Mohon tunggu...
Siti nuraisyah
Siti nuraisyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya yaitu badminton dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Books Sosiologi untuk Mahasiswa Fakultas Hukum Edisi Kedua

4 Oktober 2023   22:56 Diperbarui: 4 Oktober 2023   23:05 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Siti Nur Aisyah

NIM    : 2121111

Kelas  : 5E

IDENTITAS BUKU

Judul                  : Sosiologi untuk Mahasiswa Fakultas Hukum

Penulis              : J.M. Henny Wiludjeng, Rianto Adi, Marhaeni Ria Sambi. 2020

Tahun Terbit  : 2020

Penerbit           : Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Halaman          : 152 hlm

Nomor ISBN   : 978-623-7247-73-9

PEMBAHASAN

Pengertian Sosiologi

Secara Singkat Menurut soermardjan dan soemardi (1964:13-14) Sosiologi (ilmu masyarakat) ialah ilmu yang memperlajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Jadi sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, obyek sosiologi adalah masyarakat antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan tersebut. Kata sosial pada ilmu-ilmu sosial menunjukkan pada obyeknya yaitu masyarakat. Sosialisme adalah suatu ideologi yang berpokok pada prinsip pemilikan umum atas jasa dan produksi dalam bidang ekonomi.  

Definisi sosiologi menurut para ahli, yakni sebagai berikut:

  • Peter L. Berger : Sosiologi adalah studi ilmiah mengenai hubungan antara masyarakat dan individu ia bersifat timbal balik.
  • Max Weber : Sosiologi adalah ilmu yang berhubungan dengan pemahaman interpretative (verstehen) mengenai Tindakan sosial, dan dengan demikian juga berhubungan dengan suatu penjelasan kausal mengenai arah dan konsekuensi Tindakan sosial itu, interpretative diartikan sebagai memahami (ada unsur mengerti dan menilai).
  • August Comte (Bapak Sosiologi) Orang Prancis (1789-1857) : Sosiologi adalah ilmu yang memperlajari tentang masyarakat dalam arti masyarakat yang ideal dan masyarakat yang diinginkan.
  • Emile Durkheim Orang Prancis keturunan Yahudi (1858-1917) : Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta sosial (diartikan sebagai cara bertindak yang pasti, yang mampu memaksa individu dan bersifat menyeluruh/umum).
  • Pitrim Sorokin : Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari (i) hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antar gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan pilitik dsb; (ii) hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial (gejala geografis, biologis, dsb); (iii) ciri-ciri umu daripada semua jenis gejala sosial.
  • Roucek and Werren : Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
  • Wiliam F. Ogburn and Meyer F. Nimkoff : Sosiologi adalah peneliti secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial.
  • J.A.A van Doorn en. C.J. Lammers : Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-poses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
  • George Simmel :Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai interaksi sosial yang tekanannya pada individu yang melakukan sosial.

Ruang Lingkup Sosiologi

Dalam kaitannya dengan studi hukum, Prof. Sudarto, SH. Memberikan rumusan sosiologi sebagai berikut (Soedjono, 1982:14) :

" Sosiologi yang mempelajari masyarakat dalam totalitasnya, memberikan pengetahuan tentang gejala-gejala dalam masyarakat dan bagaimana hubungan satu sama lain. Gejala-gejala ini tidaklah abstrak, melainkan konkrit, ialah perbuatan-perbuatan manusia dalam hubungan kelompok dalam masyarakat, dimana terdapat interaksi dan komunikasi struktur dan pola-pola perbuatan-perbuatan beserta perubahan-perubahannya. Jadi pokok dalam pengetahuan ini ialah agar difahami masyarakat, dimana hukum merupakan salah satu fasetnya".

Dalam berinteraksi dengan sesamanya, perilaku seseorang itu dipengaruhi oleh nilai-nilai terentu atau norma-norma tertentu, yang berlaku dalam masyarakatnya. Nilai merupaka gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang pantas, yang berharga, yang mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai itu (Lawang, 1985:13). Etika Protestantisme tentunya menanamkan nilai-nilai agama yang sangat berguna menjamin keselamatan jiwa manusia. Dalam sejarah perkembangan kapitalisme, kekayaan ini merupakan modal yang sangat berharga untuk investasi dalam bidang usaha selanjutnya.

Sanksi hukum merupakan sejumlah derita yang sengaja dibebankan oleh masyarakat kepada warganya yang telah terbukti melanggar suatu kaidah sosial, dalam hak ini "kaedah hukum' (Wignjosoebroto, 1986:39). Sanksi hukum telah ditetapkan secara baku, baik jenisnya maupun berat ringannya. Sanksi hukum formal hanya dapat dijatuhkan melalui prosedur dan syarat tertentu. Dengan demikian tertib sosialnya akan lebih bertumpu pada bekerjanya kaedah-kaedah sosialnya yang non-hukum, seperti moral, kebiasaan dan adat istiadat. Pemberitahuan sanksi atas pelanggaran hukum merupakan control sosial. Dengan mengetahui adanya sanksi, dan apalagi jika sanksi itu benar-benar dijalankan, warga masyarakat akan berusaha menjauhi Tindakan pelanggaran hukum. Dengan demikian hukum dapat berjalan sebagai ana mestinya.

Hubungan sosiologi dengan ilmu sosial lainnya yaitu mempelajari tentang masyarakat namun obyek ilmu-ilmu sosial yang telah disebutkan di atas berbeda dalam hal membicarakan masyarakat. Kehidupan Bersama itu dapat dilihat dari beberapa segi atau aspek. Ada aspek kehidupan ekonomi yang berhubungan dengan produksi, pembagian dan penggunaan barang-barang dan jasa-jasa, aspek kehidupan politik yang berhubungan dengan penggunaan penggunaan kekuasaan dalam masyarakat, dan aspek kehidupan lainnya. Setiap aspek kehidupan Bersama itu memiliki unsur-unsur sosial/kemasyarakatan.Unsur-unsur sosial yang pokok adalah norma-norma/kaidah-kaidah sosial, Lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial. Selain mempelajari struktur sosial, sosiologi juga mempelajari pengaruh timbal balik antara berbagai aspek kehidupan Bersama. Dalam proses sosial akan terjadi perubahan-perubahan dalam struktur sosial.

Sosiologi mempunyai cara kerja (metode) yang juga dipergunakan oleh ilmu-ilmu sosial lainnya, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif menganalisis data kuantitatif, data yang berbentuk angka, dihitung untuk mengetahui jawaban masalah yang diteliti. Dalam menganalisis data kuantitatif biasanya digunakan statistika. Secara garis besar statistika dibedakan dalam dua macam, yaitu analisis statistika deskriptif dan analisis statistika induktif. Metode kualitatif menganalisis data kualitatif, data yang tidak berbentuk angka, data yang tidak bisa dihitung, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus, objek penelitiannya dipelajari secara utuh dan sepanjang itu mengenai manusia maka hal tersebut menyangkut sejarah hidup manusia (Singarimbun, 1982 dan Soekanto, 1981).

Dalam sosiologi juga dikenal dengan metode empiris dan metode rationalistis. Metode empiris menyandarkan diri pada keadaan-keadaan yang dengan nyata didapat dalam masyarakat. Dan metode rationalistis mengutamakan pemikiran dengan logika dan pikiran sehat untuk mencapai pengertian tentang masalah-masalah kemasyarakatan. Metode functionalism sering juga digunakan dalam sosiologi. Metode ini bertujuan untuk meneliti kegunaan Lembaga-lembaga kemasyarakatan.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penelitian adalah proses mencari data dalam rangka menjawab masalah penelitian. Proses penelitian dalam sosiologi adalah merumuskan masalah penelitian, mendalami masalah penelitian, jika mungkin menjawab masalah penelitian, jawaban tersebut bersifat sementara, yang akan dibuktikan kebenaran dalam proses penelitian. Jika hal ini dilakukan maka penelitiannya tidak menjawab masalah penelitian akan tetapi membuktikan kebenrana jawaban sementara bisa berupa asumsi, hipotesis, kerangka teori, kerangka konsep, atau kerangka pemikiran.

Menurut Robert M.z.Lawang (1984/1985) konsep sosiologi  mempunyai 4 fungsi, yaitu; Fungsi Kognitif, Fungsi Evaluatif, Fungsi Pragmatk, Fungsi Komunikatif.

Sosiologi Hukum

Semua ilmu-ilmu sosial (ilmu pengetahuan kemasyarakatan) secara Bersama-sama mempelajari kehidupan Bersama manusia dengan sesamanya. Kehidupan Bersama itu dapat dilihat dari beberapa segi atau aspek. Ada aspek kehidupan ekonomi yang berhubungan dengan produksi, pembagian dan penggunaan barang-barang dan jasa-jasa, aspek kehidupan politik yang berhubungan dengan penggunaan kekuasaan dalam masyarakat. Dan aspek kehidupan lainya. Unsur-unsur sosial yang pokok adalah norma-norma/kaidah-kaidah sosial, Lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok, serta lapisan-lapisan sosial. Unsur-unsur sosial tersebut berjalinan satu sama lain dan disebut sebagai struktur sosial. Selain mempelajari struktru sosial, sosiologi juga mempelajari pengaruh timbal balik antara berbagai aspek kehidupan Bersama. Dalam proses sosiologi akan terjadi perubahan-perubahan dalam struktur sosial. Jadi sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, obyek sosiologi adalah masyarakat, dan sosiologi melihat masyarakat dari sudut hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan tersebut.

Ciri-ciri utama sosiologi yang memenuhi unsur-unsur ilmu pengetahuan yaitu: sosiologi bersifat empiris, sosiologi bersifat teoritis, sosiologi bersifat kumulatif dan terakhir sosiologi bersifat non-etis.

  • Dari penjelasan di atas, manusia dalam hidup bermasyarakat diatur dan dikendalikan olehberbagai kaidah yang pada hakikatnya bertujuan untuk mencapai suatu tata tertib dalam masyarakat yang bersangkutan. karena memang setiap masyarakat memerlukan suatu mekanisme pengendalian sosial agar segala sesuatunya berjalan dengan tertib. Mekanisme pengendalian sosial merupakan suatu proses yang direncanakan maupun tidak direncanakan untuk mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan masyarkat yang bersangkutan. kaidah-kaidah yang dimaksud tadi ada berbagai macam bentuk dan sifatnya sejalan dengan bentuk hubungan-hubungan yang ada. Ada kaidah yang lemah berlakunya, ada yang sedang, dan ada pula yang kuat daya mengikatnya. Kaidah-kaifah tersebut dinamakan kaidah-kaidah sosial, namun pada hakikatnya hukum juga berasal dari kaidah sosial (Soekanto, 1973:56).
  • Secara umum, ciri-ciri yang membedakan kaidah hukum dengan kaidah-kaidah lainnya adalah (Soekanto, 1973:56-57):Kaidah hukum mempunyai sifat untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan orang maupun kelompok di dalam masyarakat. Kaidah hukum berusaha untuk membawakan suatu keseimbangan atau suatu perdamaian antara kepentingan-kepentingan yang bertentangan. Kaidah hukum dengan tegas mengatur perbuatan-perbuatan manusia yang bersifat lahiriah.Kaidah hukum pada umumnya mengandung sanksi hukum yang teratur rapi, yang pasti, dan dijalankan oleh badan-badan yang diakui oleh masyarakat sebagai badan-badan pelaksanaan hukum.

Dari ciri-ciri terseut Nampak bahwa bisa ada perbedaan antara perilaku sosial yang diharapkan oleh hukum. Karena proses interaksi yang terjadi di dalam masyarakat akan terus berlangsung, dan yang akan selalu menghasilkan perubahan karena timbulnya konflik atau kebutuhan dan keinginan masyarakat. Maka jelas bahwa setiap masyarakat bisa tidak mentaati hukum karena merasa hukum yang berlaku tidak sesuai dengan keinginan masyarakat, dan masyarakat yang tadinya berperilaku sesuai dengan hukum tersebut, akan merubah perilakunya sesuai dengan hukum.

Hukum (terutama dalam masyarakat modern) memerlukan badan-badan organisasi yang mengelolanya secara terencana (a) dalam hal pembuatan atau perumusannya, (b) dalam hal menjamin ketaatan-ketaatannya, (c) dalam hal menjaga kewibawaannya. Dalam masyarakat tradisional, struktur (badan atau lembaga tadi) hanya berperan dalam hal memaksakan ketaatannya saja, karena kaidah-kaidah terwujud umumnya melalui proses kelaziman dan adat istiadat Pemaksaan ketaat annya sendiri acapkali harus menunggu prakarsa dari satu atau dua orang yang berkepentingan di luar badan tadi Bahkan badan itu sendiri kadang tidak kita jumpai dalam masyarakat tersebut walaupun ada hanya terdiri dari beberapa tetua pemimpin informal yang ada (Wignjosoebroto 1986 17) Dengan demikian, kaidah kaidah hukum (yang eksplisit tertulis, mempunyai badan-badan pelaksana) yang mengatur masyarakat modern merupakan kaidah-kaidah yang bersifat formal Masyarakat modern yang kompleks dan berpotensi besar untuk berkonflik memerlukan kaidah-kaidah eksplisit yang dengan jelas dapat menunjukkan siapakah yang berhak dan siapakah yang berkewajiban Dalam hal ini diperlukan kepastian.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam kehi dupan bermasyarakat, anggota masyarakat diikat oleh berbagai aturan atau pedoman. Aturan atau pedoman tentang boleh ini boleh itu, tidak boleh ini tidak boleh itu, serta apa yang baik dan apa yang tidak baik dilakukan Aturan atau pedoman itu berupa norma-norma' atau kaidah-kaidah yang mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat Menurut Soekanto (1993:9), norma atau kaidah itu adalah patokan-patokan mengenai peri laku yang dianggap pantas la dapat berupa kaidah hukum kaidah agama, kaidah kesusilaan, maupun kaidah kesopanan. Tiga terakhir biasanya berkaitan dengan apa yang sering disebut orang sebagai moral.

Karena adanya berbagai aturan itu, sulit hanya untuk memberlakukan hukum nasional (tertulis/positif) di Indonesia, tanpa memberlakukan kaidah-kaidah lainnya. Hukum adat (tidak tertulis) misalnya, yang telah hidup dan sudah diyakini oleh anggota masyarakat sebagai pedoman/landasan hidupnya, tidak dapat begitu saja dilepaskan Keragaman masyarakat di Indonesia, membawa pengaruh bagi berbagai hukum adat, agama, kesusilaan, dan kesopanan (yang bisa saja mempunyai perbedaan nilai) yang melandasi kehidupan masyarakat Hukum nasional (hukum resmi dari negara) hanya merupakan salah satu sistem normatif yang berlaku dalam masyarakat Indonesia Kemajemukan hukum (pluralisme hukum) ini merujuk pada keberadaan lebih dari satu sistem hukum secara simultan dalam suatu negara di saat yang sama.

Selanjutnya, hukum, sebagai bagian dari suatu pranata sosial, khususnya pranata pengendalian sosial (social control institution), akan selalu berdinamika dan berproses dalam me nyikapi perubahan-perubahan kultur yang terjadi dalam ma syarakatnya masing-masing. Adalah suatu kenyataan bahwa hukum yang satu dan hukum yang lain saling terkait, berbeda, dan saling tumpang tindih dengan gejala-gejala sosial lainnya Hukum nasional yang pada awalnya banyak diserap dari hukum Hindia-Belanda -- akan terus mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan masyarakat dan negara Dalam proses perkembangan tersebut. ada kemungkinan sejumlah asas hukum, norma, pranata, dan lembaga hukum yang lain kehilangan peran sosialnya sehingga kehilangan daya lakunya Sedang konsep-konsep hukum yang universal akan hidup langgeng. Untuk itu penting kiranya mempelajari sistem-sistem hukum yang berlaku di pelbagai daerah dan yang didukung oleh suku-suku bangsa yang berlainan untuk menemukan nilai-nila), asas hukum. Norma, pranata, dan lembaga hukum yang universal untuk diangkat ke dalam hukum nasional. Perbedaan yang masih ada harus dibiarkan sebagai hukum lokal (adat) setempat sepanjang tidak mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.

Hukum tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sosial dan politik Kehidupan politik dapat dijelaskan sebagai aktivitas anggota atau kelompok-kelompok dalam masyarakat yang berupaya untuk memperoleh kekuasaan, usaha mempertahankan kekuasaan, penggunaan kekuasaan, bagaimana menghambat penggunaan kekuasaan, dan sebagainya Dalam aktivitas tersebut hukum berperan penting dalam membatasi kekuasaan yang dipegang oleh penguasa Seperti telah dikemukakan, hukum merupakan dasar kehidupan bermasyarakat dan bernegara Dalam suatu negara, kita mengetahui adanya wilayah, rakyat, dan pemerintahan Pemerintahan memegang kekuasaan yang dipercayakan oleh rakyat untuk seperti yang telah ditetapkan oleh UUD 1945 "melindungi segenap bangsal Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial (Pembukaan UUD 1945).

Hukum dan Kekuasaan

Pada awalnya, hukum disebut sebagai folkways (kebiasaan) Kebiasaan merupakan perilaku yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama Perilaku tersebut menjadi pola perilaku yang kemudian disebut norma Misalnya kebiasaan untuk tidak makan di depan pintu, atau kebiasaan untuk melempar daun sirih dalam suatu upacara perkawinan adat Jawa Dalam perkembangannya ada nilai-nilai yang perlu dipertahankan secara lebih kuat untuk itu ditetapkan mores (adat-istiadat) Misalnya orang tidak boleh memperkosa orang lain, atau orang harus menanam kepala kerbau untuk membuat rumah. Dalam masyarakat bernegara (modem) nilai-nilai dipertahankan dengan hukum Kebiasaan tidak mempunyai kekuatan mengikat yang mengharuskan se seorang berperilaku Adat-istiadat mempunyai kekuatan meng ikat yang mengharuskan seseorang berperilaku tertentu, kalau tidak, atau kalau melanggar maka akan dikenakan "sanksi" Dalam masyarakat yang tradisional sanksinya kebih bersifat sanksi sosial, seperti pengucilan, pergunjingan, pengeroyokan massal pengejekan Dalam masyarakat modern sanksinya di berikan oleh badan yudisial (hakm) berdasarkan ketentuan hukum tertulis yang berlaku Dalam hal ini, sanksi merupakan sejumlah derita yang sengaja dibebankan oleh masyarakat kepada warganya yang telah terbukti melanggar suatu kaidah hukum (Wignjosoebroto 1986 39).

Meskipun definisi hukum cukup banyak, definisi yang sederhana dari hukum adalah aturan Ada yang mengatakan bahwa hukum adalah kumpulan peraturan, ketentuan ataupun kaidah yang mengatur tentang tingkah manusia yang dibuat oleh badan resmi (penguasa) dan bersifat mengatur memaksa dan adanya sanksi bagi yang melanggar, dengan tujuan untuk ketertiban masyarakat Selanjutnya dikatakan bahwa hukum itu sendiri merupakan tatanan serta satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain Kemudian dalam dunia hukum dikenal sistem hukum yang dimaksudkan sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerjasama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.

Aturan-aturan hukum menggariskan apa yang dikehendaki berlangsung atau merumuskan hal-hal yang dianggap buruk, dan arus dihindari. Dengan demikian dalam hukum tercermin juga nilai-nilai yan dianut dalam masyarakat atau suatu kelompok sosial pendukung hukum itu. Demikian pada umumnya hubungan di antara norma hukum, dan nilai-nilai yang dicerminkannya dalam hal-hal di mana hukum berkembang karena proses kelembagaan berganda (aturan hukum memuat materi yang memang sudah berlaku dalam masyarakat sebagai norma sosial, misalnya adat kebiasaan). Bila pembuatan aturan hukum berlangsung menurut prosedur modern, di mana telah ada badan-badan khusus yang bertugas merumuskan nilai-nilai yang dilindungi melalui aturan-aturan, maka aturan hukum menggariskan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan melakukan hal-hal yang kira-kira sama sifatnya.

Ciri-ciri Hukum

Seorang ahli Antropologi Hukum, Pospisil, yang pernah melakukan penelitian terhadap masyarakat suku Kapauku di Irian Jaya, menyatakan bahwa ciri-ciri hukum atau yang disebutnya atribut-atribut hukum sebagai pengendalian sosial adalah sebagai berikut:

  • Adanya kekuasaan (autbority);
  • Berlaku menyeluruh universal (universal application);
  • Adanya kewajiban (obligation);
  • Adanya penguat (sanction).
  • Pospisil mengemukakan bahwa bentuk hukum seyogyanya adalah sendi yang diabstraksikan dari keputusan para pemegang kekuasaan (autbority), yaitu seperti para pemimpin, para kepala suku, para hakim dan lain-lain. Keputusan para penguasa itu bermacam-macam, tetapi tidak semua keputusan itu wajar disebut hukum, misalnya keputusan bidang politik, ekonomi, agama dan ada kebiasaan yang tidak diperkuat dengan sanksi. Oleh karena itu perlu dirumuskan ciri atau atribut-atribut apa yang membedakan keputusan hukum dan keputusan yang bukan hukum. Mendefiniskanhukum dkategorikan dalam 2 kategori yaitu :
  • Yang menguraikan hukum dengan bahasa yang samar-samar, karena pendangan yang bersifat filsafat dan tidak ilmiah;
  • Menguraikan pengertian hukum dengan bahasa yang jelas dan berusaha mengabstraksikan ciri-ciri hukum yang hakiki yaitu berciri sanksi fisik dan berciri kewajiban.
  • Radclife-Brown salah satu di antara para sarjana yang berpendapat bahwa ciri hukum adalah hanya sanks fisik. Sanksi fisik dilaksanakan oleh masyarakat yang terorganisir secara politis. Pospisil sependapat bahwa hukum mempunyai ciri "sanksi", tetapi tidak sependapat jika menekankan bahwa sanksi tersebut harus dilaksanakan oleh masyarakat yang berorganisasi politik. Karena pada masyarakat sederhana tidak terdapat organisasi politik maka itu sama dengan mengatakan bahwa pada masyarakat sederhana tidak ada hukum.
  • Sebaliknya Malinowski mengemukakan bahwa ciri hukum hanya kewajiban (abligation). Menurut Malinowski hukum adalah gejala masyarakat yang universal yang cirinya adalah kewajiban yang mengikat dua pihak secara timbal balik berdasarkan adanya balas jasa yang diharapkan di kemudian hari, sedangkan sanksi bukan kriteria yang utama.
  • Pospisil tidak sependapat dengan Malinowski, walaupun ia mengatakan bahwa hukum adalah gejala yang universal, oleh karena pengertian itu terlalu luas dan mencangkup sebagai besar adat kebiasaan dalam masyarakat. Karena kewajiban manusia tidak semata-mata kewajiban hukum, ada juga kewajiban moral, kewajiban agama, dan lainnya. Pospisil mengemukakan bahwa kewajiban bukanlah satu-satunya ciri hukum, karena hukum sebagai gejala sosial mempunyai poa menyeluruh yang terdiri dari beberapa ciri.

Fungsi Hukum

  • Hukum sebagai Sarana Pengendalian Sosial Selain hukum sebagi pedoman tingkah laku, hukum juga dianggap berfungsi sebagai salah satu sarana pengendalian sosial (social control) Pengendalian sosial ini menurut E.A. Ross, mencakup semua kekuatan-kekuatan yang menciptakan serta memelihara ikatan sosial. Dalam hal ini hukum adalah suatu sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dan ancaman-ancaman maupun perbuatan-perbuatan yang membahayakan diri serta harta bendanya Hukum sebagai sarana kontrol sosial berguna untuk mempertahankan ketertiban yang sudah ada Dalam hal pengendalian sosial (kontrol sosial) tersebut, maka hukum juga berfungsi sebagai pegangan dalam pengendalian sosial (Soekanto 1981 43-44).
  • Hukum sebagai Sarana Rekayasa Sosial Seidman (dalam Rahardjo, 1977:65) mengatakan bahwa "To promote economic development, governments must rely upon the law, for the legal order is the filter through which policy becomes practice". Di sini hukum dilihat sebagai suatu alat atau sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan politik negara, tujuan-tujuan praktis (social engineering by law). Dalam "social engineering (rekayasa sosial) yang menjadi pokok persoalan adalah bagaimana kita menggerakkan tingkah laku anggola masyarakat atau mencapai keadaan yang diinginkan melalui hukum "Social engineering" hanya merupakan bagian daripada usaha pembangunan Selain hukum dinamakan "a tool of social engineering", hukum disebut pula sebagai "social planning".
  • Hukum sebagai Sarana Pengintegrasian
  • Hukum dapat pula untuk mengintegrasikan anggota-anggota ma syarakat yang berbeda latar belakangnya Masyarakat Indonesia yang pluralistis, yang meliputi sejumlah masyarakat (berbagai suku bangsa) yang telah lama ada sebelum kemerdekaan, yang masing-masing memiliki pranata-pranata sosial yang berbeda, terintegrasi antara lain karena masyarakat Indonesia menerima UUD 1945 sebagai suatu peraturan untuk hidup berbangsa dan bernegara Para warga yang berasal dan berbagai kelompok masyarakat yang berbeda itu, telah terjalin dalam berbagai interaksi dalam berbagai bidang kebidupan yang bersifat nasi onal: ekonomi.

Ciri-ciri Kekuasaan

Pospisil mengemukakan bahwa orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan dapat memaksakan berlakunya huum disebut 'penguasa hukum'. Kekuasaan merupakan salah satu ciri hukum. Kriteria pokoknya adalah adanya keputusan dan nasihat para pemimpin ditaati oleh warga kelompoknya.Ada beberapa ahli yang mengemukakan bahwa ada suku-suku pada masyarakat bersahaja yang tidak mempunyai pemimpin, karena kesederhanaannya tidak mengenal Lembaga sosial budaya tertentu, seperti Lembaga kepemimpinan. Tetapi dalan kenyataannya kepemimpinan adalah gejala universaldan berfungsi dalam kelompok masyarakat yang sederhana sekalipun.

Antropologi Hukum dan Sosiologi Hukum

Schuyt dalam tulisannya Recht en Samenleving mengemukakan pendapatnya bahwa sistem hukum terdiri atas;

  • Sistem makna terdiri atas Aturan-aturan, nilai, norma, hal yang mendasar dari hukum. Sistem makna tidak ditemkan dalam dunia kenyataan, tetapi merupakan gagasan-gagasan tentang cara berlaku yang diinginkan.
  • Organisasi, yaitu yang melaksanakan berbagai hal seperti pembuat undang-undang, pengadilan, badan-badan pemerintahan.
  • Tindakan-tindakan, keputusan-keputusan dari warga masyarakat, yang berkaitan dengan hukum.

Sosiologi tidak banyak menyoroti sistem makna, sedangkan antropologi hukum  cenderung mnaruh minat atau lebih banyak mendalami pada sistem makna, sebagaimana dikemukakan schuyt di atas. Sosiologi hukum lebih banyak menyoroti Lembaga-lembaga hukum modern, terutama seberapa jauh Lembaga-lembaga tersebut menerapkan aturan-aturan tertulis, atau seberapa jauh penyimpangan terhadap hal tersebut. walaupun dalam perkembangannya akhir-akhir ini hamper tidak ada perbedaan obyek antara sosiologi hukum dan antropologi hukum. Kedua cabang ilmu ini tidak melakukan pendekatan normative semata tetapi menekankan pada kenyataan yang empiris, baik yang Nampak dalam keputusan hukum maupun yang Nampak dalam perilaku.

Garis pembeda antara cabang ilmu Antropologi Hukum dan Sosiologi Hukum, sebagai berikut:

  • Sejarah timbulnya Antropologi Hukum berasal dari kehidupan masyarakat pedesaan atau masyarakat agraris ( di dunia timur), sedangkan sejarah timbulnya Soisologi Hukum dari kehidupan masyarakat sebagai akibat kemajuan industry (dunia barat).
  • Budaya masyarakat yang menjadi obyek penelitian dalam Antropologi Hukum masih sederhana, belum kompleks. Sosiologi Hukum berkembang dari masyarakat barat, bersifat heterogeny dengan hukumya yang kompleks.
  • Cara berpikir dan berperilaku masyarakat yang menjadi obyek sorotan dalam Antropologi Hukum masih bersifat tradisional, magis religius dan komunal. Sosiologi Hukum, masyarakat yang menjadi obyek, cara berpikir dan berperilaku serba konseptual, individualisme, liberalis, dan berdasar kepentingan semata.
  • Masyarakat yang menjadi obyek Antropologi Hukum beranggapan bahwa hukum itu bersifat universal, terdapat pada masyarakat modern dan pada masyarakat sederhana. Masyarakat yang menjadi sorotan Sosiologi Hukum merupakan masyarakat yang beranggapan bahwa sistem hukum itu bersifat modern seperti halnya di dunia barat.
  • Dalam Antropologi Hukum, hukum yang dipelajari pada umumnya tidak tertulis dan bersifat local. Dalam sosiologi Hukum, hukum yang dipelajari pada umumnya berbentuk tertulis, perundang-undangan yang sistematis dan bersifat nasional.

Pebedaan tersebut karena sejarah awalnya muncul kedua cabang ilmu tersebut. Antropologi Hukum berkembang dari dunia timur yang masyarakatnya agraris, dan memiliki cara berpikir yang masih sederhana, dan ikatan terhadap hukum tidak tertulis/huum adat yang masih tinggi. Sosiologi Hukum berkembang dari dunia barat, dari masyarakat perkotaan karena kemajuan industry yang memuat banyak perubahan dalam masyarakat.

Dalam Antropologi Hukum berpegang pada anggapan bahwa ada manusia yang hidup bermasyarakat, berarti ada hukum, baik di dunia maju maupun pada masyarakat yang masih sederhana, hukum selalu ada. Hukum mengikuti pengkembangan hidup manusia bermasyarakat, baik tertulis maupun tidak tertulis, sepanjang masyarakatnya menjadikan sebagai pedoman berperilaku. Sedangkan hukum yang menjadi sasaran dalam Sosiologi Hukum pada umumnya hukum dalam bentuk tertulis (perundangan), dibukukan secara sistematis dan berlaku nasional. Sedangkan dalam Antropologi Hukum yang ditemukan di lapangan banyak yang tidak tertulis, sederhana, tidak sistematis dan bersifat lokal.

Antropologi Hukum dan Psikologi Sosial

Ilmu jiwa masyarakat mempelajari perilaku manusia sebagai makhluk masyarakat,bagaimana perilaku seorang dalam masyarakat, hilangnya ikatan-ikatan tradisi karena pengaruh individu atas masyarakat, peranan seorang pemimpin atau organisasi, kegairahan bekerja, masalah waktu senggang dan lain sebagainya. Psikologi sosial adalah pada pergaulan orang satu dua orang yanglain, antara individu dan masyarakat, bagaimana sikap perilaku dan watak pembawaannya dalam melakukan kegiatan sosial, budaya, ekonomi, politik dan hukum, misalnya bagaimana perilaku seorang pengusaha dalam mendapatkan proyeknya dari pemerintahan, bagaimana perilaku seseorang juru kampanye sari salah satu partai politik, atau bagaimana perilaku seseorang dalam menyelesaikan perselisihan, dan sebagainya.

Oleh karena itu Antropoogi Hukum juga mempelajari perilaku manusia yang mengutamakan penelitian kasus perselisihan yang terjadi, dengan norma hukum dan perilaku berdasarkan kenyataan yang benar berlaku. Maka Psikologi sosial akan banyak membantu studi atau penelitian yang dilakukan oleh Antropologi hukum. Psikologi Sosial merupakan ilmu pembantu bagi Antropologi hukum.

Hukum, Kelompok Sosial, dan Lembaga Sosial

Lembaga sosial, Lembaga kemasyarakatan, pranata sosial, bangunan sosial, merupakan terjemahan dari social-instiulition. Koentjaraningrat mengatakan pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan atau norma-norma dan hubungan yang berpusat kepada ktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Norma-norma tersebut apabila diwujudkan dalam hubungan antar manusia dinamakan organisasi sosial (Soekanto, 1990:217-218).

Kebutuhan pokok manusia dapat dikelompokkan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti kebutuhan akan sandang pangan dan papan, kebutuhan akan Pendidikan, kebutuhan akan kehidupan kekerabatan, kebutuhan akan Kesehatan, dan sebagainya. Kebutuhan akan sandang pangan dan papan menimbulkan Lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pertanian, peternakan, koperasi, industry, bank, dan sebagainya. Kebutuhan akan Pendidikan menimbulkan Lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti sekolah, pesantren, kursus-kursus, dan sebagainya. Kebutuhan akan kekerabatan menimbulkan Lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti keluarga batih, perkawinan, perceraian, kewarisan, dan sebagainya. (Soekanto, 1994:68).

Dalam Lembaga sosial, setiap anggota masyarakat saling berinteraksi berdasarkan tata kelakuan yang dinyatakan dalam aturan-aturan (hukum), dan sekaligus perilaku mereka dikontrol oleh anggota-anggota masyarakat berdasarkan aturan tadi. Artinya, apabila ada anggota masyarakat berdasarkan yang menyimpang dari aturan itu,maka masyarakat akan memberikan sanksi hukuman. Bedanya dengan kompleks sosial (social groups): Kelompok sosial menunjukkan kumpulan orang yang merupakan kesatuan yang hidup Bersama , bisa kecil (keluarga) maupun besar (desa, kota, negara, bangsa, dan sebagainya), oleh karena adanya hubungan antara mereka. Pada umumnya kelompok-kelompok sosial merujuk pada kumpulan orang. Salah satu kelompok sosial yang dapat disebut di sini mungkin suatu masyarakat hukum adat. Dipandang dari sudut masyarakat luas (nasional), kaidah-kaidah yang berlaku dalam kelompok tersebut merupakan kaidah-kaidah sosial informal. Misalnya, kaidah yang mengatur sistem pengaturan tanah masyarakat hukum adat tersebut. mungkin saja terjadi benturan di antara kedua aturan tersebut. Dalam masyarakat hukum adat yang masih homgen dan sederhana sifatnya, ada kecenderungan untuk menyelesaikan suatu konflik di antara mereka sendiri. Berbeda dengan penyelesaiaan konflik yang terjadi dalam masyarakat yang modern dan heterogen.

Hubungan antara masyarakat, antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga adanya kesadaran untuk saling tolong menolong. Dalam hubungan tersebut, terjadi interasi sosial yang dinamis yang lama kelamaan karena pengalaman, menjadi nilai-nilai sosial, yaitu konsep-konsep abstrak yang hidup di dalam alam pikiran sebagaimana besar anggota kelompok sosial tersebut. nilai-nilai tersebut merupakan hal-hal yang dianggap baik dan tidak baik dalam pergaulan hidup. Nilai-nilai dan norma-norma yang telah mencapai suatu kemantapan dianggap sebagai pedoman tata kelakuan anggota kelompok sosial. Nilai-nilai atau norma-norma yang abstrak tersebut mendapat bentuk ang konkret di dalam kaidah-kaidah sosial, termasuk di dalamnya kaidah hukum.

Di suatu masyarakat mungkin saja tidak begitu memerlukan kaidah hukum karena kaidah-kaidah sosial lain lebih berperan. Dasar hubungannya adalah rasa cinta dan rasa kesatuam batin yang memang sudah dikodratkan. Sistem pengadilan sosialnya bersifat informal, yakni setiap persoalan diselesaikan secara personal dan tidak ingin adanya campur pihak ketiga untuk menyelesaikannya. Dalam masyarakat modern (gessellschaft) sistem pengadilan sosialnya bersifat formal. Hukum diciptakan, diterapkan, dan ditegakkan secara formal melalui Lembaga-lembaga yang diberi wewenang untuk itu. Norma-norma didalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda: lemah sedang sampai yang terkuat daya ikatnya. Umumnya anggota masyarakat tidak berani melanggar norma yang kuat daya ikatnya. Kebiasaan menunjukkan pada perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama.

Kaidah-kaidah yang ada di dalam masyarakat tidak dengan sendirinya menjadi bagian dari suatu Lembaga kemasyarakatan atau Lembaga sosial. Untuk menjadi suatu bagian dari suatu Lembaga sosial, kaidah-kaidah tersebut harus mengalami proses pelembagaan. Proses pelembagaan tersebut dimulai dengan adanya pengetahuan terhadap kaidah-kaidah tersebut. kemudian diikuti oleh proses pemahaman dan penataan, dan mencapai puncaknya pada proses penghargaan dan penjiwaan terhadap kaidah-kaidah tersebut, sehingga kaidah tersebut membudaya dalam masyarakat (Soekanto dan Abdullah, 1987:92).

Namun, walaupun kaidah hukum sudah membudaya, sudah melembaga, kaidahhukum tidak akan mungkin selalu memenuhi kebutuhan masyarakat karena masyarakat selalu berkembang. Hal ini dapat kita lihat adanya deviasi atau penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat. Sekolah sebagai suatu Lembaga sosial dalam memenuhi kebutuhan pokok warga masyarakat akan Pendidikan, misalnya berhubungan dengan kaidah hukum yang mengatur sekolah. Apakah pengaturan mengenai sekolah sudah memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia pada waktu ini? Rumah sakit sebagai suatu Lembaga sosial dalam memenuhi kebutuhan pokok warga masyarakat akan Kesehatan, juga berhubungan dengan kaidah hukum yang mengatur Kesehatan. Apakah oengaturan mengenai Kesehatan sekarang ini sudah memenuhi kebutuhan masyarakat?

Mobiltas sosial (gerak sosial merupakan suatu gerak dalam struktur sosial. Gerak sosial ini dapat secara vertical maupun horizontal. Gerak sosial horizontal tidak menyebabkan  derajad kedudukan seseorang atau kelompok berubah (pindah pekerjaan yang sederajat, perpindahan penduduk: urbanisasu, transmigrasi, mugrasi). Sedang apabila gerak sosial tersebut menyebabkan perbedaan derrajat kedudukan, disebut gerak sosial vertical. Dalam mobilitas sosial ini, ternyata juga tidak terlepas dari aturan-aturan yang berlaku. Aturan-aturan transmigrasi misalnya diberlakukan untuk mencegah kepadatan penduduk di suatu wilayah akibat mobilitas penduduk terpusat ke sana. Gerak migrasi tenaga kerja internasional juga diatur dalam rangka mengatasi pengangguran dan mencegah terjadinya hal-hal negative seperti eksploitasi tenaga kerja atau terlalu banyaknya tenaga ahli asing di Indonesia.

Dalam lapisan masyarakat, kedudukan (status), dan peranan (role) merupakan unsur pokok dan mempunyai arti penting bagi sistem sosial (yakni pola -pola yang mengatur hubungan timbal balik antar unsur-unsur sosial dalam struktur masyarakat). Kedudukan merupakan kumpulan hak dan kewajiban. Kedudukan seseorang berarti tempat seseorang dalam suau sistem sosial (lapisan atas atau menengah atau bawah). Setiap kedudukan mempunyai peranan yang merupakan aspek dinamis dari kedudukan tersebut. seseorang yang melaksanakan hak dan kewajibanyya sesuai dengan kedudukannya berarti orang tersebut menjalankan peranan. Peranan menunjukkan fungsi seseorang dalam kedudukannya. Kedudukan dan peranan merupakan hal yang tak dapat dipisahkan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan atau sebaliknya (Soekanto, 1994:78).

Dalam hubungan timbal balik antar individu dan hubungan timbal balik antara individu dengan masyarakatnya, kedudukan dan peranan individu mempunyai arti penting (Soekanto, 1990:264). Kedudukan merupakan tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Ralph Linto (dalam Sunarti, 1993) menyatakan bahwa sejak lahir manusia memperoleh sejumlah status tanpa memandang perbedaan antar individu atau kemampuan. Berdasarkan status yang di peroleh dengan sendirinya ini (ascribed status), anggota masyarakat dibeda-beakan berdasarkan usia, jenis kelamin, hubungan kekerabatan, dan keanggotaan dalam kelompok tertentu seperti kasta dan kelas. Berdasarkan status yang diperoleh tersebut dijumpai adanya berbagai macam startifikasi dalam masyarakat. Untuk selanjutnya seseorang dapat memperoleh status dengan cara meraihnya (achieved status). Jadi kedudukan tersebut tidak diperoleh atas dasa kelahiran/keturunan.

Ascribed status pada umumnya dijumpai pada masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup, seperti "kasta" di india. Di sini seseorang sulit untuk pindah status seperti halnya dalam masyarakat degan sistem lapisan terbuka. Untuk mendapatkan status sosial tinggi, atau untuk mendapatkan kadudukan sebagai rector, setiap orang mempunyai hak yang sama untuk meraihnya. Kadang-kadang seseorang diberikan kedudukan tertentu ole kelompok masyarakatnya dikarenakan orang tersebut misalnya telah berjasa. Kedudukan atau status yang diberikan ini disebut "assigned-status".

Selanjutnya, karena dalam masyarakat terdapat berbagai kelompok sosial, sdang seseorang biasanya kut serta dalam berbagai elompok sosial atau pola kehidupan, maka orang tersebut mempunyai berbagai kedudukan-kedudukan yang dimiliki seseorang timbul pertentangan atau konflik. Misalnya, dalam kedudukannya sebagai dosen ia tidak boleh pilih kasih dalam memberikan nilai ujian baik itu anaknya sendiri maupun bukan. Tetapi dalam kedudukannya sebagai orangtua ia akan sulit untuk meluluskan anaknya. Selain itu, dalam hal dimana seseorang merasa tidak sesuai dalam menjalankan peranan yang diberikan masyarakat, orang itu mengalami "conflict of roles". Dan apabila orang tersebut tidak dapat menjelankan peranannya, dinamakn "role distance".

Kedudukan seseorang dalam masyarakat ada kaitannya dengan kekuasaan dan wewenang. Adanya kekuasaan menurut Soemardjan dan Soemardi (Soekanto, 1994:79) tergantung dari hubungan antara yang berkuasa dengan yang dikuasai, atau antara pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dan pihak lain yang menerima pengaruh dengan rela atau karena terpaksa. Apabila kekuasaan itu dijelmakan pada diri seseorang, maka biasanya orang tersebut dinamakan pemimpin.

Namun demikian, dalam kehidupan sehari-hari kita dapat temui kedudukan yang mempunyai kekuasaan dan kedudukan yang tidak mempunyai kekuasaan. Misalnya suami sebagai kepala rumah tangga, kekuasaannya justru ada ditangan istri. Istri mempunyai kekuasaan yang dominan dalam segala urusan rumah tangga. Contoh lain, wakil direktur sebuah kantor lebih dominan dalam urusan kantor karena ia yang lebih mempunyai kemampuan daripada direkturnya sendiri.

Wewenang adalah suatu hak yang telah ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijakan, menentukan keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah penting dan untuk menyelesaikan pertentangan-pertentangan. Dalam wewenang tekanannya adalah hak, dan bukan pada kekuasaan. Jadi, dikaitkan dengan kekuasaan, maka kekuasaan tanpa wewenang merupakan kekuasaan yang tidak sah (Soekanto, 1990:311). Jadi seseorang presiden memperoleh kekuasaan (wewenang) utuk melakukan sesuatu Tindakan yang sesuai dengan apa yang diberikan oleh hukum (UUD dan UU). Artinya kekuasaan itu telah mendapat pengakuan dan pengesahan dari masyarakat. Demikian juga dengan wewenang polisi, wewenang jaksa, wewenang ketua DPA, dan sebagainya.

Kontak sosial dapat berlangsung dalam bentuk antara orang perorang, antara seseorang dengan kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negative. Bersifat positif yakni jika kontak sosial tersebut mengarah pada suatu Kerjasama, dan bersifat negatif jika kntak sosial mengarah pada suatu pertentangan atau sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial. Suatu kotak sosial dapat bersifat primer dan sekunder. Bersifatprimer jika kontak tersebut terjadi dengan hubungan bertemu langsung dan berhadapan muka. Bersifat sekunder jika hubungan tersebut terdapat perantaranya. Dari penjelasan di atas, jelas bahwa dalam kontak sosial perlu adanya komunikasi untuk terjadinya interaksi sosial. Misalnya A berbbicara dengan B, tetapi B tidak mengerti apa yang dibicarakan, sehingga B tidak memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh A. dengan adanya komunkasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan-perasaan seseorang atau kelompok manusia dapat diketahui oleh orang atau kelompok manusia lainnya. Hal tersebut kemudia dipakai sebagai bahan untuk menentuan reaksi yang akan dilakukan.

Hukum Sebagai hasil Proses Politik

Selain hukum sebagai hasil dari kontrak sosial, hukum pada saat ini juga sebagai hasil proses politik, hukum sebagai keputusan penguasa, dan hukum sebagai keputusan hakim (yurisprudensi). Disebut hasil proses politik karena dalam masyarakat negara, kontrak sosial diserahkan kepada wakil-wakil rakyat (legislatif). Untuk menjadi wakil rakyat mereka berjuang, masuk partai ikut pemilihan umum, mengorbankan waktu, tenaga, dan uang Setelah terpilih, dan menjadi anggota legislatif yang menjadi pertanyaan adalah apa yang utama dipikirkan olehnya? Rak yatnya kah? Atau partainya kah? Atau dirinya sendiri? Legislatif kan membuat UU Seperti juga kontrak sosial, UU disepakati oleh sebagian besar anggota legislatif Nah jika para wakil rakyat yang utama dipikirkan adalah dirinya sendiri dan partainya (mungkin juga rakyatnya meski hanya sedikit), maka UU yang dibuatnya adalah hasil proses politik Akan tetapi jika yang utama dipikirkan rakyatnya maka UU yang dibuat merupakan hasil kontrak sosial bukan hasil proses politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun