Mohon tunggu...
Siti Khusnul Khotimah
Siti Khusnul Khotimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Penulis buku A Good Change: sebuah penerapan filosofi Kaizen bagi yang sedang berada di titik terendah. Menulis seputar Self-Improvement, Growth Mindset, dan Tips Penunjang Karir. Yuk berkawan di IG dan TT @sitikus.nl ✨ Salam Bertumbuh 🌻🔥

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tingginya Kasus KDRT: Menikah Bukan Sekedar Sah!

19 Desember 2023   13:27 Diperbarui: 19 Desember 2023   13:42 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini, jagat maya dikejutkan dengan lonjakan kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) yang menimpa perempuan dan anak-anak. 

Dilansir dari data KemenPPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) total kasus kekerasan dalam negeri hingga September 2023 mencapai 18.466 kasus. Sebanyak 16.351 korban dari kasus kekerasan adalah perempuan.

Beragam informasi yang mampir ke beranda media sosial hampir didominasi oleh konten-konten yang mengafirmasi bahwa KDRT tengah menjadi isu terhangat di masyarakat.

Pasalnya, korban KDRT tak jarang ditemukan sudah tidak bernyawa. Hal ini sontak memicu amarah publik yang menyuarakan agar korban berani #speakup atas kekerasan yang dilakukan oleh pihak keluarga. Dalam kasus ini, khususnya pasangan.

Baca Juga: KDRT: Cintanya Hilang Nyawa pun Melayang

Mengonsumsi pemberitaan seputar kekerasan dalam lingkup keluarga tentunya membuat sebagian dari kita bergidik ngeri.

Mengapa pelaku tega berbuat kasar pada korban?

Apakah sudah tidak ada cinta diantara keduanya?

Polemik yang terjadi dalam rumah tangga memang urusan privat setiap pasangan. 

Namun, apabila sudah ada indikasi tindak kekerasan yang dapat dibuktikan dan diamati (bekas luka, perilaku menyimpang, atau korban yang tertekan) kita dapat membantu korban dalam upaya penanganan sebelum terjadi kekerasan yang lebih serius.

Kehidupan setelah pesta pernikahan adalah rangkaian proses yang panjang.

Suami maupun istri sudah memiliki peran yang berbeda dalam satu lingkup sempit bernama keluarga.

Apabila peran-peran dalam rumah tangga belum dipahami dengan baik, maka rentan terjadi perselisihan pada pasangan yang baru menikah. Ironisnya, perselisihan kecil sering dianggap hal sepele yang dapat diselesaikan dengan "makan bareng" atau "liburan bersama".

Baca Juga: Kampoeng Kita Bekasi: Alternatif Wisata di Kota Industri

Padahal, tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan cara bersenang-senang. Dalam rumah tangga terdapat dua insan yang saling bertumbuh dan mempengaruhi satu dengan lainnya.

Bagaimana istri bersikap tentunya dipengaruhi peran suami. Begitupula sebaliknya.

Sehingga, permasalahan internal antara suami dan istri harus menjadi perbincangan yang serius dan diselesaikan dengan cara yang bijaksana.

Misalnya, istri ingin bekerja setelah menikah. Menurut suami, sebaiknya istri di rumah saja mengurus anak dan menyelesaikan pekerjaan domestik.

Itu bukanlah solusi yang tepat. 

Meskipun istri pada akhirnya mengikuti kehendak suami, namun keinginan untuk berkarir dan memiliki relasi sosial yang profesional tetap menjadi impian istri. 

Tekanan untuk berkarya dan mendapat apresiasi menjadi beban ganda yang harus dijalani istri.

Di rumah, sepanjang mengerjakan pekerjaan domestik (mencuci, menyapu, memasak, dll) istri tidak mendapat apresiasi apapun. Seolah pekerjaan yang tiada habisnya di rumah merupakan tanggungjawabnya seorang.

Kok rumah masih berantakan?

Jam segini belum ada makanan?

Pertanyaan-pertanyaan yang seakan menghakimi itu memenuhi batin istri. 

Lambat laun istri akan merasa tidak berdaya dan semakin rentan mengalami depresi.

Baca Juga: Menuju 2023: Resesi Seks atau Takut Menikah?

Bagaimanapun, rumah tangga dibangun atas dua insan yang saling mencintai. Pentingnya merawat cinta tidak hanya memberikan hadiah kado pernikahan (anniversary) tapi juga memberikan makna dan menghargai peran satu sama lain.

Hal-hal yang seharusnya disadari oleh pasangan adalah:

Apakah pasangan saya bahagia menjalani kehidupan rumah tangga sejauh ini?

Bukankah tujuan pasangan menikah untuk bahagia bersama mengarungi bahtera sepanjang masa?

Yuk, mulai kenali lagi pasangan kita. 

Berikan perhatian yang tulus.

Ulurkan tangan dan kerjakan apa yang bisa dikerjakan.

Jangan biarkan pasangan mengeluh karena kita tidak memahami perasaannya.

***

Share jika artikel ini bermanfaat! :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun