Di usia ku yang hampir menginjak seperempat abad, rasanya hampir nyaris aku mengeluh soal perubahan cuaca yang drastis atau honor ku yang belum cair.
Hidup di pertengahan kepala dua, seringkali membuatku larut dalam perenungan yang panjang. Kadang-kadang aku sibuk menata pikiran-pikiran itu di bis kota, atau terlalu asyik untuk mengalihkan fokus ku dari permainan logika.
Iya, aku cukup terbiasa untuk memikirkan kehidupan dewasa ini sendirian. Bertahan hidup di kota industri, setidaknya perlu bahu yang kuat, karena hanya dinding kamar kos yang tersedia untuk bersandar.
Saat tubuhku lelah dipacu beban kerja dari 9 ke 5, waktu istirahat yang paling ku nantikan sepulang kerja adalah merebahkan badan dan memejamkan mata sesaat. Bukan tidur. Aku masih terjaga walau kedua mataku kuberi ruang untuk sejenak beristirahat.
Pikiranku berkelana tanpa lelah, memasuki lorong-lorong memori yang pernah kulalui.
Ada ingatan dari momen yang menyenangkan, dan banyak pula ingatan tentang kesedihan. Aku membiarkan pikiranku mencari apa yang diinginkannya. Mungkin aku sedang merindukan ingatan tertentu, dan ingin kembali mengenangnya.
Aahh, aroma nasi goreng khas buatan Ibu memang dengan mudah membuat seisi rumah segera terjaga.
Aku dapat mengingat sedapnya masakan Ibu, karena Ibu selalu menggunakan rempah-rempah sebagai bumbu dapur. Aroma itu rupanya meninggalkan kesan dalam memori ku.
Aku sedang merindukan Ibu.
Sudah lama aku tidak pulang ke tempat Ibu dan mencicipi masakan krecek buatannya yang nikmat. Terakhir kali aku menyentuh tangannya yang mulai keriput, adalah saat lebaran Idul Fitri tahun lalu. Kali itu pula aku makan dengan lahap, karena Ibu membuat beraneka masakan khas lebaran yang paling aku suka.