"Temani Ibu belanja alat perabotan dan lainnya, rumahmu ini juga harus kau bereskan. Minggu depan, calon suamimu akan datang."
"Tapi, Bu," sergahku cepat, "aku belum mau menikah."
"Ibu tidak peduli!"
Ibu selalu seperti itu, memaksa kehendak. Dulu aku menentang, kali ini mungkin aku harus mencoba pilihan Ibu. Tak ingin lagi pernikahanku gagal karena salah pilih.
"Iya, iya."
Siang ini di toko perabotan aku mengedarkan pandangan untuk mencari beberapa perlengkapan sesuai perintah Ibu. Cukup ramai tokonya di siang hari ini. Di ujung toko entah berapa kali wanita yang melahirkanku itu mengomel karena tidak menemukan barang sesuai keinginannya.
Setelah berjam-jam, akhirnya selesai juga belanja. Kami menunggu angkutan di depan toko untuk mengantar barang-barang kami. Tanpa sengaja aku melihat segerombolan anak bersorak-sorai.
"Orang gila! Orang gila!"
Jiwa penasaranku tergoda, tanpa mempedulikan panggilan Ibu, langsung saja aku menghampiri mereka. Aku menerobos keramaian itu hingga melihat langsung ada apa di sana.
Seorang lelaki terkikik sembari menari-nari, ia hanya mengenakan celana pendek, itu pun milik perempuan, terlihat dari corak pink dengan gambar Barbie.
Tak lama kemudian, Ibu juga datang dan sontak menutup mulut. Perlahan aku menghela napas lega.
Tidak sia-sia aku membayar dukun tua waktu itu mahal-mahal. Bang Freddy yang rencana menikah bulan ini, berujung dengan keadaan yang sekarang. Ia sudah menyakitiku, maka ia juga harus sakit. Sakit jiwa.