NAMA: SITI NUR HALIZA
KELAS: HPI1
NIM: 204102040018
Kebijakan Regulasi RUU KUHP Terhadap Kontroversi Hukuman Mati
Dalam komunitas hukum maupun kelompok masyarakat umum, fenomena pro dan kontra terkait hukuman mati bukanlah hal yang baru, meskipun bersifat temporer, mengenai masalah ini biasanya terus muncul ketika akan ada penjatuhan hukuman mati yang ditetapkan oleh pengadilan karena beberapa pelanggaran.
Pada umumnya sumber kontroversi berkisar pada perdebatan mengenai keabsahan pidana mati sebagai suatu hukuman yang dinilai efektif/ memiliki kemampuan dalam mengadili kejahatan dalam kenyataan. Akan tetapi hal ini menjadikan beberapa oknum mengeluarkan pendepatnya sendiri, seperti hukuman mati dikaitan dengan hak asasi manusia (HAM) serta doktrin agama yang mengajarkan bahwasanya yang menetukan hidup dan matinya seseorang hanya tuhan yang maha esa, bukan manusia sekalipun atas nama hukum. Adanya kontroversi yang terus menerus ini dalam (Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang dirancang sebagai salah satu bentuk pembaharuan hukum pidana yang ada di Indonesia, pidana mati telah lepas dari pidana yang bersifat umum dan menjadi pidana khusus yang eksepsional. Politik hukum yang demikian tidak bisa lepas dari kontruksi keseimbangan Mono-Dualistik atau Daad-Daader Strafercht yang artinya hukuman pidana sangat memperhatikan keseimbangan anatara hak/kepentingan masyarakat luas, Negara, korban, dan juga kepentingan individu pelaku sebagai manusia di sisi lain.
Dalam prespekif sejarah, pidana mati sebagai sanksi hukum sebenarnya sudah lama berada di tengah-tengah masyarakat luas bukan hanya Indonesia melaikan juga beberapa Negara seperti Yunani Kuno, Romawi, Jerman maupun Kanonik. Pelaksanaan pidana mati yang dilakukan pada jaman Romawi sangatlah kejam untuk ukuran kemanusiaan jaman sekarang yakni hukuman mati yang mereka buat dengan cara mengikat terpidana ke tiang lalu di bakar hidup-hidup atau dimasukkan kedalam kandang singa dan macan yang kelaparan, ada juga yang diikat kemudian ditarik oleh empat kuda yang berlari dengan kekuatan penuh ke arah yang berbeda sehingga tubuh terpidana tercerai berai dan ada juga yang melakukan hukuman mati dengan menenggelamkan terpidana ke dasar laut. Pada abad XVII dan permulaan abad XVIII beberapa Negara sudah menghindari hukuamn mati karena banyak mendapatkan kritik tajam dari beberapa ahli hukum.
Dalam perkembangan, kelompok kontra terhadap pidana maati di sebut kaum abolisionis sementara kelompok yang pro terhadap hukuman mati disebut kaum retensionis, kedua kelompok tersebut memiliki argemen-argumen yang kuat akan hukuman pidana mati
Kebijakan regulasi pidana mati dalam RUU KUHP, meski dilihat dari segi apapun (baik dari de yure maupun de facto) pidana mati tidak dapat di hindari atau tetap sah berlaku, oleh karena itu kita akan melihat bagaimana politik dan kebijakan RUU KUHP
1.Kedudukan Pidana mati dalam stelsel Pidana RUU KUHP dalam Pasal 66 RUU diseebutkan “Pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif”
2.Tujuan pidana mati dalam Pasal 87 dinyatakan “Pidana mati secara altrnatif diajtuhkan sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat”
3.Ketentuan mengenai tatacara pelaksanaan eksekusi pidana mati dan modifikasinya
a.Pasal 88 yang terdiri dari 4 (empat) ayat menentukan hal-hal sebagai berikut
Ayat (1) Pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati di regu tembak.
Ayat (2) Pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan di muka umum.
Ayat (3) Pelaksanaan pidana mati terhadap wanita hamil atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai wanita tersebut melahirkan atau orang yang sakit jiwa telah sembuh.
Ayat (4) Pidana mati baru dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak oleh presiden.
b.Pasal 89 terdiri dari 3 (tiga) ayat menegaskan hal-hal sebagai berikut:
Ayat (1) Pelaksanaan pidana mati dapat ditunda dengan masa percobaan selama 10 tahun.
Ayat (2) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang tepuji maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dengan keputusan menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Ayat (3) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menunjukkan sikap perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk memperbaiki, maka pidana mati akan di laksnakan atas perintah jaksa agung.
Kesimpulan dari isi Pasal 89 yang terdiri dari 3 ayat menjelaskan bahwasanya pidana mati bukan salah satu jenis pidana pokok yang bersifat umum melainkan pidana yang bersifat khusus.
Dipertahakannya sanksi pidana mati dalam RUU KUHP, sekilas memang mengandung kesan bahwa kontruksi hukum pidana di Negara Indonesia dibangun dan bertolak dari ide dasar mengenai pentingnya perlindungan masyarakat semata.Hal tersebut bisa dimengerti mengingat jenis sanksi yang sulit dipandang sebagai konsep hukum yang berpihak pada kepentingan terpidana.
Kesan diatas juga semakin terlihat jika dikaitkan dengan ketentuan pasal 87 RUU yang menyatakan bahwa pidana mati secara alternatif dijatuhkan sebagai jalan terakhir untuk mengayomi dan melindungi masyarakat dari tindak kejahatn-kejahatan tertentu. Selanjutnya, kebijakan pengaturan pidana mati yang tetap mempertimbangkan perlindungan terhadap kepentingan individu terpidana tersebut, juga dapat dilihat dalam rancangan Pasal 88-Pasal 90
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H