Sebenarnya mudah saja, bila kita akan memilih seorang pemimpin. Lihatlah bagaimana dia memperlakukan keluarganya, istri atau suaminya, anak-anaknya, orang tuanya.
Apabila dia memperlakukan keluarganya dengan baik, maka Insya Allah, dia juga akan bertindak baik pada organisasi atau lembaga yang akan dipimpinnya. Begitu pula sebaliknya.
Namanya saja kriteria, sebagai dasar dalam memilih seorang pemimpin, tentu hal ini bersifat ideal.
Kita menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Setiap pribadi memiliki sisi kelebihan dan kekurangan.
Dalam hal ini tentu kita perlu tahu rekam jejak dari masing-masing calon pemimpin.
Lalu kita bisa membandingkan antara calon yang satu dengan calon lainnya. Kita pertimbangkan pula beberapa kemungkinan. Apabila si A yang terpilih, kira-kira bagaimana nantinya organisasi ini arahnya. Kalau si B yang terpilih, akan lebih baikkah organisasi ini ke depannya dan seterusnya.
Maka Pilihlah yang Paling Sedikit Mudaratnya
Kalau di antara calon semuanya memenuhi kriteria, maka pilihlah yang terbaik dan menguntungkan organisasi.
Kalau di antara calon pemimpin itu tidak ada yang memenuhi kriteria, maka pilihlah yang paling sedikit mudaratnya.
Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqh yaitu: yang harus dipilih yang mudaratnya lebih ringan.
Jadi, seorang pemimpin itu tidak hanya mampu dan mau, tapi juga punya rasa malu. Tiga hal ini saling berkaitan.