Mohon tunggu...
Siti Nazarotin
Siti Nazarotin Mohon Tunggu... Guru - Dinas di UPT SD Negeri Kuningan Blitar

Tebarkan manfaat lewat kata-kata. Akun Youtube: https://youtube.com/channel/UCKxiYi5o-gFyq-XmHx3DTbQ

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Operasi? Okelah!

7 Agustus 2023   06:37 Diperbarui: 10 Agustus 2023   08:55 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi operasi tulang: beben.id

Artikel sebelumnya.....

Masih melanjutkan cerita seputar tentang peristiwa kecelakaan yang saya alami. Dengan harapan semoga anda tidak perlu takut untuk menghadapi tindakan apapun demi kesembuhan. Dan semoga anda lebih berhati-hati dalam berkendara di jalan.


Setelah semuanya siap, sayapun dibawa ke ruang operasi. Diantar anak sulung saya. Entah kenapa, si sulung inilah yang paling membuat saya tenang. Mungkin karena memang pembawaannya selalu tenang dalam menghadapi segala macam situasi.

Lalu suami kemana? Ada. Dengan seluruh perhatiannya dan dengan caranya selalu ada untuk saya. Tapi pada saat-saat tertentu memang saya selalu ditemani si sulung.

Melewati lorong-lorong dan beberapa poli, saya menjadi pusat perhatian pengunjung Rumah Sakit. Selintas saya merasakan seperti itu. Mereka pasti menduga-duga, itu pasien sakit apa, kenapa sampai dioperasi, bla bla bla.

Persis seperti apa yang pernah saya lakukan ketika melihat perawat mendorong pasien. Semacam dejavu, tapi bedanya kalau biasanya saya melihat pasien, sekarang sayalah yang menjadi pasiennya.

Begitu sampai di depan ruang operasi, perawat memberikan informasi bahwa keluarga pasien tidak boleh masuk. Hanya boleh menunggu di luar ruangan.

Sekira jam 09.00 saya masuk ruang operasi, dipakaikan penutup kepala dan masker. Dalam ruang operasi saya masih harus antri. Tepatnya nggak tahu, karena saya berbaring, mungkin sekitar ada 4 atau 5 pasien dalam antrian tersebut.

Entah persisnya berapa menit, selanjutnya saya didorong lagi menuju ruangan berikutnya. Sepi. Hanya saya sendiri. Lihat atas, ada lampu putih yang nyalanya sangat terang. Menengok ke kiri, ada rak berisi obat-obatan. Saya menbatin, mau diapakan? Semenit dua menit, kok belum ada yang kunjung datang?

Ada orang mendekat. Membuka percakapan: "Ibu akan dibius separo badan bagian bawah, ya. Saya sterilkan dulu." Ujarnya, mungkin dokter bius atau asistennya, sambil menyemprotkan cairan, mungkin alkohol atau semacamnya. Cesssss! Dingin.


Lalu tepat di punggung saya, orang itu memasukkan jarum suntik yang tentu sudah diberi obat bius. Cekiiiiiiiiit. Sakit? Ya sakitlah. Sambil meringis saya menahan sakit.

"Bagaimana Bu? Sudah terasa efek biusnya?" Tanya orang itu. Saya mengangguk pelan dan mulai merasakan kebas pada bagian punggung ke bawah. Terutama kaki.

Berikutnya saya dipindahkan ke ruangan lain yang pembaca pasti sudah bisa menebak. Ya, ruang operasi.

Menuju ruang operasi dalam keadaan dibius separo badan. Masih posisi berbaring, dan ternyata seluruh badan saya ditutup. Sempat bertanya-tanya dalam hati, masih harus menunggukah? Atau ini memang giliran saya.

Jadi walaupun dibius separo, saya merasakan, tidak sepenuhnya sadar. Kondisi pasca kecelakaan membuat badan lungkrah dan lemas.

Sayup terdengar suara mesin bur, mungkin suara gemerincing gunting juga, karena tidak begitu jelas, disela-selanya terdengar pula suara beberapa orang bercakap-cakap sesekali tertawa. Saya membatin, apakah kira-kira pasien sebelah yang sedang dioperasi? Ataukah saya?

Sebab suaranya nggak begitu keras. Namun ketika meja operasi yang saya tempati bergoyang-goyang, saya baru menyadari bahwa saat ini sayalah yang sedang menjalani rangkaian tindakan operasi.


Benar-benar seperti mimpi! Sering melihat adegan operasi dalam film-film atau sinetron-sinetron. Membayangkan betapa mengerikan dan menakutkan menjalani operasi. Ternyata adegan itu benar-benar saya alami. Saya menjadi pemeran utamanya.

Perasaan campur aduk, antara penasaran dan sedikit cemas karena menunggu sampai kapan selesainya. Tepatnya tidak tahu, sekira 15 sampai 30 menit kemudian, saya merasakan sedikit sulit bernafas. Saya membuka masker dengan harapan bisa bernafas normal.

Sejurus kemudian ada yang bertanya (kemungkinan dokternya) sambil membuka tutup bagian atas:


"Apa yang ibu rasakan?"
"Saya kesulitan bernafas".
Jawab saya.
"Ibu, silakan ambil nafas dari hidung, buang nafas lewat mulut, ya! Tukas dokter.
Saya mengikuti sarannya.
"Bagaimana ibu?". Bertanya lagi
"Masih agak sukit, dok!" Ujar saya.


Dokter memberikan bantuan oksigen, hinggalah saya merasakan nyaman.

Masih dalam keadaan lemas, saya menjawab beberapa pertanyaan berikutnya. Ikhwal pribadi saya. Siapa nama, asal mana, apa profesi saya sampai pada seputar sekolah dan siswa baru. Berawal saya menjawab dengan suara yang sangat lirih, hingga kembali normal. Kemungkinan ini tindakan dokter untuk ngecek kondisi pasien pasca operasi.

Selanjutnya saya dibawa keluar ruang operasi dan perawat atau asisten dokter memanggil keluarga saya.

Foto saya usai operasi bersama kedua anak saya | Foto: Alfina Rahma Dewi
Foto saya usai operasi bersama kedua anak saya | Foto: Alfina Rahma Dewi


"Keluarga Ibu Siti Nazarotin! Hallo, mana keluarga Ibu Siti Nazarotin ya?
Tidak ada yang menyahut.

Kemana anakku ya? Saya membatin.
"Oh, itu anak saya, pakai jaket ungu!" Seru saya sesaat melihat anak gadis berjalan menghampiri.
Lalu anak sulungpun mendekat, setelah dipanggil berulang kali. Ternyata ketika manunggu selama 1 jam, anak sulung sempat tertidur di ruang tunggu.


Selanjutnya bagaimana keadaan saya pasca operasi?
Silakan ditunggu artikel berikutnya ya.

Salam sehat dan bahagia

Artikel selanjutnya: Pasca Operasi 1

Siti Nazarotin
Blitar, 7 Agustus 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun