Mohon tunggu...
siti nuraena
siti nuraena Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Saya adalah freelance yang sedang menggeluti bidang tourism dan mahasiswa aktif di universitas teknologi digital

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bauran Pemasaran pada Jasa Pendidikan

13 Mei 2024   18:21 Diperbarui: 13 Mei 2024   18:37 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bauran Pemasaran 

Marketing mix adalah kombinasi dari berbagai elemen pemasaran yang dapat dikendalikan oleh suatu perusahaan dengan tujuan mencapai tanggapan yang diinginkan di pasar target. Ini mencakup semua upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mempengaruhi permintaan terhadap produknya. Ada empat kelompok variabel yang dikenal sebagai "4P" yang terdiri dari Produk (Product), Harga (Price), Tempat (Place), dan Promosi (Promotion). (Melati, 2021, 50).

  1. Produk adalah Suatu hal yang dapat disajikan untuk memenuhi kebutuhan dan memenuhi keinginan manusia. Objek yang dapat disajikan harus memiliki nilai. Dengan demikian, produk merupakan suatu entitas yang memiliki nilai. (Suparso, 2021, 6)

  2. Harga merupakan sejumlah nilai yang diberikan oleh konsumen untuk memperoleh manfaat dari memiliki atau menggunakan produk. Nilai tersebut dapat ditetapkan melalui proses tawar-menawar antara pembeli dan penjual, atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama bagi semua pembeli. (Fakhrudin dkk., 2022, 2)

  3. Tempat atau Jalur distribusi merujuk pada kelompok organisasi yang saling bergantung dalam partisipasi mereka dalam proses yang memungkinkan suatu produk menjadi tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna industri. Dalam konteks kebijakan distribusi, perlu ditentukan desain saluran. Merancang sistem saluran memerlukan analisis kebutuhan layanan konsumen, menetapkan tujuan serta kendala saluran, mengidentifikasi opsi saluran utama, dan mengevaluasinya. Langkah berikutnya adalah menetapkan tujuan dan kendala yang berkaitan dengan saluran tersebut. (Fakhrudin dkk., 2022, 3)

  4. Promosi Promosi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan memberikan informasi, persuasi, dan pengaruh kepada pelanggan, termasuk calon pelanggan, agar mereka membeli atau menggunakan produk atau jasa yang sedang dipromosikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari promosi adalah untuk mencapai konsumen yang menjadi target dan memotivasi mereka untuk melakukan pembelian. (Aripin, 2021, 99)

Menurut Wijaya (2016, 68) konsep pemasaran tradisional 4P hanya relevan untuk pemasaran produk, namun terlalu terbatas ketika diterapkan pada sektor jasa. Dalam konteks pemasaran jasa, James dan Phillips (1995) mengusulkan penambahan tiga elemen 3P, yakni people (orang), physical evidence (bukti fisik), dan process (proses), dikarenakan 4P terlalu terbatas untuk menyediakan kerangka pemikiran pemasaran dan perencanaan strategi jasa. 

Wijaya (2016, 68) mengemukakan bahwa unsur-unsur bauran pemasaran 4P (product, price, promotion, place) itu"keras" sedangkan 3P tambahan (people, physical evidence, process) sebagai unsur bauran pemasaran yang lebih lunak. Lebih jelasnya dipaparkan pada Gambar 2.2 Bauran pemasaran dan lingkungan pemasaran.

Menurut James dan Phillips (1995) dalam Wijaya (2016, 71)  Penerapan strategi pemasaran jasa pendidikan membutuhkan penggunaan pola pikir yang berbeda yang dapat melihat aktivitas  sekolah berdasarkan kebutuhan pelanggan jasa pendidikan. 

Dalam buku pemasaran jasa pendidikan karya David Wijaya (2016, 70-71), terdapat penelitian James dan Phillips (1995) yang mengevaluasi praktik pada pemasaran jasa pendidikan ke 11 sekolah yaitu pada sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah negeri dan sekolah swasta. Hasil dari penelitian ini adalah  semua kepala sekolah atau karyawan tidak mempunyai pengetahuan tentang bauran pemasaran jasa pendidikan. Setiap sekolah yang mempromosikan jasa pendidikannya tidak menerapkan strategi jasa pendidikan terkoordinasi yang baik. Oleh karena itu James dan Phillips menyimpulkan bahwa sekolah membutuhkan promosi yang mudah dipahami oleh pelanggan jasa pendidikan bukan hanya orang tua siswa tetapi juga siswa itu sendiri.

James dan Phillips menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa setiap sekolah mempunyai unsur bauran pemasaran jasa pendidikan namun tidak konsisten dan intuitif saja. Hal ini menunjukan bahwa menerapkan strategi pemasaran jasa pendidikan harus menggunakan pola pikir yang berbeda yang melihat aktivitas sekolah berdasarkan pada kebutuhan pelanggan jasa pendidikan. (Wijaya 2016, 71). 

Bauran Pemasaran pada jasa pendidikan menurut Menurut hasil penelitian  James dan Phillips (1995) dalam Wijaya (2016, 71-72) adalah

  1. Produk (product) dalam konteks sekolah mencakup fasilitas dan  layanan yang disediakan. Sekolah yang menjadi objek penelitian James dan Philips sangat giat dalam menawarkan produk jasa pendidikan yang berkualitas, namun terdapat sejumlah masalah yakni

    • Sekolah tidak berspesialisasi dalam produk jasa yang ditawarkannya, sekolah kurang mepertimbangkan terhadapa ragam penawaran dan banyak memberikan penawaran.

    • Adanya kebutuhan untuk melihat keuntungan yang akan diperoleh siswa dibanding hanya memberikan gambaran umum tentang materi yang terdapat pada pelajaran.

    • Adanya kebutuhan untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pelanggan jasa dibandingkan dengan kualitas pelajaran.

    • Hanya terdapat sedikit perhatian terhadap "potensi hidup" pelajaran tersebut

  2. Harga (Price) mencakup evaluasi pembiayaan dengan membandingkan pengeluaran dengan pendapatan pelanggan  jasa pendidikan, serta menetapkan harga atau biaya yang dikenakan kepada pelanggan jasa pendidikan. Situasi ini secara khusus dapat diamati pada sekolah swasta, di mana para calon orang tua siswa memiliki pilihan terbuka antara "sekolah swasta yang mahal" dan "sekolah negeri yang berkualitas dan gratis". karena harga ini mempengaruhi pada

    • Proses perekrutan siswa baru dapat mengarah pada tambahan dana dari pemerintah.

    • Adanya dukungan dana sponsor dari kalangan pebisnis lokal.

    • Biaya serta sumbangan dari orang tua siswa dapat digunakan untuk fasilitas tambahan dan ekstrakurikuler.

  3. Lokasi (Place) mencakup kemudahan akses, penampilan, dan kondisi keseluruhan dari lokasi sekolah. Temuan dari James dan Phillips adalah jika sekolah berfokus pada masalah tampilan sekolah seperti dekorasi maka perhatian sekolah akan berkurang pada akses seperti tempat parkir, akses bagi disabilitas, telepon.

  4. Promosi (Promotion) merupakan kemampuan untuk menyampaikan manfaat yang diberikan oleh sekolah kepada calon pelanggan. Dari 11 sekolah yang telah disurvei kurang setengahnya yang mengiklankan diri.

  5. Orang (People) mencakup individu yang terlibat dalam penyediaan layanan pendidikan. Tidak semua karyawan sekolah dapat menyampaikan pesan yang sama terhadap orang tua siswa hal ini menjadi masalah dan berkaitan dengan budaya sekolah yang tidak sepenuhnya mengambil pendekatan yang berorientasi pada pasar

  6. Bukti fisik (Physical evidence) adalah bukti bahwa pelanggan jasa pendidikan menerima manfaat, yang menimbulkan pertanyaan tentang pengawasan dan evaluasi hasil. Hasil penelitian dari James dan Phillips adalah sekolah tidak bisa mengemukakan aspek apapun yang menunjukkan bukti dari manfaat jasa yang diberikan kepada pelanggan.

  7. Proses (Process)  melibatkan sistem operasi sekolah untuk mengatur pemasaran jasa pendidikan, dengan dampak yang jelas terhadap penempatan karyawan dalam pembagian tanggung jawab, serta pengelolaan dan pengadaan sumber daya untuk strategi pemasaran jasa pendidikan.

Dalam bauran pemasaran dalam jasa pendidikan tentu tidak dapat dipisahkan dari keputusan memilih sekolah yang setara dengan keputusan pembelian

Keputusan pembelian

Menurut Astuti & Amanda (2020, 83) Keputusan pembelian memiliki karakteristik yang berkelanjutan dan terbagi dalam dua aspek utama. Aspek pertama adalah derajat keterlibatan, yang mencerminkan sejauh mana konsumen terlibat dalam proses keputusan pembelian, mulai dari keputusan pembelian yang melibatkan keterlibatan tinggi hingga keputusan pembelian dengan keterlibatan rendah. Sementara aspek kedua adalah content, yang mencerminkan jumlah informasi yang diperlukan oleh konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Ini berkisar dari tahap pengambilan keputusan, di mana konsumen mencari informasi dan mempertimbangkan berbagai merek sebagai alternatif, hingga kebiasaan, di mana konsumen membutuhkan sedikit informasi dan hanya mempertimbangkan satu merek. Konsumen akan lebih terlibat dalam suatu produk jika produk tersebut memenuhi kriteria-kriteria berikut: 

  1. Memiliki signifikansi bagi konsumen.

  2. Menyentuh keterlibatan emosional.

  3. Tetap menarik secara berkesinambungan bagi konsumen.

  4. Menimbulkan risiko keuangan.

  5. Membentuk identitas yang menciptakan citra khusus bagi konsumen.

Memilih sekolah yang akan dimasuki oleh siswa tentu melibatkan banyak pihak dalam proses pengambilan keputusannya dan termasuk pada pembelian dengan tingkat keterlibatan tinggi sesuai dengan pemaparan dari Astuti & Amanda di atas.

Macam-macam keputusan pembelian

Menurut Astuti & Amanda (2020, 84-86) Keputusan pembelian dibagi menjadi 5 macam yang diantaranya adalah

  1. Complex decision making

Keputusan pembelian yang kompleks dapat terjadi ketika konsumen membeli produk yang memerlukan pertimbangan beragam terkait dengan pentingnya produk dan tingginya risiko individual. Pada umumnya, konsumen akan mempertimbangkan berbagai merek dan mencari informasi yang diperlukan sebelum membeli barang besar seperti rumah atau mobil, dengan memperhatikan setiap detail perbedaan dari masing-masing produk. Informasi ini menjadi krusial agar konsumen tidak mengalami ketidaknyamanan setelah pembelian.

  1. Limited decision making

Keputusan pembelian terbatas terjadi ketika konsumen memutuskan untuk membeli produk yang membutuhkan pertimbangan merek dan informasi, yang secara terus-menerus menarik bagi konsumen atau produk yang sering digunakan oleh konsumen. Proses pengambilan keputusan terbatas ini membutuhkan informasi lebih sedikit daripada keputusan pembelian yang kompleks. Misalnya, pembelian sereal atau makanan ringan dapat termasuk dalam keputusan pembelian terbatas, meskipun konsumen yang sedang melakukan diet atau peduli pada produk ramah lingkungan mungkin memerlukan lebih banyak informasi.

  1. Brand loyalty

Kesetiaan merek mencerminkan loyalitas terhadap suatu merek dan berdampak pada pembelian yang konsisten dari merek tersebut sepanjang waktu. Konsumen yang setia pada suatu merek akan secara rutin membeli produk dari merek tersebut dengan membutuhkan sedikit informasi, karena telah menjadi kebiasaan mereka. Kesetiaan konsumen terhadap merek ini dapat timbul dari kepuasan atau pemenuhan kebutuhan yang berulang kali, membentuk kebiasaan konsumen.

  1. inertia

Dalam penggunaan hirarki keterlibatan rendah, konsumen membentuk keyakinan terhadap produk secara pasif dan membuat keputusan hanya dengan memproses sedikit informasi, kemudian mengevaluasi merek setelah pembelian. Contoh produk inersia termasuk garam, gula, deterjen, dan sebagainya. Konsumen tidak membutuhkan banyak pertimbangan untuk membeli produk tersebut, dan kadang-kadang disebut sebagai loyalitas palsu, karena konsumen terlihat setia pada merek tertentu namun dapat beralih merek dengan cepat jika diperlukan, tanpa perlu pertimbangan panjang.

  1. Impulse Purchasing

Keputusan pembelian impulsif terjadi secara mendadak, dimana konsumen tidak memerlukan banyak pertimbangan untuk melakukan pembelian. Proses keputusan dapat dilakukan dengan cepat tanpa pencarian informasi dan pertimbangan khusus, dengan merek menjadi dasar pembanding produk. Perlu dicatat bahwa konsumen pada tipe keputusan ini relatif tidak menghadapi biaya peralihan yang tinggi jika memilih produk lain.

Proses Pengambilan Keputusan

Proses pengambilan keputusan menurut Engel dkk (1994, 31-31) dan Lamb (2001, 188) dalam Astuti & Amanda (2020, 86-89) dibagi menjadi lima diantaranya:

  1. Pengenalan kebutuhan

Proses pembelian konsumen dimulai dengan pengakuan kebutuhan atau permasalahan yang dapat muncul akibat rangsangan internal atau eksternal. Rangsangan internal terjadi ketika kebutuhan umum, misalnya rasa lapar atau haus, telah mencapai tingkat tertentu dan memicu tindakan. Sementara itu, rangsangan eksternal dapat timbul dari berbagai sumber, termasuk menonton iklan atau melihat produk baru yang dimiliki oleh orang lain, seperti tetangga. (Astuti & Amanda, 2020, 86)

Seorang siswa yang baru lulus sekolah menengah pertama sebagian besar pasti ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dipasaran terdapat berbagai jenis sekolah menengah keatas selain sekolah menengah negeri ada juga sekolah menengah swasta, ada sekolah berbasis pada science, agama atau kejuruan.

  1. Pencarian kebutuhan

Setelah konsumen merasa terpanggil oleh kebutuhannya, mereka akan termotivasi untuk mencari informasi lebih lanjut. Individu menjadi lebih sensitif terhadap informasi terkait produk, mendorong mereka untuk aktif mencari informasi tambahan. Hal ini bisa melibatkan bertanya kepada teman, mengunjungi toko untuk menyelidiki, atau menjelajahi internet untuk membandingkan spesifikasi dan harga barang. (Astuti & Amanda, 2020, 87)

Ketika siswa dan orang tua sedang mencari sekolah yang cocok maka mereka mencari informasi dari berbagai sumber mengenai sekolah yang menjadi opsi untuk sang anak.

  1. Evaluasi alternatif

Evaluasi umumnya mencerminkan keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perilaku pembelian. Keyakinan merujuk pada pandangan seseorang tentang suatu hal, sedangkan keyakinan mereka terhadap produk atau merek dapat mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Selain keyakinan, sikap juga memiliki peran yang tak kalah penting. Sikap mencakup evaluasi, perasaan emosi, dan kecenderungan tindakan yang bersifat menguntungkan atau tidak menguntungkan, dan hal tersebut dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama terhadap suatu objek atau gagasan tertentu, sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller (2007). (Astuti & Amanda, 2020, 87)

Setelah mendapatkan informasi dari beberapa sekolah yang cocok maka siswa dan orang tua mulai menyeleksi pilihan dengan cara membanding-bandingkan keunggulan setiap sekolah.

  1. Keputusan pembelian

Dalam konteks proses pembelian, konsumen dapat membuat beberapa keputusan sub, yang mencakup pemilihan merek, pemasok, jumlah barang, waktu pelaksanaan, dan metode pembayaran. Produk yang kompleks memerlukan pertimbangan yang lebih mendalam sebelum konsumen mengambil keputusan pembelian, sementara produk yang lebih sederhana, seperti kebutuhan sehari-hari, cenderung memungkinkan konsumen untuk membuat keputusan pembelian dengan lebih mudah. (Astuti & Amanda, 2020, 88).

  1. Perilaku pasca pembelian

Setelah transaksi pembelian selesai, konsumen tetap aktif mencari informasi yang dapat mendukung keputusannya. Mereka akan membandingkan produk yang baru saja dibeli dengan opsi lain, mungkin karena mengidentifikasi ketidakcocokan dengan fitur tertentu atau mendengar keunggulan dari merek lain. Pada tahap ini, konsumen memberikan respons atau umpan balik terhadap produk yang telah mereka beli, mengevaluasi kepuasan atau ketidakpuasan mereka. Respons ini dapat berupa memberikan rekomendasi kepada teman atau keluarga, dan jika konsumen sangat puas dengan pilihan produk mereka, mereka mungkin menjadi loyal terhadap merek atau produk tersebut. (Astuti & Amanda, 2020, 88-89)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun