Seruan itu mengusik, tetapi tidak membuatku bangkit dari balutan selimut tebal. Itu suara Ibu, ia pasti datang hanya untuk menceramahiku habis-habisan. Aku sudah hafal itu.
Namun, kali ini berbeda. Tak ada teriakan histeris atau pun omelannya. Hal itu memicu keingintahuanku, sedang apa Ibu? Dengan malas aku beranjak, bergegas mencari keberadaan Ibu. Terlihat, beliau sedang menata beberapa makanan di atas meja.
"Masih hidup, Kau?"
Aku berdecak, Ibu meledek lagi. "Apaan, sih, Bu? Kalo masih di sini berarti masih hiduplah," balasku.
"Hidup emang, tapi nyawa melayang-layang!"Â
Aku menghela napas berat, menaruh nasi dan lauk di piring dan mulai menyantap.
"Kapan kamu nikah lagi?"
Aku tersedak, buru-buru mengambil minum. Aku menatap Ibu tak percaya, melupakan Bang Freddy saja kau belum bisa, malah ditanya kapan nikah lagi.
"Apaan, sih, Bu? Aku belum siap untuk menjalin hubungan dengan orang baru, Bu," balasku.
"Kalau menunggu siap, kau gak akan nikah-nikah lagi!"
Aku tidak menyahuti perkataan Ibu. Seleraku untuk makan sudah sirna, padahal masakan Ibu sangat lezat dan menggiurkan. Saat aku hendak bangkit, suara Ibu menghentikan.