Mohon tunggu...
Siti KumalaTumanggor
Siti KumalaTumanggor Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berharap pada manusia sama dengan patah hati secara sengaja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tangisan di Ramadan

11 Oktober 2021   20:46 Diperbarui: 11 Oktober 2021   20:55 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Besok jangan lupa puasa!"

Ucapan Adi terngiang-ngiang di telinganya. Ah! Dia mengusap wajah frustrasi. Dia tak menyangka, Innah bekerja sebagai pencuci pakaian di rumah temannya sendiri, sedangkan dia menghambur-hamburkan uangnya begitu saja.

"Bu ...," panggil Lionel pelan saat Innah menggoreng ikan untuk sahur.

Wanita itu terkejut, setelah sekian lama Lionel kembali memanggilnya ibu. "Nak?"

"Ibu, maafkan aku!" Lionel bersimpuh di kaki Innah, menangis di sana.

"Hei, jangan di situ!" Innah membantu anaknya berdiri, menggeleng tegas.

"Ibu, aku banyak salah sama ibu. Ampuni aku ibu ... ampuni aku ...," ucap Lionel sembari menciumi tangan Innah.

"Gak apa-apa, Nak. Ibu bahagia sekarang. Udah jangan nangis!" Innah mengusap air mata anaknya. "Ayok, kita sahur dulu. Nanti imsak."

Lionel mengangguk. Begitu mulia hati wanita yang melahirkannya itu. Begitu banyak luka yang telah diberikan, tetapi begitu mudah sang ibu memaafkan.

Setelah azan berkumandang, mereka pun melaksanakan salat Subuh berjamaah. Innah tak henti-henti meneteskan air mata. Kini bukan lagi air mata kesedihan, tetapi karena bahagia.

"Ibu!" pekik Lionel saat membalikkan badan ke belakang untuk menyalami tangan Innah. Tubuh Innah terbujur kaku, denyut nadi sudah tak ada lagi. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Wanita berumur enam puluh tahun itu sudah kembali ke rahmatullah untuk selamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun