"Bu, tanggal 9 Juni panjenengan dapat undangan untuk mewakili lembaga kita pada acara Konferensi pemilihan Ketua PGRI Kecamatan lo, tapi belum ada undangan secara resmi, kita tunggu saja, ya!".
"O, iya. Siap Bu, pakai seragam PGRI kan?"
Begitulah obrolan saya dengan kepala sekolah beberapa hari yang lalu.
Lalu kemarin saya dapat WA dari ketua PGRI ranting 4, beliau mengirimkan undangan yang di situ tertera jam berapa acara dimulai dan tempat di mana acara akan digelar.
Sementara menyusul nama-nama calon ketua pengurus PGRI, dikirimkan pagi tadi.
Tetiba terbesit untuk menulis artikel tentang kriteria memilih seorang pemimpin. Dengan segala kekurangan akhirnya artikel ini bisa saya tulis.
Bagaimana Kriteria Seorang Pemimpin itu?
Dalam memilih seorang pemimpin, tentu ada kriteria-kriteria tertentu yang harus kita jadikan ukuran.
Dalam islam telah dijelaskan apa saja kriteria dalam memilih seorang pemimpin, pada level apapun. Pemimpin negara, pemimpin perusahaan, pemimpin sebuah lembaga sampai pemimpin organisasi.
Banyak kriteria yang dijelaskan dalam Al-Qur'an, namun tulisan ini hanya akan menyigi dari salah satu sifat wajib rasul saja yaitu amanah.
Seorang Pemimpin Harus Amanah
Seorang pemimpin harus amanah. Amanah berarti dapat dipercaya.Â
Dalam Al-Qur'an dijelaskan yang artinya: Â "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui".(Qs. Al-Anfal 27).
Seorang Pemimpin Harus Mampu, Mau dan Punya Rasa Malu
Dalam sifat amanah ini kalau kita kupas lebih dalam setidaknya ada 3 hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, selanjutkan bisa disingkat dengan tiga M. Yaitu, Mampu, Mau dan Malu.
Boleh saya jelaskan lebih rinci ya.
M yang pertama, seorang pemimpin harus mampu. Mampu di sini bisa diartikan mampu secara harta dan mampu secara profesional atau keilmuan.
Seorang pemimpin yang mampu (kaya) tentu dalam menjalankan kepemimpinannya, akan lebih fokus. Tidak akan terganggu dalam mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Karena ekonominya sudah mapan.
Mampu secara profesional bisa diartikan berpengetahuan luas, mengerti seluk beluk organisasi yang akan dipimpinnya. Lebih baik lagi, kalau sudah memiliki pengalaman dalam berorganisasi.
M yang kedua, seorang pemimpin harus mau. Tentu saja, seorang pemimpin harus mempunyai kemauan yang tinggi. Kemauan untuk bergerak dan menggerakkan.
Artinya, seorang pemimpin tidak hanya memerintah atau bahasa halusnya memberi tugas kepada anak buahnya saja, namun lebih diutamakan, seorang pemimpin itu harus memberikan contoh terlebih dahulu.
Tunjukkan kinerja, baru berikan tugas pada anak buah. Bukankah teladan itu akan lebih mengena dan tepat sasaran, dibanding hanya sekadar lontarkan perkataan?
M yang ketiga, seorang pemimpin harus punya rasa malu. Malu di sini maksudnya tentu malu melakukan hal-hal yang negatif.
Seorang pemimpin harus menjaga diri agar tetap berada dalam koridor norma yang berlaku. Baik norma agama maupun norma susila.
Lihatlah Calon Pemimpin dalam Memperlakukan Keluarganya
Sebenarnya mudah saja, bila kita akan memilih seorang pemimpin. Lihatlah bagaimana dia memperlakukan keluarganya, istri atau suaminya, anak-anaknya, orang tuanya.
Apabila dia memperlakukan keluarganya dengan baik, maka Insya Allah, dia juga akan bertindak baik pada organisasi atau lembaga yang akan dipimpinnya. Begitu pula sebaliknya.
Namanya saja kriteria, sebagai dasar dalam memilih seorang pemimpin, tentu hal ini bersifat ideal.
Kita menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Setiap pribadi memiliki sisi kelebihan dan kekurangan.
Dalam hal ini tentu kita perlu tahu rekam jejak dari masing-masing calon pemimpin.
Lalu kita bisa membandingkan antara calon yang satu dengan calon lainnya. Kita pertimbangkan pula beberapa kemungkinan. Apabila si A yang terpilih, kira-kira bagaimana nantinya organisasi ini arahnya. Kalau si B yang terpilih, akan lebih baikkah organisasi ini ke depannya dan seterusnya.
Maka Pilihlah yang Paling Sedikit Mudaratnya
Kalau di antara calon semuanya memenuhi kriteria, maka pilihlah yang terbaik dan menguntungkan organisasi.
Kalau di antara calon pemimpin itu tidak ada yang memenuhi kriteria, maka pilihlah yang paling sedikit mudaratnya.
Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqh yaitu: yang harus dipilih yang mudaratnya lebih ringan.
Jadi, seorang pemimpin itu tidak hanya mampu dan mau, tapi juga punya rasa malu. Tiga hal ini saling berkaitan.
Punya kemampuan, punya rasa malu, tapi tak punya kemauan, akan berujung kehampaan.
Punya kemauan, punya rasa malu tapi tidak mampu, akibatnya akan percuma saja bila terpilih. Lha wong nggak bisa apa-apa.
Punya kemauan, punya kemampuan, namun tak punya rasa malu, maka akan sia-sia saja jika terpilih. Sia-sia berarti sama juga bohong.
Akhirnya
Semoga, siapapun yang terpilih, bisa membawa organisasi yang dipimpinnya lebih baik dan lebih maju lagi.
Salam
Siti Nazarotin
Blitar, 8 Juni 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H