Mohon tunggu...
Siti Nabila Pashya
Siti Nabila Pashya Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM : 43220010164

Dosen Pengampu : Prof. Dr Apollo, M.Si., Ak, CIFM, CIABV, CIBG. Universitas Mercu Buana. Siti Nabila Pashya. NIM 43220010164.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2_Teori Akuntansi Pendekatan Semiotika Menurut Roland Barthes [Prof Apollo]

24 Mei 2022   02:43 Diperbarui: 24 Mei 2022   04:58 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari peta Roland Barthes terlihat bahwa tanda denotatif terdiri dari penanda atau signifier (1) dan petanda atau signified (2). Pada saat yang sama, tanda denotatif juga merupakan penanda konotatif(4). 

Oleh karena itu, dalam konsep pemikiran Roland Barthes, tanda denotatif tidak hanya memiliki makna tambahan, tetapi juga mencakup kedua bagian dari tanda denotatif yang mendasari keberadaannya. Memang, ini adalah kontribusi Roland Barthes yang sangat penting dalam melengkapi semiotika Saussure, dan berhenti pada denotatif yang setara. 

Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam arti umum. Denotasi dimengerti sebagai makna harfiah atau makna yang sesungguhnya. Sedangkan konotasi, identik dengan operasi ideologi, makna yang berada diluar kata sebenarnya atau makna kiasan yang disebutnya juga sebagai mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai=nilai yang dominan dan berlaku dalam suatu periode tertentu.

Berdasarkan penjelasan tersebut, diperlukan pemahaman dalam mengamati unsur-unsur tanda guna memberikan penjelasan makna konotatif berdasarkan tanda tersebut mengenai korelasi antara unsur-unsur dari semua tanda dengan nilai budaya masyarakat. Adapun fitur mitologis yang dipaparkan oleh Roland Barthes dalam bukunya Mythologies (Barthes, 1957) sebagai berikut:

a. Inkulasi, yakni hilangnya kesadaran akibat terjadinya masalah yang ada dan lebih mendasar karena hanya sedikit penerimaan keburukan pada sebuah institusi. Misalnya, pejabat daerah yang terlibat kasus korupsi.

b. Privitasi atas sejarah, yakni dapat diartikan sebagai pengabaian makna sejarah yang sebenarnya terjadi karena perwujudan identitas baru untuk melupakan sejarah. Sebagai contoh adalah revolusi industry yakni mewujudkan era yang lebih maju.

c. Tautologi, merupakan sebuah pernyataan yang tidak perlu diperdebatkan lagi maknanya karena sudah menjadi sebuah kebiasaan.

d. Neither norism, yakni sebuah peristiwa yang mendeskripsikan suatu opini kubu netral yang tidak ingin memihak atau memilih siapa pun (golput).

e. Menjadikan kualitas sebagai kuantitas, yitu mereduksi seluruh perbuatan manusian dan realitas sosial yang ada dan sebelumnya bersifat kualitas menjadi kuantitas, seperti pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan, dan angka pengangguran.

f. Identifikasi, yaitu menyatukan perbedaan dan keunikan menjadi suatu identitas diri.

g. Pernyataan kebenaran, yakni segala sesuatu yang ada tidak melebihi ekspektasi dan menjadi kebiasaan umum di tengah pendapat berbagai kalangan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun