Sekali lagi ia coba menyadarkan diri, ia tidak salah jatuh cinta dengan Aisyah.
“Kekuasaanku memang segalanya. Aku punya orang tua. Begitupula kau. Sejatinya, kita sama-sama punya tanggung jawab untuk membahagiakan mereka, sampai kapanpun.”
Paduan suara “aaaaaww” terdengar lirih dari arah dapur. Kumpulan asisten rumah tangga tadi seketika terenyuh dengan perkataan ‘big boss’ mereka. Jarang sekali ada kalimat sinetron seperti itu yang mereka dengar keluar dari mulut Bayu, lebih spesifiknya ketika kedua majikannya bertengkar hebat karena masalah sms dari desa.
Perang dingin Bayu dan Aisyah perlahan mereda. Sosok pria pecinta beberapa tahun lalu kembali muncul, “selama ini, aku merasa sikapku salah, Aisyah.” Aisyah. Bayu menyebut lengkap namanya dengan jelas. Pertanda bahwa ini memang serius keluar dari lubuk hatinya. “Aku ingin selalu jadi anak yang patuh. Untuk orang tuaku. Sampai akhirnya, aku pun harus melawan mereka ketika aku.. bertemu denganmu.”
“Aku?” Aisyah tercengang. Mengapa ada dirinya di masalah intim antara suaminya dengan keluarga besarnya.
“Maaf. Tapi ini memang kenyataannya. Papi dan Mami sudah cukup malu menerima kau di keluarga ini. Mereka sudah berbesar hati dan melupakan siapa jati diri keluargamu sebenarnya. Aku sendiri tak masalah, kau anak seorang pembuat anglo atau pemulung sekalipun. Karena aku yakin, kamu istri yang tepat untuk aku dan anak-anakku kelak.”
Inilah Bayu Putra Parahardi yang sebenarnya. Sejak awal, Aisyah sudah paham dengan posisinya di keluarga ini. Menantu miskin yang hanya jadi benalu di keluarga suaminya.
“Aku diperbuda oleh seluruh ego orang tuaku untuk menguasai dirimu seutuhnya dengan hartaku. Aku kalah, Syah. Aku kalah memperjuangkan hakmu sebagai istri dan tulang punggung keluargamu. Maafkan aku, Aisyah. Maaf.”
Bentuk wajah menentukan seperti apa kepribadian orang tersebut. Seperti itu kalimat yang pernah Aisyah baca. Sempat tak percaya namun kini ia jadi saksi kebenaran riset itu, dari suaminya sendiri.
Garis-garis tegas menghiasi lekuk tulang pipinya yang sedikit tersembunyi. Pipinya sedikit tembam jika dibandingkan dengan para lelaki dewasa seumurannya. Kwalitas juga menentukan hasil. Perawatan wajah sederhana untuk pria rupanya memberikan efek maksimal untuk Bayu. Meski pekerjaannya membutuhkan waktu 25 jam sehari sekalipun, kerutan rupanya ‘ogah’ berkarya di wajah Bayu. Oh, dasar orang kaya.
Keduanya kini sama-sama menangis. Pria tegar dihadapan Aisyah itu kini sudah menggenggam secarik surat putih berkop nama perusahaan di Bandung.