Era globalisasi adalah era yang telah membuka era borderless yang mengakibatkan berkembangnya teknologi informasi yang harus diterima perkembangannya oleh setiap negara.Â
Berkembangnya teknologi informasi menyebabkan setiap negara ketergantungan terhadap teknologi informatika, baik dalam memberikan pelaksanaan pelayanan kepada publik dan melaksanakan roda pemerintahan.Â
Sehingga, bentuk  pelayanan publik untuk masyarakat menjadi ketergantungan pada ketersediaan (availability), kerahasiaan (confidentiality) dan keutuhan (integrity) informasi di ruang cyber.Â
Maka, sangat penting melakukan perlindungan terhadap sarana dan prasarana infrastruktur negara yang memanfaatkan teknologi informatika.Â
Keamanan cyber tidak hanya dipandang sebagai masalah teknis keamanan komputer tetapi juga menyangkut aspek politik, ideologi, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan nasional. (chotimah, membangun pertahanan dan keamanan nasional dari ancaman cyber di indonesia, 2015)
Keamanan siber adalah isu yang menjadi pembahasan dalam studi Ilmu Hubungan Internasional yang menjadi focus banyak negara, termasuk Indonesia. Indonesia adalah negara terbesar kelima di dunia yang menggunakan internet, dalam keamanan nasional indonesia menghadapi tantangan besar dari serangan siber.
 Sehingga Indonesia perlu melakukan strategi diplomasi untuk menghadapi dan mencegah terjadinya dampak buruk dari serangan siber antar negara. CBM, (Confidence Building Measures) dan Non-Military Confidence Building Measures (CBM) adalah strategi diplomasi siber yang digunakan oleh Indonesia dalam konstelasi siber global dan menjelaskan apa saja kebijakan dan regulasi yang akan di laksanakan.
Upaya Indonesia dalam menerapkan military confidence building measures di ruang siber ada tiga jenis yaitu pertama, transparansi dan verifikasi dalam berbagai forum regional tingkat compliance indonesia masih bersifat terbatas dan unutk joint investigation yang dilakukan negara lain di bidang siber belum dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia.Â
Kedua, pertukaran komunikasi dan informasi yang dilakukan dengan adanya forum pertemuan secara rutin baik secara regional ASEAN yaitu melalui ADMIN dan TELMIN maupun secara internasional melalui ITU. Ketiga, Â pembatasan militer diruang siber
Salam pelaksanaan join exercise yang dilakukan BSSN dengan 10 negara ASEAN san jepang dalam kegiatan Cyber Exercise yang dilakukan secara online dan serentak indonesia telah mampu menjalankan proses transparansi dan verifikasi. Untuk melatik pejabat Indonesia dan menghadapi ancaman Cyber nasional, pada tahun 2013 Indonesia mendirikan pusat Operasi Siber (Cyber Defence Operations Centre). Indonesia juga merancang akan melakukan Latihan simlasi perang siber dengan China.Â
Transparansi dan verifikasi di bidang siber yang juga dilakukan indonesia yaitu monitoring dari pihak ketiga dan join working group, namun pelaksanaan monitoring tersebut sangat sulit dilaksanakan karena alat yang digunakan dalam dunia maya seperti perangkat lunak yang mudah disembunyikan karena adanya komponen logaritma matematika yang sulit dikenalikan menyebabkan tidak terwujudnya monitoring.
 Indonesia mengikuti acara KTT ASEAN ke-2 untuk joint working groub dalam rangka membina Kerjasama keamanan siber dikawasan yang lebih besar dan membangun kapasitas, termasuk pelatihan tentang keamanan siber, penegakan hukum, dan kejahatan dunia maya melalui pertemuan Tingkat Menteri ASEAN tentang kejahatan Transnasional dan yang mengikuti pertemuan meliputi  (AMMTC-ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime), AMCC, TELMIN, ASEAN Regional Forum (ARF), ASEAN CYBER Capacity Programme maupun ADMM-Plus Experts' Working Group Meeting on Cyber Security. (chotimah, 2021)
Tindak pidana siber termasuk ke dalam tindak pidana khusus yang dapat dipidanakan dengan beberapa pasal dalam KUHP yang dilakukan dengan cara-cara baru sehingga membutuhkan instrument hukum yang lebih rumit.Â
Sarana dan prasarana yang mendukung penegakan hukum adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, karena hal tersebut adalah tolak ukur dari keefektivan penegakan dari penegakan hukum. Untuk menanggulangi perkembangan kejahatan yang dilakukan melalui media teknologi informasi, DPR RI pada akhir Maret 2008 memngesahkan Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik menjadi sebuah Undang-Undang.Â
Sejak tahun 1999 secara umum konsep yang telah dirancang dapat dijadikan instrument hukum yang memiliki perubahan yang baik bagi perkembangan kejahatan di dunia maya.Â
Namun, Undang-Undang yang telah dibuat juga memiliki beberapa permasalahan, baik dari aspek hukum dimana permasalahan hukum yang sering dihadapi adalah terkait penyampaian komunikasi, informasi, dan transaksi yang dilakukan secara elektronik khususnya dalam pembuktian perbuatan hukum yang dilakukan menggunakan system politik maupun non-hukum. (ersya, permasalahan hukum dalam menanggulangi cyber crime di indonesia, 2017)
Berdasarkan peraturan perundang-undangan konvensional, kejahatan yang dilakukan melalui cyber berupa kecurangan,penipuan,perusakan, dan pencurian yang dilakukan secara langsung. Kejahatan computer dan siber dapat juga berbentuk
- Penipuan komputer
- Kejahatan penggelapan dan pemalsuan informasi sehingga menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain.
- Kemudian hacking dimana dilakukan menggunakan akses terhadap komputer orang lain tanpa izin yang dapat membuka sistem pengamanan komputer, mengancam banyak kepentingan dan melawan hukum
- Kejahatan komunikasi, dimana seperti dikatakan di poin nomor 3 yaitu dilakukan dengan membobok system online computer orang lain yang menggunakan system komunikasi
- Kejahatan merusak sistem komputer seperti data, ataupun menghapus kode-kode yang dapat mengakibatkan kerusakan dan kerugian. Kejahatan merusak sistem komputer juga dapat dilakukan dengan melakukan perubahan program, media, informasi , menyebar virus yang dapat merusak program, dan pemerasan menggunakan sarana computer.
- Kejahatan yang berkaitan dengan hak cipta, hak milik intelektual, dan hak paten yang membuat barang tetapi meniru agar mendapatkan keuntungan perdagangannya.
Untuk membangun ketahanan nasional di Indonesia, pemerintah Indonesia harus melakukan berbagai upaya untuk membatasi penggunaan media sosial, tetapi tidak hanya penggunaan media sosial perlu juga berbagai kebijakan yang harus diambil untuk seluruh aktivitas.Â
Ada tiga unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam membuat berbagai strategi untuk menjaga ketahanan nasional yaitu ways, means, dan ends. Mean merupakan upaya dari semua sumber daya yang dilakukan oleh seluruh bagian dasar nasional.Â
Means meliputi aspek militer maupun non-militer seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya. Ways adalah cara pemerintah untuk mencapai suatu tujuan, ways digunakan melalui penerapan konsep CBM. Unsur yang terakhir adalah Ends dimana Ends adalah sebuah tujuan untuk menjaga siber Indonesia.Â
Pelaksanaan CBM dalam upaya membangun ketahanan nasional Indonesia di dalam ruang siber terkhusus di bidang militer dapat dilakukan menggunakan sistem transparansi dan verifikasi, pertukaran informasi dan komunikasi serta pembatasan militer seperti yang telah saya jelaskan secara singkat di paragraf atas.Â
Pertukaran informasi dan komunikasi di lakukan dengan tiga kategori yaitu pertukaran informasi dalam ukuran bilateral, plurilateral, dan multilateral, saluran komunikasi di bidang siber dan global public consultation di bidang siber. Dalam Pertukaran informasi, pada tanggal 31 Agustus 2018 Indonesia telah menandatangan MoU dengan Australia.Â
Dalam MoU tersebut mengatur tentang Kerjasama antara Indonesia dan Australia untuk saling berbagi informasi mengenai peraturan perundang-undangan, hukum, strategi siber nasional dan kebijakan dan prosedur manajemen penanganan kejahatan siber.
Kerjasama pertukaran informasi yang dilakukan oleh Indonesia dan Australia di bidang siber meliputi doktrin militer, strategi, budaya organisasi CERT dan intelligence malware tetapi masih sangat terbatas karena biarpun bekerjasama setiap negara tidak mungkin memberikan informasi tentang sejauh mana kapabilitas militer di bidang siber dalam menghadapi serangan siber tersebut.
 Indonesia juga tidak bisa memberikan informasi kapabilitas militer di bidang siber ke negara lain walaupun bekerjasama.Â
Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia membuat forum dengan sector privat yaitu Indonesi (Information Sharing and Analysis Center) forum ini digunakan untuk forum berbagi informasi tentang ancaman, isu, risiko, kerawanan, counter measure cybersecurity di sector TIK, yang berdasarkan voluntary dan anggota sektor privat dan publik.Â
Forum Information Shari and Analysis Center ini meliputi anggota yaitu PT Telkom, PT Telekomunikasi Seluler, PT Indosat, PT XL Axiata, PT Smart Telecom, PT Xynesis International, PwC, APJII, PT Aplikanusa Lintasarta, KPMG, PT Dara Sinergitama Jaya  (Elitery), PANDI, dan PT Sampoerna Telematika.
Level internasional ITU Â adalah hub dalam membahas isu tentang siber, sementara di level regional Indonesia telah melakukan upaya-upaya bernegosiasi dalam forum TELMIN (Telecomunication Ministrial Meeting) melalui ASEAN.Â
Sebelum membahas mengenai negosiasi Indonesia, forum TELMIN hanya membahas isu tentang telekomunikasi sampai akhirnya indonesia merubah forum menjadi ADMIN (ASEAN Digital Ministerial Meeting) yang khusus membahas mengenail isu siber dan isu digital. Pada bulan Oktober 2019 perubahan forum dari TELMIN menjadi ADMIN akan diresmikan.Â
Norma Internasional adalah salah satu cara yang digunakan untuk membatasi aktivitas siber agar menghindarkan dari ancaman serangan siber terhadap suatu negara.Â
Terbentuk norma Internasional sejak tahun 2011 yaitu IMPACT (International Multilateral Partnership Againts Cyber Threats), dimana IMPACT ini adalah Kerjasama multilateral untuk menghadapi ancaman siber yang terbentuk antara publik dan swasta. IMPACT berada di Cyberjaya untuk menjalin Kerjasama dengan ITU.
Di Asia Tenggara terbentuk norma yang sama , dimana ASEAN digunakan sebagai organisasi regional yang digunakan sebagai wadah dalam menangani masalah-masalah keamana siber yang ada di Kawasan.Â
Negara anggota asean memiliki Computer Emergency Response Teams (CERTs) yang digunakan untuk menghadapi ancaman kejahatan siber. Indonesia dalam konteks kedaulatan siber belum menandatangai hukum internasional yang dilakukan untuk membatasi Tindakan sebuah negara di di ruang siber.
Indonesia hanya bisa melakukan Tindakan untuk melindungi seluruh masyarakat dalam kegiatan yang berhubungan dengan Internet menggunakan Undang-Undang yang telah dibuat Nomor 11 Tahun 2008 dimana membahas tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan menjelaskan telah berkembangnya rezim hukum baru yang diberi nama siber mengenai pemanfaatan terknologi informasi dan komunikasi UU ITE mengatur tentang berbagai macam aktivitas yang dilakukan menggunakan media internet atau siber baik digunakan secara benar atau melanggar peraturan yang sudah diberikan masyarakat.Â
Terdapat juga ketentuan KUH Pidana dan KUH perdapat yang memberikan hukuman kepada setiap orang yang melakukan kejahatan yang mengakibatkan kerugian orang lain menggunakan media internet atau siber.
Di Indonesia penerapan military CBM masih terbatas karena sudah saya jelaskan tadi bahwa informasi tidak semua bisa di transparansikan kepada negara lain. Arus big data menjadi ancaman yang sangat cepat bagi kedaulatan siber di Indonesia.Â
Dilihat dari tiga aspek penerapan military CBM di Indonesia, indonesia belum bisa menerapkan transparansi dan verifikasi pada tingkat compliance terhadap pelaksanaan norma internasional di bidang siber.
 Hal tersebut dikarenakan perjanjian internasional di bidang siber yaitu budapes tidak dapat diikuti oleh indonesia karena forum tersebut dibuat oleh negara maju dan forum tersebut digunakan untuk membahas kepentingan negara maju. Tingkat compliance di regional ASEAN masih menyepakati 11 norma dalam UN GGE saja dan indonesia juga belum menandatanganinya. (siber, 2019)
References
chotimah, h. c. (2015). membangun pertahanan dan keamanan nasional dari ancaman cyber di indonesia. academia, 108-109.
chotimah, h. c. (2021). hibah penelitian dosen pemula, strategi pelaksanaan diplomasi siber indonesia melalui confidence building measures dalam konteks global. eprints.uty.ac.id, 3-6.
ersya, m. p. (2017). permasalahan hukum dalam menanggulangi cyber crime di indonesia. journal of moral and education, 52-53.
ersya, m. p. (2017). permasalahan hukum dalam menanngulangi cyber crime di Indonesia. journal of moral and civic education, 54-55.
siber, p. m. (2019). penerapan military confidence building measures dalam menjaga ketahanan nasional indonesia di ruang siber. hidayat chusnul chotimah, muhammad ridha iswardhani, tiffany setyo pratiwi, 337-344.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H