Mohon tunggu...
Siti Mariyam
Siti Mariyam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Seorang penulis lepas yang mengagumi dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Mimpi Kelam Menjelang Petang

16 April 2023   15:59 Diperbarui: 16 April 2023   19:02 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

 

Di kala senja berwarna jingga dengan kabut hitam menghiasi langit aku terbangun, mendapati diriku tengah berada di pemakaman dengan bongkahan batu nisan yang telah mulai lapuk dan tampak tua. Sunyi, dingin, tak tersentuh, di manakah diriku berada?  apa yang telah terjadi? bagaimana aku berada di tempat ini?

Terlihat langit mulai menghitam, senja sudah mulai menghilang, aku panik dan berlari ke sana kemari, berusaha mencari jalan untuk pulang. Namun celakanya sejauh apa pun aku berlari, aku selalu berakhir di tempatku terbangun.

Semilir angin kecil menerpa rambut serta wajahku, tercium aroma melati di sekitar batu nisan tua ini, lalu tak lama suara alunan musik gamelan terdengar, tunggu orang macam apa yang memainkan gamelan di sekitar pemakaman?

Kakiku sepertinya tertarik dengan suara gamelan yang merdu tersebut, langkah demi langkah kulalui mengikuti arah suara ini dalam hati kecil bertanya, akankah suara ini mengantarkan aku untuk pulang?

Aku terus berjalan hingga sampailah aku di sebuah bangunan sekolah yang kosong, tapi apakah sekolah ini benar-benar kosong? Suara gamelan itu mungkin berasal dari dalam sini, maka kuputuskan untuk masuk ke gerbang sekolah ini.

Namun sesaat aku buka gerbang sekolah ini seketika itu juga alunan musik gamelan terhenti. Aku memberanikan diri untuk terus masuk ke ruangan sekolah. Bau anyir menusuk hidungku, lantai yang teramat kotor, dinding yang berdebu, sungguh tidak terawat.

Aku terus berjalan masuk, melewati beberapa ruangan, hingga sampailah diriku di sebuah sanggar kesenian yang pintunya tertutup. Aku takut untuk membukanya, tetapi tangan ini sepertinya diberikan energi untuk membuka kenop pintu tersebut.

"Kreet..." suara pintu pun terbuka, aku mendapati seorang wanita berambut panjang, dengan menggunakan kebaya berwarna coklat, bukan! kurasa itu bukan warna coklat, melainkan warna putih. Namun, terbalut lumpur dan tanah yang menghiasi kebayanya.

 Wanita tersebut menyembunyikan wajahnya dibalik kedua lututnya, samar-samar terdengar suara isakkan tangis darinya. Diam-diam aku hampiri dirinya, derap kakiku sangat berat untuk menghampirinya, dikala sudah dekat kusentuh pundaknya

"Maaf, kakak baik-baik saja?" kataku.

Lantas dia pun menengadahkan wajahnya. Pucat, wajahnya pucat pasi, teramat pucat, matanya hitam, atau lebih tepatnya dia tak memiliki bola mata, wajahnya penuh luka dan ada banyak belatung yang menggerogoti luka sayatan di wajahnya.

Sontak aku menjerit ketakutan, berlari terseok-seok, ingin rasanya aku cepat-cepat keluar dari gedung sekolah ini. Namun saat aku telah keluar dari sekolah, langit yang hitam pekat itu menggugurkan abu putih, terlihat seperti hujan abu vulkanik.

Aku mengacuhkan fenomena alam yang terjadi saat itu, yang kulakukan hanyalah berlari dan berlari sekencang yang aku bisa. Hingga aku menabrak seorang pria tanpa wajah berdiri di kegelapan dengan jaketnya yang lusuh memegang cangkul. Aku jatuh tersungkur di hadapannya, Pria tersebut tanpa aba-aba langsung mengayunkan cangkul penuh darah ke arahku.

Kakiku tidak bisa bergerak, aku mencium bau anyir darah di kepalaku. Sial, aku tewas seketika.

***

Aku terbangun dari mimpi burukku, ya ampun itu terlihat nyata sekali bagiku, baru kali ini aku tak bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan.

Ruangan tempatku tertidur adalah ruangan kelasku, oh iya aku baru sadar sekarang, aku yang malas pulang ke rumah, memilih untuk tetap berada di sekolah hingga akhirnya rasa kantuk mengambil alih diriku.

Aku lalu beranjak pergi keluar kelas dan mendapati jika langit sedang hujan.

Tunggu, sepertinya aku tak asing dengan hujan ini. Ya ampun ini bukan hujan biasa, ini hujan yang sama seperti yang ada di mimpiku, ini hujan abu vulkanik.

Aku langsung berlari cepat meninggalkan sekolahku, tapi aku merasa aneh. Iya sangat aneh, jalanan dimana aku berlari sangatlah sepi, tak kutemui satupun orang disini. Tetapi aku mengenal jalanan yang kulalui ini.

Di persimpangan jalan, aku mendengar suara gesekan cangkul bertubrukan dengan jalan berbatuan, si pria tanpa wajah itu berjalan ke arahku dengan membawa cangkul ditangannya, dia berjalan dengan tenang menghampiriku.

Aku terdiam, kakiku sangat berat untuk digerakkan, aku ingin menjerit tetapi mulutku pun tidak bisa digerakkan, seluruh tubuhku mati rasa. Perlahan demi perlahan pria tersebut menghampiriku, aku menangis dalam diam. Lalu pria tersebut pun langsung mengayunkan cangkul berdarahnya ke arahku. aku tewas seperti apa yang ada di dalam mimpiku.

***

Aku lagi-lagi terbangun dari mimpi burukku dengan air mata menggenang di pelipisku, tunggu jadi itu juga hanyalah mimpi? Jadi itu adalah mimpi dalam mimpi?

Aku tetap terdiam di kursiku mengingat-ingat mimpi tadi, semuanya terasa sangat nyata untukku. Selang berapa lama terdengar suara ketokkan dari arah pintu, aku pun beranjak dari tempat dudukku untuk membuka pintu kelas yang memang tertutup, tunggu dulu, aku memang menutupnya, tapi tidak menguncinya.

Ketika aku membuka pintu, sungguh apa yang kulihat sangatlah mengejutkan. Aku melihat diriku sendiri, tetapi tunggu dulu, jika yang berada di hadapanku ini adalah diriku sendiri, lalu siapa aku?

Aku melihat diriku yang ada didepanku ini masuk tanpa memperdulikan aku yang berada dihadapannya, diriku ini berjalan ke pojok kelas mendatangi seorang wanita yang sedang menangis.

Tunggu dulu, tenggorokanku tercekat aku pernah melihat wanita itu.

Diriku yang ada di depan mataku ini memegang pundak wanita itu, kemudian wanita itu menengadahkan kepalanya. Sama seperti sebelumnya, wajah wanita itu pucat, dan dipenuhi luka yang digerogoti belatung.

Aku perlahan mundur karena ketakutan, namun tiba-tiba sebuah tangan menyentuh pundakku, sontak aku berbalik, pria tanpa kepala siap menebasku dengan cangkulnya itu, lagi dan lagi aku tewas seketika.

***

Aku terbangun dari mimpi buruk berulangku, lagi-lagi mimpi dalam mimpi.

Aku gemetaran, tempat dimana aku berada sekarang bukanlah sebuah pemakaman ataupun ruangan kelas, tapi ini adalah rumahku sendiri. Ingatanku samar-samar, apakah terakhir kali aku tertidur itu adalah di kelasku atau di rumahku sendiri?

Televisi sedang menyala menyiarkan sebuah pertunjukkan gamelan. Eh...! Aku kenal musik ini, ini seperti apa yang ada di dalam mimpiku.

Saat itulah aku menyadari jika aku tidak sendirian, di samping kananku duduk seorang wanita berkulit hitam sedangkan di sebelah kiriku duduk seorang pria berkulit putih.

Bau badan mereka sangatlah harum, kurasa ini bau bunga mawar. Aku tenggelam dengan suasana musik gamelan di televisi, sesaat setelah musik tersebut selesai dua orang disebelah-Ku ini tertawa dengan tergelak.

Aku bingung, apa yang mereka tertawakan, suara mereka perlahan sangat menyakitkan telingaku aku tak tahan lagi, sayup-sayup ku melihat dua orang ini wujudnya berubah, sudah bukan orang yang sama lagi, seperti hantu di mimpiku yang sebelumnya si pria tanpa wajah dan wanita pucat yang penuh belatung. Tubuhku semakin lemas, dan aku pun seketika tertidur dengan suara gelakan tawa memekakkan telinga .

***

Lagi...

Aku terbangun dari mimpi burukku yang terus berulang, mimpi dalam mimpi dalam mimpi terhitung sudah 3 atau 4 kali hal itu terulang, aku sudah tidak bisa lagi membedakan antara mimpi buruk dan kenyataan, bahkan sekarang aku tidak tahu apakah aku sedang bermimpi ataukah sudah terjaga, aku tidak tahu.

Tempatku terbangun adalah rumahku sendiri. aku sungguh ketakutan. Selang beberapa detik aku tersadar, ini dunia nyata dan tadi aku pergi tidur tanpa membaca doa.

Jam dinding telah menunjukkan jam 6 sore, aku langsung pergi ke kamar mandi dan mengambil air wudhu untuk segera mengerjakan shalat maghrib, aku telah terbebas dari mimpi buruk berulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun