Lalu tepat di punggung saya, orang itu memasukkan jarum suntik yang tentu sudah diberi obat bius. Cekiiiiiiiiit. Sakit? Ya sakitlah. Sambil meringis saya menahan sakit.
"Bagaimana Bu? Sudah terasa efek biusnya?" Tanya orang itu. Saya mengangguk pelan dan mulai merasakan kebas pada bagian punggung ke bawah. Terutama kaki.
Berikutnya saya dipindahkan ke ruangan lain yang pembaca pasti sudah bisa menebak. Ya, ruang operasi.
Menuju ruang operasi dalam keadaan dibius separo badan. Masih posisi berbaring, dan ternyata seluruh badan saya ditutup. Sempat bertanya-tanya dalam hati, masih harus menunggukah? Atau ini memang giliran saya.
Jadi walaupun dibius separo, saya merasakan, tidak sepenuhnya sadar. Kondisi pasca kecelakaan membuat badan lungkrah dan lemas.
Sayup terdengar suara mesin bur, mungkin suara gemerincing gunting juga, karena tidak begitu jelas, disela-selanya terdengar pula suara beberapa orang bercakap-cakap sesekali tertawa. Saya membatin, apakah kira-kira pasien sebelah yang sedang dioperasi? Ataukah saya?
Sebab suaranya nggak begitu keras. Namun ketika meja operasi yang saya tempati bergoyang-goyang, saya baru menyadari bahwa saat ini sayalah yang sedang menjalani rangkaian tindakan operasi.
Benar-benar seperti mimpi! Sering melihat adegan operasi dalam film-film atau sinetron-sinetron. Membayangkan betapa mengerikan dan menakutkan menjalani operasi. Ternyata adegan itu benar-benar saya alami. Saya menjadi pemeran utamanya.
Perasaan campur aduk, antara penasaran dan sedikit cemas karena menunggu sampai kapan selesainya. Tepatnya tidak tahu, sekira 15 sampai 30 menit kemudian, saya merasakan sedikit sulit bernafas. Saya membuka masker dengan harapan bisa bernafas normal.
Sejurus kemudian ada yang bertanya (kemungkinan dokternya) sambil membuka tutup bagian atas:
"Apa yang ibu rasakan?"
"Saya kesulitan bernafas". Jawab saya.
"Ibu, silakan ambil nafas dari hidung, buang nafas lewat mulut, ya! Tukas dokter.
Saya mengikuti sarannya.
"Bagaimana ibu?". Bertanya lagi
"Masih agak sukit, dok!" Ujar saya.