 persen) telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Â
Meski begitu bila ditelaah lebih dalam, ada temuan BPK menyangkut bukti LPJ DPP parpol. Dalam temuan pemeriksaannya, BPK mengungkapkan tidak semua parpol memiliki bukti pertanggungjawaban dana banparpol yang sah "Terdapat 7 DPP yang melampirkan bukti pertanggungjawaban yang tidak lengkap atau tidak sah,".Â
Padahal, salah satu sasaran pemeriksaan BPK atas dana banparpol yakni kelengkapan dan keabsahan bukti pendukung yang dilampirkan dalam LPJ. (www.kompas.com 18 september 2019)
Upaya yang Perlu Dilakukan untuk Mengatasi Problematika Terkait
Hal pertama yang harus dilakukan untuk mengatasi kekhawatiran masyarakat adalah dengan menunjukan pertanggungjawaban dalam penegelolaan keuangan dan anggaran yang transparan selain itu sosialisasi terhadap masyarakat juga dibutuhkan untuk meyakinkan mereka bahwa dengan penaikan dana bantuan partai politik, justru tindak pidana korupsi bisa ditekan turun.
Ketua DPP PAN, Ahmad Yohan, mengaku mendukung usulan soal kenaikan dana bantuan partai politik (banpol) dengan syarat adanya keterbukaan anggaran dan sosialisasi yang baik kepada masyarakat. Menurutnya, hal itu perlu dilakukan lantaran banyak masyarakat yang mulai tidak percaya dengan partai politik.Â
"Kita perlu menyusun anggaran yang berkeadilan. Saat ini, kita juga sadar betul, sebagian besar masyarakat kita tidak percaya pada partai politik. Kami tidak abaikan itu," kata Yohan dalam keterangannya, Senin (13/6/2022). Adapun upaya-upaya yang perlu dilakukan agar partai politik mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat diantaranya.